Kamis, 10 Juli 2014
Menuju Amsterdam… Aku dalam Keterbatasan? Sudah Lupa, Tuh…..
Kamis, 10 Juli 2014 by Christie Damayanti
Sebelumnya :
Belanda. Nederland. Holland.
Atau apapun sebutannya, adalah sebuah
negara yang mempunyai ikatan erat bagi kita, bangsa Indonesia. Karena
kita pernah dijajah oleh bangsa itu selama 3,5 abad dan sempat
meninggalkan trauma hebat bagi kita. Tetapi tentu saja tidak sekarang,
karena kita semua sudah bisa saling memahami, bahwa semuanya adalah
kenangan buruk masa itu, dan ketika Tuhan menghendaki semuanya berakhir,
dunia ini semakin sejahtera, dan masing-masing dari kita hanya terfokus
dalam 1 titik, menuju dunia sejahtera, aman dan damai …..
Aku sendiri lebih memilih menyebutnya
dengan nama Holland, seperti dulu eyang-eyangku selalu menyebut Holland.
Eyang-eyangku hidup di jaman sebelum kemerdekaan, dan bahkan Eyang
Probo (ayah papa, lihat tulisanku Sedikit Sisa Kenangan tentang Eyang Probo )
lahir sekitar awal tahun 1900-an. Mengalami perang besar dan gerilya,
mengungsi ratusan kali dari rumahnya dan berpindah-pindah tempat
tinggal, masuk keluar gunung dan hutan, bersama keluarganya. Jadi,
untukku Holland memang menjadi ‘ikatan’ erat dengan keluargaku khususnya
dengan Eyang Probo, karena beliau selalu bercerita tentang situasi pada
saat itu….
Amsterdam adalah kota pertama yang aku
datang, langsung dari Jakarta, transit 30 menit ke Kuala Lumpur dan
langsung melesat cepat sekitar 17 jam sampai Amsterdam. Tidak terasa,
memang, karena waktu itu jam tidur. Berangkat dari Jakarta jarak 17.30,
sharp! Tepat sekali, sesuai dengan jam tanganku! Dan pelayanan KLM di
mana kami berada dalam sebuah pesawat besar, Boeing 777-300ER cukup
memuaskan.
Pesawat Boeing 777-300ER yang membawa kami ke Amsterdam, bisa mengangkut sekitar 450 orang dalam sekali penerbangan …..
Dari Bandara Soekarno Hatta, petugas
bandara mendorong kursi rodaku ke pesawat dan anak-anakku mengikutiku.
Berjalan menuju tempat duduk, pramugari menuntunku serta membantu
anak-anakku untuk meletakkan koper-koper cabin di atas tempat duduk
kami. Setelah memastikan aku baik-baik saja dan duduk dengan nyaman,
juga anak-anakku, crue-cabin baru meminta penumpang-penumpang lain untuk
masuk ke pesawat.
Pramugarinya sangat ramah, terutama
untukku, mereka sigap melayaniku. SOP internasional, untuk menjaga dan
merawat disabled, sepertiku. Bukan aku saja, tetapi juga kepada
orang-orang tua dan anak-anak serta penumpang yang lain. Mereka siap dan
sedia jika kami mengalami masalah dalam ketidakberdayaan kami, dan siap
dengan dokter serta peralatan standard apabila dibutuhkan, bahkan aku
baca dari referensi, jika kami mengalami masalah berat dalam kesehatan,
pesawat berusaha untuk mendarat di kota atau negara dan bandara yang
terdekat dengan kami untuk membawa kami ke rumah sakit terdekat.
Sebagai IPS (Insan Pasca Stroke),
bukan aku mau dimanja, tetapi aku memang membutuhkan ‘ruang’ yang nyaman
untuk tenang. Dengan ketinggian ribuan kaki dari permukaan bumi di
pesawat ini, sebenarnya bagi IPS sangat riskan!
Ketika dalam persiapan liburan ini,
aku harus mendatangi semua dokterku untuk minta
pendapat dengan hasil
pemeriksaan yang sesungguhnya adalah “prima”. Tetapi dengan otak kiri
yang sudah cacat, dimungkinkan akan mendapatkan masalah di pesawat.
Penting untuk IPS atau penderita sakit apa pun:
Sehingga, semua dokter yang
merawatku, dokter syaraf, dokter jantung, dokter mata, dokter THT serta
dokter pribadiku yang benar-benar merawatku detail, membuat surat
rekomendasi bagi semua orang yang mungkin bisa menolongku, “To Whom May
Concern”.
Juga dengan detail diagnosaku selama ini. Sehingga, jika
memang aku ada masalah dengan kesehatanku, di dompetku bukan hanya uang
saja, melainkan beberapa surat dalam bahasa Inggris yang menerangkan
diagnosaku. Dan aku akan langsung dirawat dan diobati.
***
Awalnya, aku memang agak kawatir dengan
kepalaku, khususnya otakku. Laahhh…. di Jakarta saja dalam suasana
normal saja, kepalaku sering bergoyang akibat stroke, apalagi jika
terlalu stress dan capai. Bagaimana jika aku terbang ribuan kaki dalam
pesawat? Orang sehat saja sering menderita sakit kepala atau tidak
nyaman di ketinggian ribuan kaki, bagaimana dengan aku?
Tetapi, ketika aku menyerahkan semua
rencana ini dalam tangan Tuhan, aku merasa nyaman. Waktu itu aku hanya
berpikir, jika banyak masalah dalam rencana ini, misalnya, kesehatanku
terganggu, tidak dapat visa schengen atau tidak dapat tiket pesawat dan
harus pending, aku akan tidak memaksakan mimpi ini. Juga jika
dokter-dokterku melarang atau menasehati untuk aku tidak pergi, aku
tidak akan memaksakannya.
Ketika semua rencana berjalan dengan
lancar, amat sangat dan sama sekali tidak ada permasalahan (semua
rencana benar-benar sesuai dengan yang ada di kepalaku dan keinginanku),
aku benar-benar yakin bahwa Tuhan mengijinkannya.
1 jam kami berada di dalam pesawat dan kupikir aku sudah berada di titik tertinggi di atas bumi, aku mulai menenangkan diri.
Diam.
Tidak bergerak.
Menutup mata dan mulai merasakan apa yang ada di tubuhku.
Apa reaksi tubuhku.
Suara-suara.
Apakah otakku bergoyang?
Apakah tubuhku ‘menolak’ keadaan di atas sana?
Dan …… SEMUA BAIK-BAIK saja! Puji Tuhan!
Lalu aku tunduk berdoa. Mengajak
anak-anak ikut berdoa. Dari beberapa hari ini, kami selalu berdoa, apa
yang terbaik bagi kami. Tetapi ketika kami sudah berada dalam jalurnya,
khususnya aku merasa agak gamang. Sebagai mama dan IPS, sepertinya aku
agak nekad mengajak anak-anakku ke Eropa dengan kondisi dan
keterbatasanku.
Selesai berdoa, suasana menjadi ceria,
seceria-cerianya! Kami berfoto-foto bersama, tanpa menghiraukan
penumpang yang lain, walau tidak mengganggu mereka. Ketawa-ketawa,
bercerita dan berdiskusi apa yang kita nanti lakukan pertama setelah
masuk hotel!
Hanya aku dan anak-anakku, sangat membahagiakan …..
Hahaha…. suasana sangat santai dan akrab
dengan 2 anakku. Aku duduk di tengah dan di kanan dan kiri adalah buah
hatiku. Aku bisa melendot ke Dennis di bahunya, dan mengusap-usap
Michelle. Menyenangkan sekali. Kami mengobrol tidak karuan. Michelle
banyak bertanya tentang keingintahuannya. Tetapi Dennis berusaha sebagai
‘kepala keluarga’. Sebagai laki-laki dan anak tertua. Terlihat dewasa
sekali.
Makan malamku dihidangkan. Hmmmm…
sebenarnya aku tidak suka makanan pesawat. Tetapi karena memang jam
makan, dan aku sudah kelaparan (waktu itu di atas sekitar jam 20.30
WIB), jadi aku makan makanan itu sampai habis. Ya, makananku sesuai
dengan ‘apa yang tidak boleh aku makan’, dengan sedikit kolesterol.
Makanan khusus untukku, sudah dipesan sejak jauh-jauh hari sebelumnya.
Hmmmm…. lumayan. Masih ½ makanan
Indonesia. Ceritanya sih, ‘Balado Ikan Teri’, dan ayam panggang bumbu
(ga tahu apa) dan walau bumbunya disesuaikan dengan bumbu-bumbu
internasional, hihihi ….. itu menu utamanya.
Menu makan malam waktu Indonesia di atas pesawat KLM yang membawaku ke Amsterdam …..
Entry-nya adalah salad bihun sensasi
pedas dingin, dan penutupnya adalah puding keju coklat. Serta tambahan
roti belanda + mentega serta selai. Minumnya, seperti biasa aku memilih
minum segar seperti jus jeruk dan coca cola, penutupnya adalah teh
hangat dicampur susu putih hangat. Hmmmmm, yummyyyyyy….
Cukup kenyang, bahkan kenyang sekali!
Lalu aku tidak lupa minum obat penurun kolesterol, sikat gigi di toilet
dan bersiap untuk… nonton!
Yaaaaaa…. ini yang aku sukai! Film-film
di pesawat beragam banyaknya! Dari film-film baru, film2 tua atau lama,
cartoon, lalu prorgam TV, musik, games atau hanya sekedar cudi mata
dalam ‘lifestyle’. Salah datu yang aku suka jika ke luar negeri dengan
waktu yang lama, aku bisa menonton film2 lama yang aku belum nonton. Dan
dari Jakarta ke Amsterdam, aku bisa menonton 5 film2 lama yang memang
aku ingin tonton, asiiiikkkkkk ……
Jam 4.00 pagi WIB ( di pesawt pasti
sudah melintasi Asua menuju benua Eropa, entah jam berapa di bawah, di
bumi ), aku sudah capai nonton, dan aku bersiap untuk tidur …..
Anak2ku sibuk sendiri dengan
kegiatannya. Dennis, dengan musik dan utak utik laptopnya. Dan Michelle
sangat sibuk dengan games2 nya ….. Biarkanlah, mereka sibuk dengan
kesenangannya sendiri. Mumpung libur dan mumpung memang untuk bersenang2
…..
Jagalah kami semua, ya Tuhanku. Berikan kami keselamatan sampai pada waktunya Engkau inginkan. Selamat tidur subuh, semuanya …..
#Rabu subuh tanggal 8 Juni 2014 jam 4.00 WIB dini hari ……
Tags: Jalan-Jalan
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Menuju Amsterdam… Aku dalam Keterbatasan? Sudah Lupa, Tuh…..”
Posting Komentar