Jumat, 25 Maret 2011

Museum Perangko, Membuat Aku Mulai Bisa Merefleksikan Diri di Balik Ketidak-sempurnaanku


By Christie Damayanti

13010491981208678122

Setelah aku sakit, aku sering mulai tidak percaya diri, walau aku tetap pasrah. Aku tahu, Tuhan akan membuat aku sembuh. Dan dengan cara Nya, Tuhan mengirim ‘malaikat Nya’ untuk membuat aku terus berjuang demi masa depanku dan anak2ku.

Seorang sahabat, membuat aku untuk selalu belajar yg dulu tidak pernah aku bayangkan. Dulu, aku tidak pernah duduk diam untuk membaca dan menulis, selalu sibuk dengan pekerjaanku yg benar2 ketat. Tidak pernah ada waktu luang untuk merenungi kehidupanku, anak2ku dan masa depan kami. Aku bekerja dengan giat, segiat anak2ku menyongsong masa depan mereka. Aku tidak pernah terpikir, apakah aku bisa melakukan hal2 lain selain pekerjaanku sekarang. Tetapi Tuhan ‘membuka’ mata hatiku …..

1301039420752324497
1301039476229310143

Kompasiana, membuat aku belajar menulis. Jika melihat tulisan2ku yang pertama, kata2nya masih susah keluarnya, itu karena ’stroke’ku. Dan sahabatku mengatakan, bahwa aku harus selalu mencoba dan selalu menulis, menulis dan terus menulis ….. dan keadaanku semakin hari, semakin baik.

Menulis di Kompasiana, membuat aku bisa me’refleksi’kan diri, dibalik ketidaksempunaan diriku.
Keadaanku sekarang setelah ’stroke’ ku ( lihat tulisanku Sebuah Kesaksian: Bagaimana Manyikapi dan ‘Berteman’ dengan Stroke Dalam Usia Muda Untuk Menghadapi Masa Depan…( Bagian 1 ) ), belum 100% sempuna. Walau dokter2 sudah memvonisku tidak bisa bekerja lagi, tetapi Tuhan menyembuhkanku secara luar biasa, dan aku sudah bekerja lagi sebagai arsitek, dan sudah membuat anak2ku dan orang tuaku bangga dengan ‘pencapaian’ku, setelah aku sakit.

Setiap hari aku menulis 2 artikel. Tulisanku tentang Serial Jakarta, membuat aku bersahabat dengan beberapa Kompasioner yang mengerti dan mau peduli tetang Jakarta. Tulisanku tentang kesaksian dan artikel ’stroke’ku, membuat beberapa Kompasioner dan tunanganku, ingin aku tetap bersaksi, bahwa seseorang pasca stroke seperti aku, tetap bisa melakukan sama dengan orang2 lainnya.

Dan tulisan2ku tentang hobbyku ( lihat tulisanku Bermula dari Sahabat Pena, Aku ‘Berteman’ dengan Para Pembesar Banyak Nega, ternyata yang pertama membuat mempunyai ‘pencapaianku’ setelah aku sakit. Seorang Kompasioner dari PT Pos Indonesia mengirimkan pesan di ‘inbox’ku, untuk aku mengubunginya karena beliau tertarik dengan hobbyku dan beliau mengundangku untuk berbicara dalam Seminar “Peran Museum dan Perangko Sebagai Media Pembelajaran” di Museum Perangko TMII, di depan guru2 Bahasa Indonesia SMP se-Jakarta.

Aku sedikit terhenyak. “Apakah teman Kompasioner ini tidak tahu keadaanku? Aku belum lancar berbicara dan keadaanku tidak ’sedap dipandang”. Aku katakana, untuk membaca kesaksianku dan beliau tahu dan mengerti keadaanku. Dan, dengan nasehat papaku yang selalu mendukungku, bahwa aku sama saja dengan yg lain, aku dan papaku menuju ke PT Pos Indonesia di Pasar Baru untuk bertemu dengan pak Aljohan, dan Puji Tuhan beliau benar2 mengerti keadaanku dan beliau selalu mendukungku.

Hari Senin, 21 Maret lalu, pak Johan dengan Kepala Museum Perangko, ibu Salastri Sugiharti, datang ke rumahku, untuk meminta data2 koleksiku untuk dipamerkan di Museum Perangko. Kami berdialog, bagaimana aku harus menjadi pembicara, bukankah aku belum lancar berbicara? Pak Johan dan bu Lastri ternyata sangat luar biasa, mendukungku dengan tidak melihat ketidaksempurnaanku untuk terus maju dan menuju kesembuhan. Puji Tuhan, aku mendapat banyak teman baru berkat aku menulis di Kompasiana …..

Sebelumnya, aku melihat ’site’ di Museum Perangko bersama dengan keluargaku, untuk aku ‘mengukur’ bagaimana aku harus berbicara. Teman2 di Museum itu, benar2 mendukungku. Ada pak Tugino yg melayaniku berbicara tentang perangko dan memberitahu keadaan tempat aku nanti berbicara. Dan ada pak Bambang, Kepala Sekolah SMP 45 Bogor yang mendukungku 100% untuk memotivasi teman2 yang lain.

Tepat hari ‘H’ nya, jam 8.30 aku sudah hadir disana. Aku memakai kursi roda. Sebenarnya, aku sudah bisa berjalan sendiri, tetapi bila terlalu banyak orang, kaki kananku sering error ( itulah stroke, dan banyak orang tidak mengerti, bahwa sakitku bukan karena aku tidak bisa berjakan dan bukankarena tangan kananku tidak bisa berfungsi, sakit ini adalah ‘otak’ dan jika otakku error, tubuhku sebelah kanan tidak bisa berfungsi dengan baik ). 

Aku didorong papaku, antar orang2 penting, untuk menduduki kursi ‘nara sumber’. Banyak mata melihatku : seorang wanita cacat di depan lebih dari 100 orang guru dan orang2 penti lainnya. Aku menundukkan kepalaku, sedikit kurang percaya diri …..

Setelah laporan, sambutan2 dan penandatanganan Sampul Peringatan, kami rehat dan meninjau pameran. Aku didorong papaku, melihat copy surat2ku. Ternyata, teman2 disana sudah mengetahuinya bahwa aku lah yg mempunyai surat2 itu. Tapi mungkin mereka tidak mengetahui tentang kecacatanku ….. sesaat otakku berkecamuk, apakah mereka bisa ‘menerima’ku ….. ??? Sepersekian detik kemudian, ternyata mereka sangat menerimaku ….. Puji Tuhan …..
13010396291721035146
Aku dengan pak Lutfie ( Ketua Filatelis Indonesia ), bu Salastri ( Kepala Museum Perangko ) dan beberapa pejabat yang membuka seminar ini.

Hampir semua orang mengerumuniku, ingin berfoto dengan ku dengan latar belakang surat2ku dan aku selalu tersenyum, sangat terharu dan sangat bahagia. Hampir semua orang juga meminta tanda tanganku di Sampul Hari Pertama. Walau aku menulis dengan tangan kiri, dan tanda tanganku bukan tanda tangan yg dulu, tetapi mereka tidak peduli ….. aku terharu, aku sedikit menagis, mataku berkaca2 dan suaraku serak walau aku selalu tersenyum …..
130103968884466988
1301039748548960678
Tanganku bergetar, menorehkan tanda tanganku di Sampul Hari Pertama. Mereka mengira aku penulis, bukan … aku bukan penulis. Aku tetap seorang arsitek ….. tetapi aku memang mulai menulis setelah aku di Kompasiana. Mereka meminta aku menuliskan perejaanku, jadi aku menulis “Arsitek - Penulis”.
1301039814383953347
13010398571919922235
Aku menanda tangani dengan tangan kiri.

Setelah rehat, kami memulai seminar. Dua pembicara di depanku, DR.Kissumi ( Pengawas SMP Dikdas Jakbar ) dan Dra. Riana Yani ( Praktisi Pendidikan ), membuatku ‘tidak berdaya’ dan merrasa benar2 ‘minder’. Mereka berbicara lantang dan teratur serta sangat percaya diri denganmetoda2nya ysng sanat luarbiasa. Sedangkan aku ???

Dulu, sejak bekerja, aku sering mempresentasikan ide2ku dan biasanya mereka bisa mengerti untuk menjalankan ide2 ku tersebut. Mulai aku sebagai dosen selain aku bekerja, aku sering diminta untuk berbicara di seminar2 dan kuliah2 umum. Itu aku sehat. Sekarang??? Bicara saja belum lancar, apalagi menata bicaranya.

Setelah stroke, aku sedikit susah untuk menata bicaraku. Memang karena strokeku, banyak ke’cacat’an di otakku, walau aku yakin, Tuhan akan menyembuhkanku.

Aku mulai deg2an dan tambah tidak percaya diri. Sang moderator, menenangkanku. Mereka yakin, aku bisa melewati sesi demi sesi semidar ini. Tanganku dingin sekali walau keadaannya sedikit panas karena terlalu banyak orang. Peserta seminar sangat menikmati pembicara2 yang sangat luar biasa itu. Mereka menyimak sekali dengan tulisannya mereka di ‘layar’ dinding. Sedangkan aku ??? seperti sebelum2nya, aku memang tidak pernah mempersiapkan yg sangat detail. Aku adalah praktisi dan semua yg aku bicarakan adalah kegiatanku sendiri bukan teori. Ditambah lagi, aku tidak bisa membuat persiapan karena hanya punya waktu 2 hari saja dan aku harus kerja. Aku bertambah tidak percaya diri …..

Tibalah giliranku. Waktuku tidak banyak, hanya sedikit ‘teori kecil’ bagaimana aku bisa menulis dan menulis surat sampai aku mengumpulkan surat2 dari orang2 penting di seluruh dunia. Persiapanku hanya dari konsep munulis di Kompasiana ( lihat tulisanku   Menulis (dan Menulis Surat ) adalah untuk Me’refleksi’kan Diri ). Dan dengan terbata2, aku berbicara dengan ‘hati’.

1301040033500155191
13010401511070706714

Pertama, aku hanya menunduk, hanya beberapa detik. Karena aku hanyak bisa memakai 1 tangan, dan aku butuh laptopku, terpaksa aku harus mengangkat wajahku, melihat laptopku dan sekian detik kemudian, aku melihat wajah2 peserta seminar …..

Aku menatap wajah2 para peserta seminar, dan aku tahu, bahwa mereka menyimakku, walau aku berbicara dengan pelan dan terbata2 ….. Puji Tuhan ….. mereka menatap ke tempat aku dukuk dan banyak dari mereka menatap mataku. Mereka seperti menyalurkan tenaga untuk aku, untuk bisa berbicara dengan lebih baik ….. mereka seperti menyalurkan emosi dan segera aku mengerti, bahwa merka mencintaiku ……

Banyak dari mereka adalah guru2 senior dan kelihatannya, mereka serti menganggap aku adalah anak mereka. Erlihat sebelum aku berbicara dan masih ada di ruang pameran, ibu2 guru senior itu, sering mengerjap2kan matanya melihat aku menulis memakai tangan kiri dan aku menyimak sewaktu aku menceritakan sakitku. Beberapa dari mereka meneteskan air mata …..
1301040310653175100
13010404281480223237
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus, mereka menerima aku menjadi bagian dari mereka. Mereka melihat aku menjadi nara sumber untuk mereka. Padahal, siapakah aku? Dalam tanya jawab, aku sangat santai. Aku merasa ‘duniaku’ sudah kembali. 

Aku menjawab semua pertanyaan2 yg dilontarkan kepadaku. Banyak dari antara mereka, mencari tahu, bagaimana aku menulis, padahal aku hanya memakai tangan kiri. Dan beberapa siswa SMP, bertanya tentang bagaimana membuaat surat ke orang2 penting ….. Semua aku jawab dengan sungguh2. Hari ini adalah hari ‘pencapaian’ku yg pertama setelah aku sakit …..

13010616391769560976
 
Papa dan mamaku, yang selalu mengantar aku kemanapun aku pergi. Beliau diminta bersaksi atas keadaanku …. I luv u, so much papa dan mama …..
13010406401800212609
Aku aku dengan Kepala Museum Perangko, Ibu Salastri Sugiharti, yang sangat mendukungk, setelah aku selesai berbicara. Terima kasih, bu, atas segalanya …..

Setelah selesai, aku menemui semua teman2ku, 3 orang dari Kompasioner :  Erri Subakti, Novita Maria, Riza Gassner dan seorang wartawan Kompas.com, temanku sejak SMP. Mereka selalu mendukungku. Bukan berarti teman2 yg lain tidak mendukungku, tetapi aku benar2 berbahagia, dari pagi hingga aku selesai, mereka menungguiku, walau tidak 100% selesai.

13010407711862189932

Aku dengan mas Riza Gasner dan mbak Novita Maria. Syang sekali, fotoku dengan mas Erri tidak ketemu, ada dimana ya?

Kira2 jam 3.30 semuanya sudah selesai. Setelah kami saling bersalam2an, aku berdialog dengan Ketua Filateli Indonesia, bapak Drs. H. Lutfie dan terjadilah diskusi yg membahas tetang perangko karena aku memang juga koleksi perangko. Beliau meminta, jika ada kegiatan2 seperti ini, aku akan diminta juga untuk ikut berpameran dan mengikuti seminar2. Puji Tuhan ….. siapa sangka, mereka benar2 tidak melihat aku dari ketidaksempurnaanku, tetapi mungkin mereka melihat aku dari ke’pasrah’anku.

Aku mulai ‘melirik’ kesempatanku untuk masa depanku. Dari seorang arsitek lapangan yg selalu mobile, siapa sangka aku bisa menulis dan berbicara di depan ratusan guru2 tentang ‘menulis’ …..

Pertolongan Tuhan memang luar biasa dan Dia selalu tepat pada waktunya. Kasih Nya luar biasa, dan aku percaya sekali, akan ada masa depan yg sejahtera. Waktu Tuhan tidak sama dengan waktuku. Dan aku hanya bisa menunggu waktu Nya, sambil terus berdoa dan memuji Nama Nya karena kasih Tuhan yang tidak terbatas ……
Salamku …..

Tags: ,

0 Responses to “Museum Perangko, Membuat Aku Mulai Bisa Merefleksikan Diri di Balik Ketidak-sempurnaanku”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks