Jumat, 08 November 2013
Aku Sendirian dalam Kesakitan dan Ketakutan
Jumat, 08 November 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Sebelumnya :
Myoma’ Itu Merebut Makanan Untuk Janinku …..
Tanggal 26 Agustus 1999, kandunganku
baru berumur 7 bukan lebih sedikit. Sebenarnya dokterku masih berusaha
untuk mempertahankan kandunganku ini, sampai bayiku itu benar2 siap
untuk dilahirkan, 9 bulan 10 hari. Apalagi dengan bayiku yang mengalami
’stres’ karena berebut dengan tumor tentang tempat dan makanan,
seharusnya bayiku ini harus lebih berusaha untuk ‘menyempurnakan’
dirinya sendiri, sebelum dilahirkan.
Tetapi ternyata Tuhan berkehendak lain.
Tubuhku tidak bisa menerima segala macam vitamin dan obat2an lewat
infus, untuk memantau tumor yang semakin hari semakin ‘menyerang’
bayiku. Sehingga, akhirnya Dr Eriyono memutuskan bahwa aku harus segera
melahirkan bayiku, yang ternyata sudah berbobot lebih dari 1,5 kg. Ya,
kata dokterku, jika bayi itu berbobot diatas 1,5 kg, kemungkinan besar
bayi itu akan survive berada di dunia, dibandin baru berbobot kurang
dari 1,5 kg. Pun semuanya bermuara kepada Tuhaan saja ……
Sebenarnya, aku tiak yakin dengan bayiku
untuk bisa survive. Tetapi, aku tetap berserah kepada NYA, apakah bayi
itu akan survive atau kembali pada Yesus? Pikiranku kacau, sangat kacau.
Tubuhku, tangan dan kakiku sampai semua lengan dan pahaku, biru2
kehitaman karena hasil tusukan infus yang berpindah2. Dan tubuhku
bengkak2, sehingga sungguh, aku tidak hanya seperti seorang perempuan
hamil saja, tetapi juga aku seperti seorang perempuan hamil dengan
bentuk tubuh bulat, bundar seperti gajah …..
Aku tidak peduli! Yang penting, bayiku
selamat dari serangan tumor! Bayiku itu kan da di rahimku, di dalam
tubuhku, tetapi aku tidak dapat memeluknya! Aku tidak dapat
menyentuhnya! Bayi itu mungkin berteriak2 kesakitkan dan meraung2 ingin
aku peluk, untuk menentramkan hatinya. Untuk menghilangkan sakitnya.
Tetapi …… aku tudak bisaa memeluknya! Aku tidak bisa membelainya! Bahkan
aku tidak bisa menyentuhnya! Ya Tuhan ….. ibu macam mama, aku ???
Sekitar jam 8.00 pagi, Dr Eriyono masuk
dalam kamarku, siap dengan baju operasinya, dan wajahnya tersenyum.
Senyum Dr Eriyono memang sangat kebapakan, senyum itu sama dengan senyum
papa. Senyum yang bisa selalu membuat aku nyaman dan aman …..
Walau hanya sekejab, Dr Eriyono minta
untuk kami berdoa sebelum aku di dorong ke ruang operasi. Dan tanganku
dipegang oleh Pendetaku, serta Pendeta rumah sakit. Papa, mama dan
suamiku juga bersama mendoakanku. Sedangkan Dennis didudukan di
ssebelahku, diatas brankar tempat tidurku yang siap untuk di bawa ke
ruang operasi.
Air mataku merebak, ketika aku ingat
bahwa hidupku kemungkinan adalah 50%. Juga bayiku. Waktu itu, tidak ada
yang tahu tentang kondisiku. Begitu juga orang tuaku dan suamiku.
Sepertinyya, Dr Eriyono tidak ingin membuat suasana ini menjadi rusak
yang hanya akan membuat aku stres. Keluargaku banyak tersenyum. Walau
mereka tahu kondisiku, melahirkan dengan prematur 7 bulan dengan resiko2
yang ada, tetapi mereka tudak tahu bahwa kemungkinan besar aku bisa
hidup lagi hanya 50%! Ya Tuhan …..
Siapakah yang bisa mengerti hatiku,
waktu itu? Jika pun aku bercerita dengan orang tuaku atau dengan
suamipun, apakah mereka mengerti? Bahwa kemungkinan besar, atau hanya
50% aku tidak hidup lagi? Sementara mereka berharap cemas dengan
operasi Caesar ini untuk melahirkan bayi dengan senyum dan tawa. Apakah
aku tega merusaknya?
Papaku yang sejak dulu sangat dekat denganku,
menatapku dengan kasihnya, sehingga aku bertambah sedih melihat wajahnya
yang ramah dan penuh kasih. Aku menangis terus ….. mungkin mereka hanya
melihat aku karena ketakutan. Tuhanku ….. aku melihat semua keluargaku,
mungkin itu untuk terakhir kalinya, jika Tuhan berkehendak aku tinggal
di rumah Bapa.
Aku memeluk Dennis, yang duduk di sampingku. Dennis
tertawa2 memelukku. Tidak tampak kesedihan di wajah semua keluargaku.
Juga Dennis. Apakah aku tega ?? Walau mungkin aku tidak bisa bertemu
lagi di dunia?
Aku terus menangis ….. mataku terus
mengalirkan air mata …… dan Dr Eriyono memerintahkan asistennya untuk
mendorong brngkar tempat tidurku menuju ke ruang operasi. Keluargku
mengikuti ku. Papaku memegang tanganku, sambil berjalan memgikutiku.
Dennis di gendong suamiku dan mamaku juga memegang tanganku yang lain,
sambil juga mengikutiku.
Pendeta juga mengikutiku, dan ada beberapa
orang keluargaku yang ingin menungguiku. Semua terlihat tersenyum penuh
harapan … Aku pun mempunyai harapan yang sangat tinggi dengan kelahiran
bayiku, tetapi ‘terganjal’ dengan kemungkinan2 dan resiko2nya yang aku
harus ambil …… Tuhanku ….. Tuhanku …..
***
Di depan ruang operasi, Dr Eriyono
berhenti dan berjalan masuk seorang diri. Aku masih tetap ada di luar
ruang operasi. Aku tetap menangis, kupandangi satu demi satu wajah
keluargaku. Hatiku teriris sedih ….. Aku minta dicium oleh mereka.
Orang2 yang mengasihiku dan yang aku kasihi ….. Dan Dennisku yang
tampan, terus berceloteh riang …..
Beberapa menit kemudian, Dr eriyono
keluar lagi untuk menjemputku masuk, dan semua melambaikan tangannya
kepadaku dengan doa dan ucapan syukur. Senyum mereka membuat hatiku
trenyuh sehingga membuat aku sangat tertekan ….. tangisku terus
berlanjut …… kupikir, pun jika aku segera mati karena memang sudah
sesuai dengan kemungkinan2 itu, aku pasrah …..
“Ya, Tuhan …… kupasrahkan semuaya
kepada MU. Aku siap jika ENGKAU menjemputku ….. tetapi jika aku boleh
memilih, tolong selamatkan nyawa bayiku, untuk bisa bersama dengan
Dennis dan keluargaku ….. Tuhanku, aku siap …..”
Setelah semua lenyap, setelah wajah2
keluargaku lenyap dari dalam ruang operasi, aku menangis tergugu. Aku
tetap manusia biasa. Sekarang, aku ketakutan. Aku kesakitan dan aku
sendirian ….. aku sendiri, ketika aku masih berada di ruang persiapan
operasi dan Dr Eriyono sert asisten2nya, menghilang ke dalam ruang
operasi ….. aku hanya sendirian ….. dan tangisku pecah membahana ……
Tuhanku ….. Tuhanku ….. Tolong aku …….
Dari buku ke-3 : “Ketika Tuhan Masih Memberikan Aku Hidup”
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Aku Sendirian dalam Kesakitan dan Ketakutan”
Posting Komentar