Senin, 20 Januari 2014
Jadi? Sampai Berapa Tahun, Jakarta Akan Terkepung Banjir?
Senin, 20 Januari 2014 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Jadi? Mau berapa kali lagi kita harus mengalami banjir? Sampai tahun berapa Jakarta terkepung banjir?
Ketika aku sadar bahwa Jakarta benar-benar ’salah’ dalam me-manage kotanya lewat banyak hal, ketika itu pula aku ingin sekali ikut urun rembug untuk Jakarta lebih baik. Mulai lulus S1 dan melanjutkan ke S2, di mana thesis ku benar2 meneliti dan sedikit solusi dalam manajemen kota Jakarta lewar berbagai aspek secara fisik kota, secara aku adalah seorang arsitek.
Begitu pun lewat banyak diskusi dengan
papa almarhum, sebagai salah seorang mantan pejabat pemda Jakarta yang
memang juga sangat peduli dengan kota kita. Dalam ribuan kali diskusi
kapan dan dimanapun, papa mampu membentuk pemikiranku untuk ‘berjuang’
bagi Jakarta lewat apapun yang bisa aku lakukan.
Dan ketika aku sakit ini, aku lebih bisa
berkata2 banyak lewat puluhan tulisan untuk mencoba ‘memperbaiki’
konsep pembangunan fisik Jakarta, salah satunya tentang banjir.
Dari konsep2 dalam menangani banjir
kota, kesaksian2 yang aku alami selama (pernah) rumahku terendam banjir
se-pangkal paha lebih dari 1 minggu, sampai keinginanku untuk
menciptakan ‘Jakarta Baru’ bersama dengan tim Jokowi-Ahok dan semua
warga Jakarta.
***
Tentang banjir. Berulang kali bahkan puluhan kali aku menulis tentang
banjir. Bahwa jika kita dalam kepungan banjir, sepertinya semuanya ingin
melakukan apa saja untuk bisa kelur dari masalah tersebut. Tetapi
ketika musim berganti dan banjir sudah selesai serta cuaca sudah terang
benderang, kita semua LUPA (atau ‘melupakan’ diri?) untuk tahun depan
tidak kebanjiran lagi… dan pada akhirnya, musim banjir datang lagi dan
Jakarta terkepung banjir lagi, dan itu terus terjadi sejak dahulu.
Aku mencintai Jakarta, dengan berbagai
masalahnya. Aku dilahirkan di Jakarta dan sepertinya enggan pindah ke
lain kota. Walau kemanapun aku mau berpindah, aku bisa lakukan, tetapi
itulah kecintaanku tentang Jakarta.
Tetapi jujur, aku juga harus mengatakan
bahwa Jakarta benar2 ‘bobrok’ dalam arti yang sebenar2nya. Khususnya
secara fisik kota, dimana aku hanya menerti secara fisik. Untuk
non-fisik, aku tidak akan ‘mencampuri’ permasalahan mereka. Sejak secara
fisik papa almarhum pensiun tahun 1995 yang lalu, berangsur Jakarta
‘menimbun’ permasalahan-permasalahan yang semakin lama semakin
menggunung, khususnya tentang banjir. Coba lihat artikel2ku tentang
banjir di bawah artikel ini.
Banjir di Jakarta beberapa tahun belakangnan ini, mmang salah satunya adalah CURAH HUJAN yang luar biasa tingginya. Itu adalah ‘force majour’,
tidak disangaka-sangka dan tidak ada yang bisa menangkalnya. Itu adalah
Kuasa Tuhan. Dan kita manusia tidak akan bisa menghalaunya. Bahkan
‘modifikasi cuaca’ pun, aku sangat yakin akan menuai akibatnya. Karena
menurutku, alam akan melakukan semuanya jika ‘diganggu’.
Artinya, alam
adalah karya Tuhan. Ketika Tuhan sudah menciptakan alan dengan luar
biasa baiknya, dan manusia semena-mena merusak alam, maka alam akan
‘menunaikan’ kegiatannya sesuai dengan kuasa Tuhan.
Permasalahan alam yang mengakibatkan banjir dimana2 adalah:
1. Kegiatan manusia yang semena-mena, salah satunya mengakibatkan ‘global warming’.
Salah satunya, lewat alat-alat buatan
manusia sehingga lapisan atas planet bumi terkikis, sehingga panas dari
matahari menembus bumi lama kelamaan tidak bisa terseleksi lagi.
Ditambah lagi dengan penggundulan hutan terus menerus.
2. Penggundulan hutan yang tidak dibarengi oleh reboisasi, dan penggundulan hutan illegal.
Penggundulan hutan illegal, dan Indonesia mencapai ‘prestasi’ di tempat
ke-2 di dunia! Astaga! Jika di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi atau
Papua, mungkin susah untuk dideteksi setiap saat, secara belum ada (atau
belum mau?) sistim untuk pengawasan disana. Tetapi bagaimana dengan di
Puncak dan sekitarnya?
Penggundulan hutan Puncak meng-atas-namakan
menaikan roda perekonomian disana dan untuk alasan kebutuhan kayu serta
perumahan rakyat. Coba lihat di Puncak Terus Menjadi Obyek Bisnis, Lalu Bagaimana dengan Hutan Lindung dan Banjir Jakarta?
3. Penyerapan untuk Jakarta, bagaimana?
Konsep penyerapan Jakarta adalah selatan
Jakarta, termasuk daerah Bogor-Puncak. Tetapi dengan dibangunnya
villa-villa di sana, penyerapan berubah menjadadi beton. Sehingga air
mengalir turun ke Jakarta. Lalu penyerapan Jakarta sendiri (yang
sedianya harusnya sekitar 20% sampai 25%) malah dibangun gedung2
(termasuk ruma-rumah atau ruko-ruko tanpa ijin) yang tidak sesuai dengan
ijin atau melanggar ijin.
Dan pada kenyataannya, RTH di Jakarta
sekarang hanya dibawah 10% saja.
4. Bagaimana dengan peremajaan sungai serta reklamasi Jakarta? Lalu
air terus mengalir dari
hulu (Bogor-Puncak) ke Jakarta menuju laut,
tetapi terhalang oleh reklamasi2 luas, sehingga air menggenangi Jakarta
karena sungai2 Jakarta tidak pernah diremajakan! Bahkan, terdengar bahwa
sungai-sungai tersebut tidak pernah dikeruk sudah lebih dari 20 tahun!
5. Sedimen2 dan sampah2 terus menumpuk di sungai, ditambah sungai menjadi ‘tempat pembuangan sampah terakhir’.
Pada artikelku terakhir (lihat link di
bawah artikel), dengan mata kepala sendiri aku melihat bahwa warga kota
membuang sampah material ke sungai! Ckckckck ........
6. Bahwa reklamasi di utara
Jakarta itu sah2 saja karena memang pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Bahkan di banyak negara, juga membangun reklamasi untuk penambahan
tempat warga kota. Tetapi, untuk membangun reklamasi dibutuhkan banyak
hal, salah satunya:
a. Sungai2 yang ’sehat’,
mengalir dengan baik dan selalu diremajakan dengan mengeruk dengan DAS
(daerah aliran sungai) yang sehat, TANPA pemukiman bantaran sungai.
b. RTH (ruang terbuka hijau) yang baik, sesuai dengan perhitungan dan konsep kota, sehingga air hujan bisa meresap sesuai dengan kebutuhannya.
c. Hutan mangrove yang sehat untuk tempat muara air sungai, sehingga air hujan tidak ‘mandek’ dengan hutan mangrove yang ’sakit’.
Tetapi jika rekalami dibangun dengan
tidak sesuai dengan (salah satunya) ketentuan-ketentuan di atas, alamat
reklamasi menjadi sebuah ‘batu sandungan’ bagi kota tersebut.
Jadi, bayangkan! Jika penyerapan dari hulu sudah tidak pada tempatnya, dan Bogor-Puncak sudah dipenuhi dengan
villa2 serta penggundulan hutan illegal menggila, lalu RTH di Jakarta
semakin sedikit dan sungai-sungai serta ’situ’ Jakarta tidak terus
diremajakan (menurutku setidaknya tiap tahun di musim kemarau) dan tidak
ada menambahakan atau peremajaan hutan mangrove serta pemukiman
bantaran sungai terus belum bisa di pindahkan, alamat Jakarta akan terus
TENGGELAM, dengan arti yang sebenar-benarnya.
***
Masalah banjir (khususnya Jakarta) tidak
melulu kesalahan pemerintah, pusat ataupun daerah. Kita semua juga
menjadi penyebab! Dengan membuang sampah sembarangan (ini adalah yang
termudah: JANGAN MEMBUAH SAMPAH SEMBARANGAN!), sudah menunjukan kepedulian tentang lingungan kita sendiri!
Berlanjut dengan keinginan diri sendiri untuk TIDAK EGOIS mementingan diri sendiri, salah satunya:
1. Mau mengikuti aturan-aturan untuk lingkungan lebih baik.
Misalnnya,
a. Mau dipindahkan ke rusun2 untuk pembebasan pemukiman bantaran sungai untuk membangun DAS yang baik
b. Tidak membangun rumah dan gedung
TANPA IJIN, atau melanggar ijin yang sudah ditentukan dengan alasan,
“Ah, sedikit saja koq untuk membangun kamar kecil” ….
c. Berusaha membongkar villa-villa
pribadi sendiri yang ada di Bogor-Puncak. Karena KDB ( Koofesien Dasar
Bangunan ) Bogor-Puncak hanya sekitar 10%-20% saja, sedangkan searang
bisa lebih dari 50%.
d. Dan sebagainya.
Sehingga dengan bantun seluruh warga
kota, Jakarta akan lebih baik. Walaupun Jakarta secara fisik memang
sudah ‘tenggelam’, tetapi lebih baik terlambat dari pada tidak sama
sekali, bukan?
Sekali lagi, alam akan
‘bersahabat’, jika manusia mau ‘bersahabat dengan alam’. Jangan pernah
saling menyalahkan, apalagi menyalahkan Tuhan dengan kata-kata TAKDIR,
karena BANJIR ini sepenuhnya (benar-benar sepenuhnya) adalah kesalahan
manusia sendiri, karena Tuhan tidak akan mencelakakan manusia, tetapi
Tuhan akan memberikan damai sejahtera, sesuai dengan kehendak NYA.
Link tentang Banjir Jakarta :
Beberapa ‘Predator’ Air!
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Jadi? Sampai Berapa Tahun, Jakarta Akan Terkepung Banjir?”
Posting Komentar