Sabtu, 26 Maret 2011

Resume Jakarta : Jakarta yang Megapolis merupakan ‘Ancaman’



By Christie Damayanti

Jakarta yang megapolis : ‘ancaman’ bagi Jakarta

Banyak sekali perencana kota Jakarta, dan banyak yg pintar2. Mereka banyak mengadakan riset dengan mendatangi kota2 di negara2 maju. Dan konsep2nya banyak yg diakui oleh banyak orang. Konsep2 Jakarta pun, yang ada di RUTR / BWK / RTRW sejak dulu sampai tahun 2010, memang bagus, dan biasanya membuat hati sebagian warga Jakarta ‘luluh’.

Tetapi, apakah pernah kita bayangkan, bahwa bila perencana2 kota Jakarta itu hanyak menata Jakarta secara fisik ( kotanya dan warganya ), apakah Jakarta bisa benar2 berkembang sesuai visi dan misinya ? Bahwa Jakarta akan menjadi kota yg berkarakter ? ( lihat tulisan [Bagian 1] Resume Jakarta: Skematik Pemikiran

Saya melihatnya, “Koq tidak ya?”. Jakarta bisa berkembang menjadi Jakarta yg kita idam2kan semua, bila kita menatanya dengan ‘hati’. Konsep menata Jakarta dengan ‘hati’ mungkin tidak banyak dibicarakan orang, termasuk perencana2 kota, khususnya kota Jakarta. Mengapa? Kelihatanya, karena mereka masih ‘terkejut’ dengan arus deras globalisasi. Banyak dari mereka sering berkelana ke luar negri dan mereka terpesona dengan keadaaan disana, dan ingin ‘memasukkan’ konsep2 itu ke Jakarta, TANPA melihat kondisi Jakarta yg sebenarnya.

13012889641643229904

‘Pemukiman warga’, bukan hanya tentang pemukiman ( ruham ) nya, tetapi juga tentang ‘pemukiman di kotanya dan pemukiman hatinya —— bisa disebut : lingkungan kehidupannya‘. 

Dengan lingkungan kehidupan warga Jakarta, dipengaruhi manusianya / masyarakatnya, alamnya, dan hubungan networkingnya.

Dan untuk mendapatkan lingkungan kehidupan Jakarta yang nyaman ( Jakarta yg megapolis ), warga Jakarta harus tetap memakai ‘hati’ untuk hubungan antar keadakan seperti gambar diatas.

Banyak dari mereka ingin ‘merubah’ wajah Jakarta, tetapi belum melihat dan belum membuat ‘feasibility study’ atau membuat riset tentang Jakarta. Misalnya, Kota Batavia Lama, banyak dari antara mereka, dianggap mempunyai ‘reputasi buruk’ ( karena daerah itu semrawut, kotor dan ‘unused area’. Dan mereka menganggap, wajah ibu kota Jakarta adalah di daerah poros Thamrin - Sudirman. Padahal, menerut saya, justru Kota Batavia Lama-lah yg disebut “Jakarta yang berkarakter”.

Pengertian tentang kota Megapolis adalah dimana terdapat hubungan interintegrasi antara kota ( suburb ) yang kota2 itu menjadi suatu wilayah yang sangat besar. Besar itu bukan hanya diartikan dari fisiknya saja, tetapi juga populasi tinggi, transportasi yg kompleks, ekonomi yg padat dan masif serta sikat2 perkotaan lainnya.

1301289006585899963

Hubungan antara gedung2 tinggi, manufaktur dan lingkungan harus seimbang, apalagi bila Jakarta ingin membuat kota megapolitan yg sebenarnya bisa menjadikan kota Jakarta bagian dari warga dunia di era globalisasi sekarang ini. Walau untuk itu, tantang warga Jakarta sangat besar kalau tidak mau mendapat ‘ancaman2′ …..

1301289045550061643

Jakarta dengan kota2 satelitnya ( Dejabotabek ), bisa menjadi ‘kekuatan’ untuk menjadi ‘kota raksasa’, dan hubungan antara kota2 satelit ini. Jakarta memulai proses ‘evolusi’ menjadi kota raksasa. Tetapi jika kota raksasa ini tidak mengandalkan riset dan feasibility study yang komprehensif, megapolitan Jakarta tidak akan berkembang dengan baik, justr malah akan ada ancman2 yg mengganggu kehidupan warga Jakarta …..

130128907354213361

Bisa dilihat, Jakarta dikepung oleh beberapa kota yang ini bisa menjadikan megapolitan Jakarta. Kota2 disekitar Jakarta itu, mau tidak mau akan menjadi bagian dari Jakarta, dimana kota2 tersebut mempunyai tempat untuk membangun fasilitas2 dari warga Jakarta, dimana Jakarta tidak bisa memenuhi fasilitas2 itu karena sudah terlalu penuh …..

Dengan berubahnya batas2 kota, menjadikan kota megapolis membuat dan membuka jalur2 transpotasi2 baru, komunikasi baru, ekonomi dan budaya baru, dan sebagainya, sehingga kebutuhan warga suatu kota itu menjadi sangat ‘dilematis’. Efek tersebut ditinjau dari sisi positif dan negatifnya. Untuk sisi positifnya adalah Jakarta menjadi bagian dari dunia. Era globalisasi, menjadikan Jakarta membentuk kota yg sangat ‘modern’, bukan hanya modern dari segi fisik Jakartanya saja, tapi modern dari segi ‘hati’ warga Jakarta. Megapolitan Jakarta, adalah tempat warga Jakarta menjadi bagian dari warga dunia yg modern dan bersama2 menuju masa depan ……

Bagaimana dengan sisi negatifnya ? Megapolitan Jakarta, ( ini tentu saya tinjau dari segi fisik Jakarta karena sejak pertama kali, saya seorang arsitek, tetapi saya tetap sedikit menyinggung tentang warga Jakarta ). Pendekatan saya tentang fisik Jakarta adalah deri perspektif lingkungan ( ekologi ) dan arsitektur. Bahwa Jakarta megapolitan, membuat factor arsitektus lingkungan ‘dikorbankan’ untuk proses megapolitanisasi. 

Karena kota Jakarta yg megapolis adalah sebuah “kota raksasa’  pasti akan menyumbang kerusakan arsitektur lingkungan serta kerusakan ‘hati’ warga Jakaarta. Misalnya, walau Jakarta ‘baru’ menuju kota megapolis, sudah menumbamg masalah sampah, ekspolitasi air tanah yg berlebihan, polusi udara dan suara, pembebean tanah dengan munculnya bangunan2 super tinggi yg tidak ada ‘feasibility study’nya, bermunculan daerah ’slum’ dan sebagainya.

Jadi, itulah sebabnya, banyak konsep2 Jakarta yg mengetengahkan tentang kearifan lokal dalam manajemen kota dan lingkungan. Salah satunya adalah konsep2 yg saya ketengahkan beberapa bab tentenga Jakarta ( lihat tulisan  Sedikit Pemikiran untuk Jakarta: Manajemen Pembangunan terhadap Pertumbuhan Fisik Kota (Bagian: 1) sampai bagian 24 / dan masih berlanjut) Konsep2 Jakarta yang saya buat, mngkin bisa menjadi konsep ’semangat untuk pembangunan yg berkelanjutan’ terhadap lingkungan fisik Jakarta, menjadikan Jakarta kota yg ‘berkarakter’.

Buat saya, Jakarta yg megapolis, berefek membawa Jakarta menuju krisis lingkungan, juga krisis ‘hati’ warga Jakarta. 

Beberapa barometer Jakarta menuju krisis lingkungan antara lain :

1.       Polusi udara, air dan suara
2.       Lingkungan fsik pemukiman
3.       Ancaman banjir
4.       Hilangnya lahan pertanian
5.       Tidak terkontrol nya bangunan2 besar dan tinggi

Untuk menjadikan megapolitan Jakarta yang tetap bisa menjadikan ‘Jakarta kota megapolis yg berkarakter’, adalah ‘kebijakan lokal’ yg berperan sebagi solusi yg mendasar, yaitu ‘hati’ warga Jakarta. Jika warga Jakarta tetap tidak bisa ‘menunjukan hati’ untuk bersama2 menuju visi dan misi Jakarta ( dari masyarakat untuk masyarakat ), akan ada ancaman, yaitu ancaman kehidupan kita di Jakarta, seperti diatas.

Sebenarnya, kita sebagai warga Jakarta, terutama perencana2 perkotaan, sudah mulai ‘keruh’ tentang permasalahan tata ruang dan lingkungan Jakarta. Sebenarnya, inti dari solusi untuk Jakarta adalah : “Mengembangkan ’sense of belonging’ warga Jakarta untuk mengedepankan suara hati dalam pembangunan” agar pembangunan2  Jakarta tidak hanya dari fisik kota Jakartanya, tetapi dari ‘hati’ warga Jakarta, karena jika hanya denga membangun fisik Jakarta saja tanta memberikan ‘hati’ untuk Jakarta, akan hanya ada ancaman2 sebagai ‘Jakarta yg megapolitan’, seperti diatas.

Tentu sekarang, dibutuhkan suatu metoda sosialisasi yg gencar terhadap kebijakan lokal, yang tentu saja berdasar pada masyarakat itu sendiri sebagai pencipta kebudayaan dan mengimplementasikannya sebagai warga Jakarta.

Tags:

0 Responses to “Resume Jakarta : Jakarta yang Megapolis merupakan ‘Ancaman’”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks