Kamis, 21 November 2013
“Tuhanku, adakah yang Lebih Buruk dari Ini ?”
Kamis, 21 November 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Sebelumnya :
Udara dingin, sedingin2nya menyeruak dan
menerpa tubuhku yang tidak berpakaian, hanya dipakaikan baju operasi
berwarna hijau, ketika asisten2 dokter serta suster2 yang akan membantu
untuk melahirkan anakku mendorong brankar tempat tidurku masuk dari
ruang persiapan operasi. Aku menggil kedinginan! Dingin!
Brrrrrrrr …..
Aku seakan masuk ke sebuah ruang
‘jagal’. Dingin, semua berdinding keramik putih. Orang2 disana waktu
itu, hanya diam berjalan mondar mandir, mungkin mempersiapkan untuk
operasi ku. Mereka meakai cadar dan penutup kepala, pun ku tidak
mengenali dokterku, kecuali karena Dr Eriyono sedikit gemuk, jadi aku
mengenalinya. Air mataku berhenti mengalir, tetapi tidak hatiku. Justru
waktu itu aku merasa,
“Inilah akhir hidupku …..”
Aku dipindahkan ke meja operasi dari
brankar tempat tidurku. Dari kasur, aku pindahkan ke meja operasi tanpa
kasur. Dingin! Meja operasi itu terbuat dari stainless steel, sebesar
satu tempat tidur tunggal, dengan daerah kedua tangan di tambah khusus
untuk tangan2ku terbuka lebar, tanpa batas …..
Tubuhku sekarang tanpa pakaian sama
sekali siap dioperasi, dengan AC yang luar biasa dingin! Aku diselimuti
dengan selimut operasi, juga berwarna hijau. Jantungku berdebar2.
Asisten2 dokter membuat seperti cadar, di atas perutku yang buncit.
Sehingga aku tidak akan melihat apa yang dokter2 itu lakukan untuk
‘menyembelih’ perutku! Tuhanku …..
“Mereka mau apa ???”
Seingatku, ada beberapa dokter yang
terlibat untuk mengeluarkan bayiku. Dr Eriyono, dokter kanduunganku.
Dokter anastesi. Dokter anak. Dokter penyakit dalam karena komplikasi
penyakitku, hipertensi. Beberapa asisten dokter dan suster yang
membantu. Dua orang pendeta di sisi kanan dan kiriku. Asisten dokter
anastesi yang akan membiusku, meminta kedua tangan dan lenganku unyuk
lurus dan mengikat kedua tanganku dengan gasper kecil. Katanya, supaya
aku terus tenang jika aku down dan tanganku bisa meraih apa saja dan
bisa mengganggu jalannya operasi …..
Jantungku bertambah berdegub. Aku bisa down?? Duh ….. aku bertambah gelisah. Apa yang akan mereka lakukan terhadap kandunganku ?
Aku bertambah kedinginan karena taganku
harus diluruskan selurus2nya, dan di ikat erat. Punggungku terus
kedinginan karena meja operasi yang dari material stainless steel.
Suster melihat aku bergetar kedinginan dan ketakutan, dia mengambilkan
selimut yang lebih tebal untuk menutupi tubuhku bagian atas dari atas
perut. Tangan dan kakiku sangat dingin …..
“Masih lamakah?? Aku tidak tahan! Kedinginan dan ketakutan!”
Tetapi aku sadar, jika aku down dan stres, tekanan darahku akan naik dan kemungkinan besar bermasalah dan tidak jadi di operasi.
Dokter anastesi itu mendekat padaku.
Sepertinya dia tersenyum kepadaku, walau aku tidak melihat senyumannya
karena tertutup cadar. Dia minta aku tenang, dan dia akan menyuntikkan
obat bius. Dia mengatakan, bahwa operasi ini aku tidak dibius total,
tetapi aku hanya dibius lokal!
“What ??? Aku hanya di bius lokal ??? Untuk mengeluarkan anakku, aku hanya di bius lokal ???
Astagaaaaa …….”
Aku semakin ketakutan! How come ??
Kata dokter itu, bahwa ( waktu itu tahun
1999 ), ada sistim bius baru. Bius lokal, dan memang kondisi dan
keadaanku, aku harus terus sadar, sambil dokter2 mengeluarkan bayiku.
Lalu, bagaimana? Bagaimana ?? BAGAIMANA ??? Aku takut …… Tuhan …… aku
takut ……
Air mataku membanjir lagi. Doaku sudah
tidak mampu mmembendung ketakutanku. Aku sudah terus berdoa, sampai aku
tidak tahu lagi, apa yang aku bisa katakan kepada Tuhan dalam doaku! Aku
hanya berdoa sambil terus menangis ….. doa dan mennagis ….. doa dan
menangis …..
Dan doa ku itu juga hanya bisa menyebut nama Tuhan atau
Yesus saja …… jika aku ingat, aku hanya bisa menyebut Doa Bapa Kami saja
….. Ya Tuhan …… emosiku memuncak dan aku stres sekali ……
Aku di dudukkan di atas meja operasi.
Dengan perut besar membuncit, aku diminta untuk membungkuk, seperti aku
mau mencium lutuku jika sedang olah raga. Duh, perutku sakit sekali ….
perutku terus mengeras, seakan bayiku mendesak mau keluar! Sakit sekali!
Rasa sakit itu terus menderaku ….. terus dan terus …..
Tuhanku …..
Kata dokter, obat bius itu disuntikkan
di sela2 tulang punggungku, dan terus mengalirkan bius itu ke arah perut
bagian bawahku sampai ujung kaki. Cepat sekali bius itu mengalir. Dalam
beberapa detik saja, aku tidak merasakan apa2 lagi dari ulu hatiku
sampai ujung kakiku. Tubuh bagian bawahku ‘dilumpuhkan’ untuk
mengeluarkan bayiku dari dalam rahimku …..
Aku tetap menangis karena sama sekali
aku tidak mendukanya. Bukan hanya karena ketakutan tentang kemungkinan
besar aku tidak bisa tertolong lagi, tetapi sekarang bahkan lebih dasyat
lagi! Tubuh bawahku dilumpuhkan. Aku stres membayangkan perutku di
iris, di buka dan di ‘obok-obok’ untuk mengeluarkan bayiku. Lalu perutku
di jahit lagi. Aku membayangkan ketika aku SMA, mengoperasi seekor
burung dara dalam tugas Biologi. Bahkan dulu pun aku sampai mengais
karena tidak tahan melihat burung dara itu ……
Tetapi justru perut aku sendiri yang
akan diiris, di ‘obok-obok’ dan di jahit lagi! Dan apakah tubuh bagian
bawahku bisa normal lagi? Aku tidak tahu apakah aku harus percaya?
Bagaimana? Otakku menjadi buntu ……
“Ya Tuhan …… apakah yang lebih buruk lagi dari ini, Tuhanku ?????”
Aku terus menangis …..
Dari buku ke-3 : “Ketika Tuhan Masih Memberikan Aku Hidup”
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to ““Tuhanku, adakah yang Lebih Buruk dari Ini ?””
Posting Komentar