Jumat, 21 Juni 2013
‘Hysterecktomy’ Merupakan Pilihanku dengan Semua Resikonya!
Jumat, 21 Juni 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Sebelum aku menikah, seperti perempuan2
normal yang lain, aku tidak memeriksakan rahimku. Untuk apa? Toh aku
belum membutuhkan rahim, karena aku memang belum menikah. Tetapi ketika
menikah dan ada 2 buah myoma besar menempel di rahimku serta ternyata
mengganggu janinku, dokter Eriyono selalu mengingatkan aku untuk
menjalani test ‘papsmear’, sebuah test untuk mengetahui tentang adanya
gejala2 kanker. Kata dokter, paling tidak aku harus menjalani ‘papsmear’
paling tidak 6 bulan sekali. Dan aku mematuhinya …..
Hasilnya memang negatif, bahwa kanker
yang ada di rahimku berasal dari sebuah myoma yang bertumbuh menjadi
ganas. Aku tidak tahu ( mungkin aku lupa ), mengapa terjadi demikian.
Dan aku harus menjalaninya, bukan?
Dari referensi yang aku baca, adanya
kanker di rahim salah satu penyebabnya adanya perubahan2 pada tubuh
wanita dalam menjalani proses kehamilan, persalinan serta kondisi nifas,
sehingga akan ada perubahan2 hormon, perubahan2 sel2 rahim serta banyak
perubahan karena ada bayi dalam rahim.
Aku ingat ketika kanker ada di rahimku.
Aku tidak merasakan kesakitan, kecuali ketika aku hamil dengan tumor itu
( yang belum berubah menjadi ganas ) merebut makanan untuk janinku. Aku
sangat merasa sehat, dan tidak ada keluhan, kecuali tentang menstruasi
yang tidak jelas waktunya serta sering keputihan. Bahkan jika keputihan,
aku akan sedikit kesakitan dan dokter akan memberikan obat keras. Hanya
1 tablet dan keputihan itu sembuh. Sebuah tablet yang luar biasa mahal,
pada waktu itu ….. ( aku tidak ingat nama obat itu ).
Dr Eriyono juga sering memintaku untuk
check organ2 reproduksiku, walau aku tidak sedang hamil. Dia sering
mengambil contoh sel di leher rahimku untuk pemeriksaan ‘papsmear’.
Dokter juga sering memberiku vitamin dan obat2an ketika aku menjalani
terapi Diathermi untuk ‘menghanguskan’ myoma ku ( yang belum disebut
kanker ), sampai aku hamil lagi. Dr Eriyono memang sangat peduli dengan
keadaanku, ketika pertama kali aku datang ke ruang dokter ini,
memeriksakan tentang kehamilanku yang datanya aku dapatkan dari
‘test-pack’.
Pada kenyataannya, ada sebuah kanker
ganas yang menggerogoti rahimku, sehingga harus dibuang. Itu setelah aku
melahirkan 2 anakku, yang waktu itu benar2 membuat aku diambang
kematian. Tetapi semuanya tidaklah mudah.
Masalah dengan fisik serta
psikis, pun mampu membuat aku sangat terpuruk. Tidak gampang untuk
menetralkan perasaanku sampai aku bisa dengan benar untuk memutuskan apa
yang terbaik untukku. Aku hanya sendirian. Bahkan suamiku pun aku tidak
libatkan untuk memutuskan masa depan hidupku. Karena aku sempat
percaya, ada andil dengan suamiku dengan adanya permasalahan alat2
reproduksiku.
Belum lagi ketika dokter mengatakan
bahwa kemungkinan kanker ini sudah menyebar ke organ2 lain, terutama ke
kelenjar getah bening, yang dapat membuat aku mengalami menopause dini.
Tahun 2003, aku baru berumur 34 tahun. Padahal untuk menopause,
perempuan biasanya berada di umur 60 tahun ke atas.
Sehingga itu juga
menambah keterpurukkanku. Bukan arena ‘takut tua’, tetapi lebih kepada ‘apakah aku akan bisa melayani suamiku lagi dan melayani anak2ku untuk masa depan keluarga kecil ini?’
Jika aku menopause dini, aku akan
berpenampilan seperti nenek2 dan keriput, serta tidak mampu lagi untuk
berjuang demi masa depan, karena fisiknya menjadi lemah.
Belum lagi tentang adanya ‘kehilangan’
kecantikan sebagai perempuan muda, rambut rontok, gigi tanggal, daging
menciut, yang kemungkinan menjadikan rumah tanggaku berantakan. Karena,
bisakah suamiku bertahan dengan keadaanku jika sampai seperti itu?
Artinya, kemungkinan jika aku selamat dalam operasi pengangkatan rahim
dan kanker ( hysterecktomy ), aku pun akan mengalami ‘kematianku’ jika
rumah tanggaku hancur ……
Keadaanku yang menderita kanker rahim,
membuat dokter2 memutuskan untuk mengambil kanker ku, termasuk
pengangkatan rahimku, untuk menyelamatkan jiwaku, walau itupun bukan
merupakan solusi yang pasti.
Seingatku, dokter menjabarkan beberapa kemungkinan tentang pengangkatan rahimku :
1. Hysterecktomy total, dengan
mengangkat rahim dan leher rahim ( serviks ), tanpa ovarium dan tuba
falopi ( saluran antara rahim dam ovarium )
2. Hysterecktomy sub-total, mengangkat rahim saja, leher rahim, ovarium dan tuba falopi tetap dibiarkan.
3. Hysterecktomy total dan salpingo-oporektomi biteral, mengangkat rahim, leher rahim, ovarium dan tuba falopi.
Jika rahimku diangkat total walau
menyisakan ovarium serta tuba falopi, aku tidak akan menstruasi lagi.
Tetapi jika masih ada beberapa jaringan tertentu, kemungkinan besar aku
masih mengalami menstruasi.
Kata Dr Eriyono, akan dapat di pastikan
jika aku sudah dbedah, apalagi jika mereka mendapatkan kanker itu sudah
menyebar ke organ2 lainnya. Alhasil, semuanya akan tergantung dengan
pembedahan yang akan segera dilakukan oleh dokter2 itu.
Operasi hysterecktomy adalah prosedur
yang aman, sesuai referensi yang aku baca, walau pasti mempunyai resiko
komplikasi. Kemungkinannya adlah komplikasi pendarahan dan penggumpalan
darah ( hemorrgage ) serta infeksi abnormal.
Setelah pengangkatan rahim pun,
kemungkinan besar aku akan mengalami penurunan kualitas untuk
berhubungan suami istri. Itupun yang juga aku pikirkan, untuk ‘menjaga’
suamiku. Bukan hanya karena memang organ rahim adalah yang mensupply
untuk hormonal, tetapi juga karena operasinya sendiri.
Sehingga jika
perempuan mengalami operasi pengangkatan rahim, semuanya harus
dipikirkan masak2 untuk resiko2 yang akan terjadi …..
***
Tidak gampang untuk memutuskan
pengangkatan rahim, jika memang untuk menyelamatkan jiwaku karena kanker
itu terus menggerogoti tubuhku. Waktu itu banyak sekali yang aku
pikirkan. Tetapi ketika dokter mangatakan bahwa pengangkatan rahimku
adalah untuk menyelamatkan jiwaku, aku langsung setuju. Karena buat apa
aku berkeluh kesah jika aku menopause dini atau tidak bisa behubungan
lagi denan suamiku, jika pada kenyataannya, nyawa dan jiwaku aku
pertaruhkan?
Aku mau hidup 1000 tahun lagi untuk menemani anak2ku tumbuh
dan bahagia untuk masa depan mereka …..
Tuhanku ….. segalanya aku serahkan ke dalam tangan MU …..
Catatan :
Bagian dari buku “Ketika Tuhan Masih Memberi Aku Hidup” - Launching Buku-ku ke-3 : “Ketika Tuhan Masih Memberikan Aku Hidup”, Kesaksian Sebagai Cancer Survivor
Tags: Kesehatan , Medis
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “‘Hysterecktomy’ Merupakan Pilihanku dengan Semua Resikonya!”
Posting Komentar