Rabu, 15 Mei 2013

Ada Apa dengan Waduk Pluit?



By Christie Damayanti


13685911251239534833
www.tempo.com

Waduk Pluit. 

Hmmmm ….. namanya saja sudah waduk. Yaitu sebuah danau buatan yang salah satu fungsinya adalah untuk menampung air. Waduk dalam sebuah konsep perkotaan, merupakan tempat penampungan air untuk memenuhi sebagian air bersih di kota tersebut. Jika kota itu besar, kemungkinan ada beberapa waduk, seperti di Jakarta. Ada Waduk Pluit, waduk Sunter dan sebagainya.

Jelaslah waduk2 dalam sebuah kota merupakan daerah atau tanah pemerintah ( kota ) yang semuanya untuk warga kota, BUKAN  untuk menjadi tempat pemukiman, apalagi di miliki oleh warga secara pribadi.

Disebuah konsep perkotaan, ‘urban designer’ atau planolog selalu mendesain secara zonning. Ada daerah pemukiman, ada daerah perdagangan, ada daerah rekreasi, juga ada daerah untuk pengairan serta sungai2 yang sengaja di desain untuk memenuhi kebutuhan warga perkotaan. 

Konsep perkotaan seperti itu merupakan standard dalam mendesain tata kota, dan semuanya tetap harus berada dalam tatanan kehidupan bernegara dengan segala permasalahannya, termasuk keuangan negara ( kota ), politik serta intrik2 yang ingin mencari keuntungan dengan ‘menjual’ tanah negara!

Aku tidak mau berpanjang lebar menulis yang tidak ada hubungannya dengan ‘jurusanku’. Walau biasanya, yang aku tuliskan adalah sebuaah idealisme perotaan untuk Jakarta dan tidak atau sedikit memperdulikan tentang dana rehabilitas atau percaturan politik. Aku hanya bisa dan ingin menulis yang berhubungan dengan ‘jurusanku’, yaitu ‘urban planner’ atau arsitek saja …..

Menurutku, Waduk Pluit merupakan tanah negara. Itu sudah jelas! Dan pemda DKI Jakarta yang akan mengelola dengan sebaik2nya waduk ini untuk kepentingan warga Jakarta! Konsep inilah yang harus dipegang teguh, baik pemda dan warga kota. Apalagi, konsep kota Jakarta itu sudah turun temurun. Artinya dengan waktu yang sudah 485 tahun, kota Jakarta sudah di desain oleh seseorang yang ( aku yakin ) sudah memikirkan tentang jangka panjang. 

Seperti  yang aku pelajari ketika aku belajar tentang konsep perkotaan, sebagai desainer perkotaan, segalanya harus dipikirkan matang2 untuk jangka panjang, sesuai dengan imu yang aku dapatkan.  

Bahwa dengan adanya Waduk Pluit, SEHARUSNYA, pemda Jakarta  sejak dulu harusnya sudah mengerti apa yang di harapkan oleh si desainer, BUKAN HANYA SEKARANG! Tetapi dari dulu!
Jujur, cerita tentang awal mula Waduk Pluit ini belum aku dapatkan. Tetapi konsep2 perkotaan, merupakan konsep dasar bagi kami, ‘urban plnner’. Sehingga aku bisa meyakini bahwa

1.       Warga Jakarta tidak boleh membangun di sekitar Waduk Pluit ini sampat batas yang diperbolehkan ( seharusnya ada datanya di pemda Dinas Tata Kota ) karena waduk ini harus dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin untuk semua warga, bukan untuk segelintir saja. Pada kenyataannya, Waduk Pluit yang awalnya memiliki luas 88 hektar dan kedalaman 10 meter, berkurang menjadi hanya seluas seitar 60 hektar saja. Artinya, kebutuhan warga Jakarta yang seharusnya tercukupi lewat Waduk Pluit ini, berkurang sekitar 20%. Dan pasti terus berkurang, jika warga terus membangun disana …..

2.       Sebaliknya, pemda DKI Jakarta dari dahulu seharusnya dengan tegas untuk terus memerintahkan aparatnya untuk terus membongkar pemukiman warga di sekitar waduk itu. Tetapi masalahnya, pemda tidak konsekwen untuk melakukannya, bahkan banyak oknum2 yang justru ‘menizinkan’ serta mengambil ‘pajak2′ atau pungli kepada wrga, sehingga warga merasa memiliki ’sebidang tanah’ untuk memdirikan pemukiman.


1368591175607659145
m.tribunnews.com
Coba lihat, bagaimana hidup mereka? Sangat menyedihkan ….

3.       Ketika warga bisa diatasi dengan tidak membangun pemukiman disana, tetapi justru pemda yang masih ‘ogah2an’ untuk mengelola Waduk Pluit tersebut (?), sehingga warga terus coba2 untuk mendirikan pemukiman dan terus bergulir sampai sekarang. Karena menurut aku, waduk2 di Jakarta sekarang ini, baru beberpa saja yang dikelola dan dimanfaatkan secara baik oleh pemda dan hasilnya untuk kesejahteraan warga. Contohnya, di Waduk Sunter. Banyak warga ‘mengambil hasil dengan memancing, berwisata scooter air, bahkan sekedar duduk2 menikmati sore …..


13685912381651562231
www.tempophoto.com
13685912711584893600
www.metronews.com

Bandingkan antara Waduk Sunter dengan Waduk Pluit. Pemukiman liar di Waduk Pluit memenuhi waduk dan membuat waduk lebih kecil dan dangkal.

Memang untuk Waduk Sunter, masih juga ada pemukiman liar tetapi sudah lebih baik dan sepertinya di kelola oleh pemda ( arau swasta? ) dengan membuat olah raga air disana.

***

Seperti yang aku pernah tuliskan di Sedikit Pemikiran untuk Jakarta: Manajemen Pembangunan terhadap Pertumbuhan Fisik Kota (Bagian: 8), bahwa tidak gampang mencerahkan warga untuk pinda dari tempat pemukiman mereka, walau pemukiman itu sangat kumuh. Terlebih jika mereka sudah selalu ‘membayar pajak’ demi rumah kumuh mereka. Ditambah jika pemukiman mereka sudah turun temurun karena pemda tidak ‘mengalokasikannya’ secara berkala.

Dengan pak Jokowi yang terus membujuk warga yang bermukim di Waduk Pluit, merupakan terobosan walau banyak sekali permasalahan. Beberapa pendapat warga tentang alokasi mereka, karena secara perkotaan, Jakarta tidak mampu untuk membuat perumahan secara horisontal, melainkan secara vertikal, atau rumah susun :

1.       Tetap tidak mampu mencicil dan membiayayai pengeluaran dan perawatan
2.       Tidak bisa berjualan ( biasanya berjualan gado2, rokok atau warung sederhana )
3.       Susah bagi anak2 dan orang tua, karena untuk rumah susun sederhana adalah bangunan diatas 5 lantai dan tidak menggunakan lift, jadi hanya menggunakan tangga biasa
4.       Tidak layak untuk anggota keluarga berjumlah lebih dari 5 orang ( biasanya mereka berdesak2an dengan seluruh keluarga besarnya yg sering datang dari ‘kampung’ untuk mengadu nasib ke Jakarta )
5.       Tidak biasa hidup vertical

Ini memang hanya beberapa keluhan warga jika dialokasikan di rumah susun. Walau pemukiman mereka kumuh, mereka tetap memilih tempat mereka sekarang, apalagi dengan diberitakannya oknum2 yaang mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk ‘memalak’ warga yang seharusnya mau di alokasikan.

Waduk Pluit akan lebih baik jia kita mau peduli dan benar2 memfokuskan, bahwa memang warga Jakarta yang mendiami daerah ini harus di bina  bahwa daerah itu merupakan tanah negara yang sebenarnya harus untuk kepentingan warga kota seluruhnya, bukan mereka2 saja yang tinggal disana. Memang tidak gampang, secara mereka tidak mengenal atau sedikit mengenal pendidikan. 

Yang mereka tahu adalah mereka membutuhkan tempat tinggal untuk berteduh, walau hanya sekedarnya, dan mereka membutuhkan tempat untuk mencari sesup nasi. Dan jika berhubungan dengan kebutuhan dasar warga ( sandang, pangan dan papan ), mereka akan berjuang mati2an untuk kehidupan mereka, juga keluarga mereka …..

Lalu bagaimana? Mungkin sekedar contoh yang aku tuliskan tentang konsep untuk Waduk Pluit, di tulisan berikutnya ……

Bersambung …..

Tags:

0 Responses to “Ada Apa dengan Waduk Pluit?”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks