Kamis, 10 Oktober 2013

‘Brussel in [Piano] Love’



By Christie Damayanti

1381386598563946791
footage.shutterstock.com

Tiba2 saja aku ingin bermain piano. Tapi dimana? Aku sedang berada di Brussel, Belgia untuk menjalankan tugas kerja. Ah ….. ‘ngawur’ saja!  Bermain piano dimana? Aku tersenyum sambil menggeleng2kan kepalaku, untuk mengusir keinginan2ku yang sering ‘aneh2′ …..

Aku baru bangun tidur. Jam meja di hotelku tempat aku tinggal sudah sekitar 5 hari itu menunjukkan jam 5.00 pagi waktu setempat. Masih pagi sekali, aku turun dari tempat tidur, menyikat gigi dan sedikit membasuh wajahku. Udara sangat dingin, padahal heater kamarku sudah aku atur untuk temperatur cukup hangat. Aku merapatkan mantelku, padahal aku sudah menghangatkan badanku dengan kaos tebal, dan pullover, ditambah mantel besarku.

Aku tidak bisa tidur lagi. Kedinginan. Lalu aku menyalakan televisi untuk sekedar membuang waktu dan ada ‘teman’. Kunyalakan pemasak air dan kuseduh teh panas. Tanganku agak mengerut karena kedinginan. Nahkan sering tubuhku menggigil. Sambil bernyanyi2, aku lakukan hal2 yang selalu aku lakukan jika bangun pagi seperti ini, sebelum aku membereskan berkas2 untuk aku bawa ke tempat2 survey.

Jam 6.00 pagi, tubuhku lebh baik, tidak kedinginan. Sehingga aku bisa membuka manter, pullover serta kaos tebah untuk tidurku, dan menggantinya dengan baju lebih resmi untuk bekerja. Hiiii ….. ternyata ketika tubuhku terbuka, serangan dingin menjadi2 sehingga aku cepat2 memakai baju resmiku. 

Aku memakai kaos hitam sediki resmi, ditambah blazer dengan penutup berbahan rajutan berwarna abu2 kehijauan tua untuk membuat tubuhku lebih hangat dan nyaman. Setelah itu, jika aku keluar bangunan, tubuhku aku tutup dengan mantel panjang berbahan tebal bermotif kulit ular berwarna kehijauan. 3 baju tebal, membuat aku agak kepayahan karena cukup berat. Tetapi jika tidak, aku pasti kedinginan. Jadi, mau pilih yang mana?

Setelah sedikit berdandan ( untukku berdandan itu bukan merias wajah, tetapi merawat tubuh untuk aku tidak terserang kulit kering dan mulut pecah2. Untuk itu aku banyak memakai ‘body lotion’ pada kulitku supaya tidak kering dan memoleskan sering2, ‘lipgloss’ supaya bibirku tidak pecah2 ), aku turun dari kamarku untuk makan pagi.

Hotelku di Brussel cukup mahal, sesuai dengan pengundangku untuk melakukan sedikit survey ke beberapa pabrik yang memproduksi beberapa jenis ‘parqhuette’ ( parket = lantai kayu ) untuk dipakai di beberapa proyek2ku. Sebuah hotel bintang 5. Sebenarnya, aku lebih suka tinggal di hotel2 kecil tetapi lebih nyaman dengan keakraban pemilik atau penjaga hotel, dibandingkan di hotel2 besar yang mewah tetapi aku tidak merasa ‘homy’.

Ah, sudahlah ….. toh aku tidak mengeluarkan uang, kan? Hehehe …..

Aku berjingkat turun dari lantai 5. Malas naik lift sembari aku menghangatkan badan, aku berjalan kaki melewati tangga. Sehingga di lantai dasar, tubuhku sediki berpeluh karena aku membawa tubuh kecil dengan 3 baju tebal. Nafasku sedikit terengah, dan aku mencari tempat duduk sebelum masuk ke restauaran tampat makan pagiku.

Sambil mengatur nafas, aku melepas mantel besar kulit ularku, yang aku beli di Paris, setahun sebelum waktu itu. Sambil celingak celinguk, seotang petugas hotel menawarkan teh hangat untukku, ketika mungkin dia melihat aku kecapekan turun dengan tangga. Aku tersenyum kepadanya, dan menganggukkan kepalaku. Jadi, ada alasan aku duduk lebih lama disana, sebelum makan pagi. Karena kursi ini jelas2 ditempat yang strategis untuk banyak orang bisa memperhatikanku! Hehehe … bukan narsis, tetapi karena aku benar2 kecapekan!

Setelah teh ku abis, aku meletakkan cangkir cantik khas Brussel ke meja di depanku, dan aku pamit kepada petugas yang melayaniku untuk ke restauran. Tetapi aku belum mau makan, sehingga aku sempatkan berputar2 di area lobby sambil memotret sebagai referensiku. Sebuah hotel bintang 5, modern, tetapi berbaur dengan kekhasan klasik Belgia. Cantik! Beberapa furniturenya berpadu dengan alam, kayu2 gelondongan. Dan lantainya bermotif Corintian.

Hotel itu cukup besar. Area lobby pun sangat menarik dengan beberapa ‘drugstore’ dan toko2 souvenir. Aku melangkah maju lebih jauh lagi. Ada ruangan besar, yang ternyata menjadi fokus dari lobby ini. Ternyata, ruang ini seperti sebuah ‘teater’. Bukan. Bukan teater, tetapi kata petugas biasanya tempat itu untuk bermusik. Bisa band modern, atau concerto klasik. Dan begitu aku masuk, ternyata ada sebuah P I A N O! Ya ampunnnnn ……. mimpiku tadi pagi akan menjadi kenyataan! Hmmmmm …… hmmmmm ………

Waaawwww …… ‘baby grand piano!’ Sebuah ‘baby grand piano’ dengan pembungkus kayu! Cantik sekali! Sungguh, sangat cantik!

13813866711052053398
13813867481755278817
Dengan penuh perasaan, aku bermain dengan baby grand piano berkulitkan kayu, luar biasa!

Dulu, aku ingin sekali mempunyai grand piano. Ketika papa membelikan piano pertama kali untuk aku belajar tahun 1976 ( aku baru kelas 1 SD ), papa membeli piano yang terbesar ( type U1 ), tetapi bukan grand piano karena tidak ada tempat di rumah orang tuaku. Tetapi aku pernah mengimpikan untuk membeli grand piano jika aku mempunyai rumah sendiri. 

Ternyata, mimpi itupun batal, karena rumahku lebih kecil dari rumah orang tuaku, dan karena juga harga grand piano berharga sama dengan semua mobil ……

Mataku berbinar! Aku berjalan menuju piano cantik itu. Rasa laparku menguap sudah! Tanganku sudah gatal untuk memainkannya! Ya Tuhan! Aku bisa bermain piano dengan baby grand piano cantik, di sebuah hotel bintang 5 di Brussel! Bahkan mimpi itu tidak sebagus dan secepat ini! Ini adalah kenyataan! Dan mimpiku benar2 terwujud, dengan cepat dan lebih bagus! Tuhan menuntunku dalam sebuah rencana Tuhan, yang aku tidak mengerti apa yang DIA mau aku perbuat ……

Petugas hotel yang melayaniku mengambilkan secangkir teh hangat itupun menghampiriku. Dengan kata2nya yang khas ‘european’, dia bertanya apakah aku ingin memainkan piano itu? Mataku berbinar menjawabnya, “Ya, aku mau main piano!” dan aku mengarahkan jempol kananku untuk mengucapkan terima kasihku padanya ketika dia menarik kursi piano itu dan menyilahkan aku duduk. Hmmmmm, tanganku sudah tidak sabar lagi! Pikiranku sudah terfokus dengan partitur2 lagu2 yang akan aku mainkan!

***

Hari itu masih cukup pagi. Jam 7.00 bukan untuk bekerja, apalagi di Brussel. Walau hotel ini buka 24 jam dan masih cukup pagi, tetap ada beberapa pengunjung keluar masuk Ada hanya duduk2 atau ‘ngopi di cafe hotel. Aku cuek saja, dan langsung membuka tutup piano itu, melihat tuts dalam 8 oktaf, dan tanganku sudah siap untuk memencet tuts pertama.

Udara memang dingin dan tanganku tetap terus dingin. Apalagi sarung taganku, aku buka untuk bermain piano, ssehingga aku agak gugup ketika menyadari suatu saat dalam memainkan lagu, tiba2 tanganku agak kaku dengan bergetar karena dingin. Tetapi …… ah, tunggu apa lagi? Masa bodohlah ….. mimpi itu sudah tergenggam dan terjelma, masakan aku melepaskannya??

Lalu pertama yang sangat aku sukai dari Richard Claiderman, ‘Nostalgy’. Dengan penuh perasaan, aku menutup mataku sambil menekan2 tuts piano ini, terus berulang2. Semakin lama semakin syahdu, yang mungkin suara piano itu mengalir ke semua penjuru area lobby, sehingga banyak orang dan pegawai2 disana memperhatikanku ….. sampai aku berhenti setelah aku mengulangnya 5x, dan mereka bertepuk tangan! Hehehe ……

Semakin percaya dirilah aku, sehingga aku memainkan belasan lalu sekitar hampir 1 jam. ‘Lettre a Ma Merre’, adalah lagu kedua, bersambung dengan ‘Lyphart Melody’, ‘La Trendesse’, ‘Balade Pour Adeline’ dan ‘Married de Amor’ dan beberapa lagu dari komponis yang sama. Setelah itu, berganti dengan komponis Beethoven dengan ‘Fur Elise’, Bach dengan ‘Minuet 6′ serta lagu modern ‘Hawaiian Wedding Song’. Terus berganti2 lagu, sampai jari2ku lelah bermain.

Astaga! Ternyata memang sudah cukup lama aku bermain piano, sehingga aku menyudahi permainanku. Mereka terus bertepuk tangan sampai aku menjadi malu. Hanya iseng2 bermimpi bermain piano, berlanjut manajer hotel itu meminta aku untuk memainkannya setiap pagi sebelum aku pergi …… Heh??? Wwwaaaaawww …….

Aku hanya tertawa menanggapi manager itu, aku katakan bahwa aku hanya tinggal 2 hari lagi di hotel itu dan tidak ada banyak waktu untuk bermain piano. Dan dia mengerti, sambil menemaniku ke resto untuk sarapan.

Aaaahhhh ….. jika kita merasakan betapa senangnya kita bisa menekuni hobi kita, dan bilamana hobi kita itu di apresiasikan oleh banyak orang, tidak terbayangkan kepuasan yang ada di hati kita. Begitu juga aku! Dadaku berbunga oleh kebanggaan dan oleh kebahagiaan, bahwa perwujudan mimpiku merupakan perwujudan kasih Tuhan untukku …..

“Lyphard Melody” - Richard Clayderman

Tags:

0 Responses to “‘Brussel in [Piano] Love’”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks