Home
» hobi
» Museum Perangko, Membuat Aku Mulai Bisa Merefleksikan Diri di Balik Ketidak-sempurnaanku
Jumat, 25 Maret 2011
Museum Perangko, Membuat Aku Mulai Bisa Merefleksikan Diri di Balik Ketidak-sempurnaanku
Jumat, 25 Maret 2011 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Setelah aku sakit, aku sering mulai
tidak percaya diri, walau aku tetap pasrah. Aku tahu, Tuhan akan membuat
aku sembuh. Dan dengan cara Nya, Tuhan mengirim ‘malaikat Nya’ untuk
membuat aku terus berjuang demi masa depanku dan anak2ku.
Seorang sahabat, membuat aku untuk
selalu belajar yg dulu tidak pernah aku bayangkan. Dulu, aku tidak
pernah duduk diam untuk membaca dan menulis, selalu sibuk dengan
pekerjaanku yg benar2 ketat. Tidak pernah ada waktu luang untuk
merenungi kehidupanku, anak2ku dan masa depan kami. Aku bekerja dengan
giat, segiat anak2ku menyongsong masa depan mereka. Aku tidak pernah
terpikir, apakah aku bisa melakukan hal2 lain selain pekerjaanku
sekarang. Tetapi Tuhan ‘membuka’ mata hatiku …..
Kompasiana, membuat aku belajar menulis.
Jika melihat tulisan2ku yang pertama, kata2nya masih susah keluarnya,
itu karena ’stroke’ku. Dan sahabatku mengatakan, bahwa aku harus selalu
mencoba dan selalu menulis, menulis dan terus menulis ….. dan keadaanku
semakin hari, semakin baik.
Menulis di Kompasiana, membuat aku bisa me’refleksi’kan diri, dibalik ketidaksempunaan diriku.
Keadaanku sekarang setelah ’stroke’ ku ( lihat tulisanku Sebuah Kesaksian: Bagaimana Manyikapi dan ‘Berteman’ dengan Stroke Dalam Usia Muda Untuk Menghadapi Masa Depan…( Bagian 1 ) ),
belum 100% sempuna. Walau dokter2 sudah memvonisku tidak bisa bekerja
lagi, tetapi Tuhan menyembuhkanku secara luar biasa, dan aku sudah
bekerja lagi sebagai arsitek, dan sudah membuat anak2ku dan orang tuaku
bangga dengan ‘pencapaian’ku, setelah aku sakit.
Setiap hari aku menulis 2 artikel.
Tulisanku tentang Serial Jakarta, membuat aku bersahabat dengan beberapa
Kompasioner yang mengerti dan mau peduli tetang Jakarta. Tulisanku
tentang kesaksian dan artikel ’stroke’ku, membuat beberapa Kompasioner
dan tunanganku, ingin aku tetap bersaksi, bahwa seseorang pasca stroke
seperti aku, tetap bisa melakukan sama dengan orang2 lainnya.
Dan tulisan2ku tentang hobbyku ( lihat tulisanku Bermula dari Sahabat Pena, Aku ‘Berteman’ dengan Para Pembesar Banyak Nega, ternyata yang pertama membuat
mempunyai ‘pencapaianku’ setelah aku sakit. Seorang Kompasioner dari PT
Pos Indonesia mengirimkan pesan di ‘inbox’ku, untuk aku mengubunginya
karena beliau tertarik dengan hobbyku dan beliau mengundangku untuk
berbicara dalam Seminar “Peran Museum dan Perangko Sebagai Media
Pembelajaran” di Museum Perangko TMII, di depan guru2 Bahasa Indonesia
SMP se-Jakarta.
Aku sedikit terhenyak. “Apakah teman
Kompasioner ini tidak tahu keadaanku? Aku belum lancar berbicara dan
keadaanku tidak ’sedap dipandang”. Aku katakana, untuk membaca
kesaksianku dan beliau tahu dan mengerti keadaanku. Dan, dengan nasehat
papaku yang selalu mendukungku, bahwa aku sama saja dengan yg lain, aku
dan papaku menuju ke PT Pos Indonesia di Pasar Baru untuk bertemu dengan
pak Aljohan, dan Puji Tuhan beliau benar2 mengerti keadaanku dan beliau selalu mendukungku.
Hari Senin, 21 Maret lalu, pak Johan
dengan Kepala Museum Perangko, ibu Salastri Sugiharti, datang ke
rumahku, untuk meminta data2 koleksiku untuk dipamerkan di Museum
Perangko. Kami berdialog, bagaimana aku harus menjadi pembicara,
bukankah aku belum lancar berbicara? Pak Johan dan bu Lastri ternyata
sangat luar biasa, mendukungku dengan tidak melihat ketidaksempurnaanku
untuk terus maju dan menuju kesembuhan. Puji Tuhan, aku mendapat banyak
teman baru berkat aku menulis di Kompasiana …..
Sebelumnya, aku melihat ’site’ di Museum
Perangko bersama dengan keluargaku, untuk aku ‘mengukur’ bagaimana aku
harus berbicara. Teman2 di Museum itu, benar2 mendukungku. Ada pak
Tugino yg melayaniku berbicara tentang perangko dan memberitahu keadaan
tempat aku nanti berbicara. Dan ada pak Bambang, Kepala Sekolah SMP 45
Bogor yang mendukungku 100% untuk memotivasi teman2 yang lain.
Tepat hari ‘H’ nya, jam 8.30 aku sudah
hadir disana. Aku memakai kursi roda. Sebenarnya, aku sudah bisa
berjalan sendiri, tetapi bila terlalu banyak orang, kaki kananku sering
error ( itulah stroke, dan banyak orang tidak mengerti, bahwa sakitku
bukan karena aku tidak bisa berjakan dan bukankarena tangan kananku
tidak bisa berfungsi, sakit ini adalah ‘otak’ dan jika otakku error,
tubuhku sebelah kanan tidak bisa berfungsi dengan baik ).
Aku didorong
papaku, antar orang2 penting, untuk menduduki kursi ‘nara sumber’.
Banyak mata melihatku : seorang wanita cacat di depan lebih dari 100
orang guru dan orang2 penti lainnya. Aku menundukkan kepalaku, sedikit
kurang percaya diri …..
Setelah laporan, sambutan2 dan
penandatanganan Sampul Peringatan, kami rehat dan meninjau pameran. Aku
didorong papaku, melihat copy surat2ku. Ternyata, teman2 disana sudah
mengetahuinya bahwa aku lah yg mempunyai surat2 itu. Tapi mungkin mereka
tidak mengetahui tentang kecacatanku ….. sesaat otakku berkecamuk,
apakah mereka bisa ‘menerima’ku ….. ??? Sepersekian detik kemudian,
ternyata mereka sangat menerimaku ….. Puji Tuhan …..
Aku dengan pak Lutfie ( Ketua
Filatelis Indonesia ), bu Salastri ( Kepala Museum Perangko ) dan
beberapa pejabat yang membuka seminar ini.
Hampir semua orang mengerumuniku, ingin
berfoto dengan ku dengan latar belakang surat2ku dan aku selalu
tersenyum, sangat terharu dan sangat bahagia. Hampir semua orang juga
meminta tanda tanganku di Sampul Hari Pertama. Walau aku menulis dengan
tangan kiri, dan tanda tanganku bukan tanda tangan yg dulu, tetapi
mereka tidak peduli ….. aku terharu, aku sedikit menagis, mataku
berkaca2 dan suaraku serak walau aku selalu tersenyum …..
Tanganku bergetar, menorehkan tanda
tanganku di Sampul Hari Pertama. Mereka mengira aku penulis, bukan … aku
bukan penulis. Aku tetap seorang arsitek ….. tetapi aku memang mulai
menulis setelah aku di Kompasiana. Mereka meminta aku menuliskan
perejaanku, jadi aku menulis “Arsitek - Penulis”.
Aku menanda tangani dengan tangan kiri.
Setelah rehat, kami memulai seminar. Dua
pembicara di depanku, DR.Kissumi ( Pengawas SMP Dikdas Jakbar ) dan
Dra. Riana Yani ( Praktisi Pendidikan ), membuatku ‘tidak berdaya’ dan
merrasa benar2 ‘minder’. Mereka berbicara lantang dan teratur serta
sangat percaya diri denganmetoda2nya ysng sanat luarbiasa. Sedangkan aku
???
Dulu, sejak bekerja, aku sering
mempresentasikan ide2ku dan biasanya mereka bisa mengerti untuk
menjalankan ide2 ku tersebut. Mulai aku sebagai dosen selain aku
bekerja, aku sering diminta untuk berbicara di seminar2 dan kuliah2
umum. Itu aku sehat. Sekarang??? Bicara saja belum lancar, apalagi
menata bicaranya.
Setelah stroke, aku sedikit susah
untuk menata bicaraku. Memang karena strokeku, banyak ke’cacat’an di
otakku, walau aku yakin, Tuhan akan menyembuhkanku.
Aku mulai deg2an dan tambah tidak
percaya diri. Sang moderator, menenangkanku. Mereka yakin, aku bisa
melewati sesi demi sesi semidar ini. Tanganku dingin sekali walau
keadaannya sedikit panas karena terlalu banyak orang. Peserta seminar
sangat menikmati pembicara2 yang sangat luar biasa itu. Mereka menyimak
sekali dengan tulisannya mereka di ‘layar’ dinding. Sedangkan aku ???
seperti sebelum2nya, aku memang tidak pernah mempersiapkan yg sangat
detail. Aku adalah praktisi dan semua yg aku bicarakan adalah kegiatanku
sendiri bukan teori. Ditambah lagi, aku tidak bisa membuat persiapan
karena hanya punya waktu 2 hari saja dan aku harus kerja. Aku bertambah
tidak percaya diri …..
Tibalah giliranku. Waktuku tidak banyak,
hanya sedikit ‘teori kecil’ bagaimana aku bisa menulis dan menulis
surat sampai aku mengumpulkan surat2 dari orang2 penting di seluruh
dunia. Persiapanku hanya dari konsep munulis di Kompasiana ( lihat
tulisanku Menulis (dan Menulis Surat ) adalah untuk Me’refleksi’kan Diri ). Dan dengan terbata2, aku berbicara dengan ‘hati’.
Pertama, aku hanya menunduk, hanya
beberapa detik. Karena aku hanyak bisa memakai 1 tangan, dan aku butuh
laptopku, terpaksa aku harus mengangkat wajahku, melihat laptopku dan
sekian detik kemudian, aku melihat wajah2 peserta seminar …..
Aku menatap wajah2 para peserta seminar,
dan aku tahu, bahwa mereka menyimakku, walau aku berbicara dengan pelan
dan terbata2 ….. Puji Tuhan ….. mereka menatap ke tempat aku dukuk dan
banyak dari mereka menatap mataku. Mereka seperti menyalurkan tenaga
untuk aku, untuk bisa berbicara dengan lebih baik ….. mereka seperti
menyalurkan emosi dan segera aku mengerti, bahwa merka mencintaiku ……
Banyak dari mereka adalah guru2 senior
dan kelihatannya, mereka serti menganggap aku adalah anak mereka.
Erlihat sebelum aku berbicara dan masih ada di ruang pameran, ibu2 guru
senior itu, sering mengerjap2kan matanya melihat aku menulis memakai
tangan kiri dan aku menyimak sewaktu aku menceritakan sakitku. Beberapa
dari mereka meneteskan air mata …..
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus,
mereka menerima aku menjadi bagian dari mereka. Mereka melihat aku
menjadi nara sumber untuk mereka. Padahal, siapakah aku? Dalam tanya
jawab, aku sangat santai. Aku merasa ‘duniaku’ sudah kembali.
Aku
menjawab semua pertanyaan2 yg dilontarkan kepadaku. Banyak dari antara
mereka, mencari tahu, bagaimana aku menulis, padahal aku hanya memakai
tangan kiri. Dan beberapa siswa SMP, bertanya tentang bagaimana membuaat
surat ke orang2 penting ….. Semua aku jawab dengan sungguh2. Hari ini
adalah hari ‘pencapaian’ku yg pertama setelah aku sakit …..
Papa dan mamaku, yang selalu
mengantar aku kemanapun aku pergi. Beliau diminta bersaksi atas
keadaanku …. I luv u, so much papa dan mama …..
Aku aku dengan Kepala Museum
Perangko, Ibu Salastri Sugiharti, yang sangat mendukungk, setelah aku
selesai berbicara. Terima kasih, bu, atas segalanya …..
Setelah selesai, aku menemui semua teman2ku, 3 orang dari Kompasioner : Erri Subakti, Novita Maria, Riza Gassner
dan seorang wartawan Kompas.com, temanku sejak SMP. Mereka selalu
mendukungku. Bukan berarti teman2 yg lain tidak mendukungku, tetapi aku
benar2 berbahagia, dari pagi hingga aku selesai, mereka menungguiku,
walau tidak 100% selesai.
Aku dengan mas Riza Gasner dan mbak Novita Maria. Syang sekali, fotoku dengan mas Erri tidak ketemu, ada dimana ya?
Kira2 jam 3.30 semuanya sudah selesai.
Setelah kami saling bersalam2an, aku berdialog dengan Ketua Filateli
Indonesia, bapak Drs. H. Lutfie dan terjadilah diskusi yg membahas
tetang perangko karena aku memang juga koleksi perangko. Beliau meminta,
jika ada kegiatan2 seperti ini, aku akan diminta juga untuk ikut
berpameran dan mengikuti seminar2. Puji Tuhan ….. siapa sangka, mereka
benar2 tidak melihat aku dari ketidaksempurnaanku, tetapi mungkin mereka
melihat aku dari ke’pasrah’anku.
Aku mulai ‘melirik’ kesempatanku untuk
masa depanku. Dari seorang arsitek lapangan yg selalu mobile, siapa
sangka aku bisa menulis dan berbicara di depan ratusan guru2 tentang
‘menulis’ …..
Pertolongan Tuhan memang luar biasa dan
Dia selalu tepat pada waktunya. Kasih Nya luar biasa, dan aku percaya
sekali, akan ada masa depan yg sejahtera. Waktu Tuhan tidak sama dengan
waktuku. Dan aku hanya bisa menunggu waktu Nya, sambil terus berdoa dan
memuji Nama Nya karena kasih Tuhan yang tidak terbatas ……
Salamku …..
Tags: Catatan Harian , hobi
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Museum Perangko, Membuat Aku Mulai Bisa Merefleksikan Diri di Balik Ketidak-sempurnaanku”
Posting Komentar