Senin, 18 Agustus 2014
Sisi Lain ‘Volendam’ di Holland, Selain Sebagai Desa Nelayan
Senin, 18 Agustus 2014 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
‘Volendam Countryside’ dalam titik-titik gerimis …..
Tanda2 hampir sampai Volendam, sudah
terlihat. Aku memang sering bercerita tentang tempat2 indah yang aku
pernah datangi, kepada anak2ku. Dan cerita itu menembus ruang batas
waktu. Sejak kecil, aku ‘cekoki’ tentang mimpi besarku untuk anak2.
Tentang apapun, demi masa depan anak2. Termasuk tentang keindahan dunia.
Termasuk juga tentang desa Volendam.
Amsterdam 49 km, Marken 13 km
Ketika Tuhan memberikan aku banyak
kesempatan untuk mewujudkan mimpiku, pastinya kami sangat bersyukur,
termasuk liburan kali ini. Sehingga ketika awal liburan ini, aku terus
bercerita tentang rencana2ku dan anak2 semakin bergairah. Dan Volendam
termasuk mimpi besarku untuk anak2, dan akan menyempatkan tentang sebuah
kualitas hubungan baru bersama sebagai keluarga kecil bertiga …..
Dari jendela bus yang besar itu, tanda2 menuju Volendam terus terpampang. Volendam ….. Cheese Factory ….. Wood Shoes Factory ….. Marken ….. Dan sebagainya. Excited! Tetapi hujan pun terus melimpah …..
Bus berputar2 dahulu, membawa kami ke
pedesaan Volendam, desa nelayan Belanda. Suasananya memang pedesaan.
Dengan hujan mulai reda, rintik2, tercium bau hawa tanah yang segar.
Angin berhembus tidak terlalu kuat, tetapi cukup dingin. Aku memandang
termometer suhu otomatik di bus kami. Tertera 11 derajat Cecius. Terus
hujan dan matahari pun malu2 terlihat dari bumi. Hmmmm ….. benar2
’summer’ yang aneh …..
2x aku ke Volendam, bus langsung membawa
kami ke daerah perumahan nelayan, daerah pedestrian, tanpa kendaraan
bermotor. Baru kali ini, bus membawa kami berputar2 keliling desa, ke
tempat2 menarik yang masih bisa dilalui bus besar seperti ini.
Lihat tulisanku ‘Volendam’ : Sebuah Desa Nelayan yang Cantik!
Permukaan jalannya sangat baik. Mulus
sekali tanpa cacat. Seperti Amsterdam atau kota2 besar lainnya. Beton
dan aspal. Desa nya cantik sekali. Rumah2nya kecil. Mungkin antara 30
meter persegi sampai 60 meter persegi. Seperti perumahan di Indonesia,
tetapi sangat rapi. Tidak ada pagarnya, dan tidak ada mobil2 bertumpuk
di lingkungannya. Semuanya sederhana sekali, tetapi rapi dan cantik.
Bersih dan natural. Bahkan dari dalam bus pun, tercium bau alam, bau
tanah dan hijau rerumputan, apalagi gerimis seperti ini, sangat segar
terasa …..
Rumah2 kecil dan cantik! Tanpa
‘kanopi’ sama sekali, dan jendela2nya bebas penutup ( tidak ada teralis
dan gordin, walau tanpa penghuni ) dan tidak dilindungi dari hujan dan
sinar matahari. Atap nya pun menjulang tinggi, seperti atap gergaji jika
saling berhubungan ( lihat foto pertama diatas ini ) …..
Tetapi ada juga perumahan besar.
Sepertinya, itu rumah2 warga Belanda yang kaya. Rumahnya besar dengan
tata lingkungan exteriornya sangat indah. Aku membayangkan, ketika musim
semi tiba, akan banyak bunga2 bermekaran disana …..
Taman sekeliling rumah, menandakan
lingkungan tersebut sadar bahwa ‘hijau’ adalah natural’ dan natural
adalah kehidupan yang sangat baik …..
Air sungai di depan rumah pn
terlihat dengan jelas. Hijau sekumpulan ganggang, phito-plankton dengan
daun2 teratai, sangat sehar terlihat. Menandakan tidak ada yang ingin
merusak alam itu …..
Rumah2 nya pun sebagian besar terbuat
dari kayu, dicat warna warni. Sebagian rumah itu di dekorasi dengan
vintage2 menarik, kas Holland. Dan terlihat kebanggaan mereka dengan
negaraya. Konsep bangunan rumahnya, justru mengingatkan aku ketika aku
masih TK ( semua anak TK jaman itu menggambar rumah ya seperti ini ),
dimana aku menggambar rumah dengan cara yang unik!
‘Rumah idaman’ anak2 TK di jamanku,
ternyata menjelma di semua rumah2 di desa Volendam ….. Jendela tanpa
teralis, hanya ‘virtage’, gordin tipis, dan kita leluasa mengintip ke
dalamnya.
2 jendela besar berderet dengan 1 pintu.
Atapnya segitiga runcing dan tinggi, tanpa hiasan kanopi atau apapun.
Dan gambar rumah itu ternyata menjelma di desa Volendam ini …..
Kadang2 aku bisa melihat, kucing2 atau
anjing2 peliharaan mereka, hanya duduk, berbaring atau tidur di bagian
dalam rumah mereka, di sisi jendela besarnya. Tidak ada si empunya, dan
seperti tidak ada kehidupan, tenang, damai …..
Jendela2nya pun tidak berteralis. Tidak
memakai ‘kaca hitam’ atau rayban dan gordin nya tidak tertutup, membuat
kami bisa melihat isi ruang dalamnya, dengan leluasa! Cantik! Rumah2 itu
memang sangat sederhana, tetapi mereka menata nya serta memeliharanya
dengan sangat baik dan indah!
‘Pusat kota’ Volendam. Tidak tampak penduduk, tetapi tampak mobil2 yang terparkir di sekitar bangunan2 umumnya.
Hujan masih rintik2. Bus kami pun
berjalan lambat, membuat aku sangat bisa mengamati keindangan rumah dan
lingkungan pedesaan Volendam ini, dengan leluasa. Aku tidak melihat
warga desa, sama sekali. Mungkin anak2nya masih bersekolah ( masa sih? Ini kan summer holiday? ).
Mungkin ayah mereka masih melaut (?). Mungkin ibu mereka berbelanja
atau membantu ayah mereka melait (?). Aku tidak tahu. Sama sekali tidak
terbayang, apa yang mereka lakukan sehari2, terutama hari itu.
Kucing dan anjing memang bukan hewan
liar, di hampir semua negara Eropa, Australia dan Amerika. Sehingga,
kucing dan anjing pun tidak ada seekorpun. Mereka dipelihara, denga
nmemakaikan ‘peneng’ di leher mereka bertuliskan nama dan alamat si
empunya. Desa Volendam yang aku lihat waktu itu, dan waktu2 sebelumnya
ketika aku bertandang kesana, adalah sebuah desa yang sepi, tetapi
sangat rapi, indah dan cantik!
Anak2ku sibuk dengan pikirannya masing2.
Mata mereka jauh kedepan, menatap desa cantik itu. Aku tidak tahu, apa
yang ada di pikiran mereka. Kening mereka berkerut. Serius. Entahlah.
Tetapi yang jelas, wajah puas dan bahagia terpancar dari senyum mereka
…..
***
Hujan mulai reda dan bus masuk ke pelataran parkir khusus untuk turis.
Perlahan kami turun. Aku paling terakhir karena pasti aku terlama. Udara
menyeruak sangat dingin begitu pintu bus terbuka. Sedikit menggigil,
aku merapatkan mantelku. Mantel besar dari bahan tenun NTT merah, besar
dan berat, tetapi hangat. Aku juga merapatkan syal hangatku yang juga
terbuan dari kain NTT senada dengan mantelku.
Aku turun perlahan, karena undak2kan
tangga bus itu sempit dan tinggi. Supir bus memegangiku, menganggap aku
sebagai ‘barang yang sangt berharga’. Sangat sopan dan menghormatiku
sebagai disabled. Dennis sudah siap dengan kursi rodaku, begitu aku
sampai di atas permukaan jalan. Dan aku langsung si dorong, menembus
rintikan hujan, menuju tempat wisata pertama di desa ini, Museum
Volendam …..
Bus wisata yang membawa kami
berkeliling ke Zaanse Schans dan Volendam. Aku menakai mantel dan syal
kain tradosional NTT dari Indonesia, termasuk misi ku untuk ‘membawa’
Indonesia ku tercinta, dalam perjalananku keliling Eropa
Note :
Dan
janji Tuhan dalam doaku sejak tahun 2006 untuk kembali ke Volendam,
terpenuhi. Janji Tuhan memang sangat luar biasa! Aku hanya tetap PERCAYA
dan terus BERUSAHA dalam DOA ……
Sebelumnya :
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Sisi Lain ‘Volendam’ di Holland, Selain Sebagai Desa Nelayan”
Posting Komentar