Selasa, 28 Mei 2013
Aku, [Gudeg] Yu Djum dan Yogyakarta
Selasa, 28 Mei 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Yogya?
Wah, itu kota tercinta untukku.
Dari aku memang berasal dari sana ( silsilahku dari Panembahan Senopati
), semua nenek moyang papa disana dan eyang menjadi Pendeta disana dan
masih memiliki rumah keluarga disana …..
Jadi? Ke Yogya? Hatiku berbunga2 ketika
IDKita Kompasiana sosialisasi ‘Internet Sehat dan Aman’ disana bersama
Kominfo minggu lalu. Terbayang Yogya, terbayang papa … Walau terbersit
kesedihan ketika aku sadar kalau papa sudah tidak ada. Papa sudah
berada di Rumah Tuhan. Tetapi tidak membiarkan kesedihan melandaku lama.
Sangat excited aku menunggu waktu kesana dan Yogya memang merupakan
kota cantik, kota penuh kenangan dan kota masa depan, paling tidak
untukku sebagai tujuan wisata terdekat dari Jakarta …..
Hari pertama jam makan siang setelah
check-in di hotel, aku langsung menunjukan tim kami untuk makan siang (
atau sore? Karena sudah sekitar jam 4 sore ) di Gudeg Yu Djum! Sebuah
kuliner tradisional kegemaranku! Jam berapapun, dengan siapapun dan
kapanpun aku pasti mengajak makan di Gudeg Yu Djum, yang di belakang UGM
jl Kaliurang, bukan di resto2 ‘Gudeg Yu Djum’ yang sebenarnya gudegnya
di kirim dari rumah aslinya, hasil tanya jawabku tahun lalu.
Jalan masuk ke rumah atau warungnya …..
Ini rumah Yu Djum. Ada etalase untuk melihat persiapan nasi gudeg jika untuk dibawa pulang.
Nasi gudeg murah meriah, enak dan yummy …..
Gudeg Yu Djum sangat terkenal. Di Yogya
ada 2 jenis gudeg. Gudeg basah ( yang ada di Jakarta dan kota2 yang lain
) dan gudeg kering ( hanya ada di Yogya, kalau aku tidak salah ). Dan
Gudeg Yu Djum merupakan gudeg kering dan …..
yummyyyyyyy sekaliiiiiii
…..
Aku pernah mengikuti cara meracik, cara memasak, sampai siap di
sajikan dan semuanya memang sangat luar biasa! Bahkan Yu Djum sendiri (
aku memanggilnya Mbah Jum ) masih aktif melakukan kegiatan untuk
gudegnya, walau dengan umurnya yang sudah renta …..
Gudeg yummy kegemaranku ….. hanya Gudeg Yu Djum, manis dan legit ……
Tahun 2011 Desember lalu, aku bertemu
dengan Yu Djum dan kami banyak mengobrol dengan keluargaku dan
keluarganya ( lihat tulisanku Gudeg Yu Jum, Yogyakarta : Tidak Ada yang Mengalahkan Makanan ‘Ter-enak’ di Dunia ….. ;)
) Dan Yu Djum sendiri waktu itu seharian duduk di lantai memotong2 daun
pisang untuk alas. Juga daun pisang itu untuk menutup gudeg dan
asesorisnya sebelum di tutup di kendil, di besek atau di dus karton.
Hari terakhir di Yogyakarta, siang itu
sebelum aku berangkat ke bandara, setelah kami makan dan teman2 sudah
duduk manis di mobil kami, aku minta tolong mba Vema untuk mengantarku
masuk kedalam, menemui Yu Djum, hanya sekedar menyapa. Excited! Aku juga
ingin tahu, apakah beliau masih ingat aku, Desember sekitar 1,5 tahun
lalu sempat ke rumahnya.
Aku menuju ruang tengah rumahnya, yang
memang dipakai sebagai ‘dapur umum’ untuk semua resto ‘Gudeg Yu Djum’.
Beliau sedang duduk santai di lantai ruang tengahnya, dikelilingi oleh
pegawai2nya untuk memotong2 daun pisang. Aku memegangnya dari belakang
karena aku ada di belakangnya, sambil berkata,
“Mbah Djum …..”
Lalu aku memeluknya dari belakang karena
aku kesulitan untuk memeluknya dari depan. Tanganku aku lingkarkan
melewati lehernya. Secara beliau sedang duduk manis, dan aku harus
memutar ruangan ini karena tertutup dengan railing beton ( maklum rumah
tua, dengan desain seadanya ). Mba Vema lah yang memutar untuk
mengabadikan kami dengan kamera ini. Aku mencium pipinya, dan beliau
memegang tangan kiriku. Dan aku bertanya,
“Apa kabar, Mbah Djum? Masih ingat saya ga, Mbah?”
Yu Djum menoloeh ke belakang, tersenyum padaku dan beliau menjawab dengan suaranya yang kecil dan lemah,
“Saya ingat …..”
Aku tidak tahu, apakah beliau benar2
ingat atau tidak, tetapi sambutan dan senyumnya yang simpatik, hatiku
percaya bahwa dia memang benar2 ingat, seorang perempuan kecil dan cacat
datang 2 tahun lalu, mengajak ngobrol sambil bercerita tentang gudeg
yang aku sangat gemari …..
Kami sedikit berbincang. Saling senyum,
saling membuka hati. Aku memang merasa dekat dengan Yu Djum setelah aku
menukai gudegnya, dan setelah aku menulis dan berbincang2 dengannya. Yu
Djum adalah potret eyang2ku. Seorang perempuan yang hatinya penuh kasih,
menyambutku. Tangannya yang keriput, mengusap2 tanganku sambil
bercerita. Persis dengan kedua eyang putriku dari papa dan mamaku.
Sayang, beliau2 sudah dipanggil Tuhan …..
Bincang2 kami memang tidak lama karena
kami harus melaju ke bandara. Padahal aku ingin sekali berceerita
tentang papa yang sudah di Rumah Bapa, secara hubunganku dengan kota ini
serta dengan Gudeg Yu Djum ini, sangat erat! Sebuah hubungan kasih,
atau apapun itu, antara hatiku, Yogyakarta serta Gudeg Yu Djum ……
Ya, Gudeg Yu Djum ini pertama kali aku
coba ketika aku masih sangat kecil. Aku ingat sekali rumah itu, masih
sama ketika aku disana sekitar tahun 1970-an. Aku masih kecil sekali,
dan papa ku lah yang memperkenalkan tempat ini dan gudeg ini. Waktu itu,
aku ingat sekali, Yu Djum masih muda, persis dengan foto2 yang di
sebarluaskan ke masyarakat umum. Pun itu tetap sebagai perempuan yang
sudah berumur, apalagi sekarang.
Mungin hanya sekitar 10 menit kami
berbincang, dan berfoto bersama. Setelah itu, kami pamit untuk pulang,
berharap segera jika aku ke Yogyakarta lagi, aku masih bisa bertemu
dengan Yu Djum …..
Tags: Catatan Harian , Sosok
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Aku, [Gudeg] Yu Djum dan Yogyakarta”
Posting Komentar