Rabu, 13 Februari 2013

Penjajah? Nasionalisme? Banyak Orang yang ‘Kebablasan’



By Christie Damayanti


136074502740936526
triyan.wordpress.com

Bagiku, nasionalime adalah :
Ketika aku terus bermimpi

Ketika aku terus beraksi dan bersaksi

Ketika aku terus percaya dan buktikan,

Bahwa aku cinta Indonesia dan kepedulian sosial dengan berbuat yang terbaik bagi Indonesia …..

Suatu saat, anak buahku di pekerjaanku beberapa tahun lalu, ‘misuh2′, ketika seorang supplier dari Jepang memintanya untuk berbicara denganku, berhubungan dengan pesanan material untuk rumahnya yang aku sedang kerjakan di Jakarta. Namanya Mr. Yamada. Biasanya, anak buahku selalu mandiri dengan tugas2 yang aku berikan kepadannya. Dia seorang arsitek junior, dan berhubungan dengan material2 dalam rumah yang sudah aku desain dan sedang aku bangun.

Anak buahku bingung ketika budget untuk membuat rumah Mr.Yamada membengkak karena dia ingin semua materialnya ( kalau bisa ) berasal dari Jepang. Bukan itu saja. Jika memang waktunya cukup, dia akan memesan sendiri material yang sejenis untuk rumahnya, langsung ke Jepang, yang jelas2 berakibat membengkaknya anggaran dan budget rumahnya, yang sudah kami setujui bersama. Dan aku pun agak kebingungan jika material2 tersebut sangat mahal ( material Jepang memang sangat spesifik, serta mahal, karena desain yang khas Jepang, serta kualitas dan presisi yang sangat baik ). 

Di Jepang sendiri, harga satuan materialnya pun mahal, apalagi harus dikirim ke Jakarta, dengan harga lain negara serta ongkos kirimnya, membuat proyekku waku itu tidak mendapat keuntungan yang besar, tetapi justru aku belajar tentang sesuatu yang baru, tentang nasionalis …..

Tidak salah, memang, ketika kita mempertahankan nasionalis kita. Ketika Mr.Yamada, yang notebene adalah teman baikku ketika kami belajar bersama di Perth Australia, dan dia meminta aku untuk mendesain rumahnya dengan harga ‘persahabatan’, tetapi dia meminta bahwa materialnya harus dari Jepang. Jika tidak ada, baru dari yang lain. Seperti pasir atau semen, dia terima apa adanya. Bata paling tidak yang lebih baik, seperti batako atau celcon. Begitu pula genteng, dia menerimanya ketika aku mengajukan contoh genteng dengan merk Jepang, dengan harga yang jauh lebih mahal.

Tetapi sebagai arsitek, aku pun tidak semata2 mendesain dengan material sembarangan, walau bukan dari yang termahal, tetapi yang optimal. Seorang arsitek harus mampu membuat anggaran pekerjaan secara optimal, bukan terlalu murah atau terlalu mahal, sehingga sebenarnya ketika Mr.Yamada sudah mennyetujui beberapa material tidak berasal dari jepang, anggaran pekerjaan rumahnyapun sangat optimal, yang terbaik menurutku.

Mr.Yamada cukup puas dengan pemilihan materialku, tetapi ternyata dia ingin mmakai vinyl dari Jepang untuk daerah laundry di rumah yang aku desain ( sebelumnya hanyta memakai keramik ), sehingga anak buahku ngotot bahwa harga yang dia minta terlalu mahal …..

Aku mengiyakan permintaan Mr.Yamada, dan setelah rumah itu sempurna, aku memang melihat sebuah rumah khas Jepang, sesuai desainku serta bimbingan Mr.Yamada. Dimana Mr.Yamada memang ingin dan tetap mencintai negaranya, walsu dia sedang bertugas di Indonesia …..

***

Ketika aku mengerjakan rumah Jepang tersebut, fokusku hanya pekerjaanku. Sungguh, aku ingin mempersembahkan yang terbaik! Artinya, walaupun kami berteman baik, kami masing2 berada di dalam 2 negara yang berlainan. 

Dan ketika Mr.Yamada harus tinggal di Indonesia karena tugas pekerjaannya dan dia memintaku untuk mendesainkan rumahnya, tidak dipungkiri, bahwa masing2 dari kami ingin membreikan yang terbaik! Aku membagun rumahnya dengan desain terbaik sebagai arsitek Indonesia, dan dia meminta desain khas Jepang yang terbaik, untuk merefleksikan  ’Jepang’ dalam rumahnya.

Masing2 dari kami mempunyai nasionalisme dalam bersama2 memasukkan unsur2 keterbukaan, untuk keindahan arsitektural. Seperti taman di rumah barunya, konsep taman itu memang Taman Jepang, dengan pepohonan khas Jepang yang sudah di tanam di Indonesia. Sama2 menguntungkan. Sebuah keterbukaan dalam nasionalisme di alam kemerdekaan sekarang ini.

Waktu itu juga, beberapa teman arsitekku mencibirku, ketika Mr.Yamada dengan ngototnya minta semua material khas jepang, dan teman2 arsitekku mengatakan, bahwa aku mau saja ‘dijajah’ lagi oleh Jepang!

Aku hanya tersenyum, walau dongkol bukan main. Aku hanya ingin bekerja dan berbuat sebaik mungkin untuk semuanya, tanpa mau dipengaruhi tentang apapun yang mengganggu batinku. Dan pada kenyataannya, masih banyak dari kita yang ‘mendendam’ kepada penjajah.

Banyak hal yang membuat aku berpikir dengan kasus ini :

Untukku, mendendam itu sangat merusak batin. Orang tuaku dari dulu menanamkan budi pekerti bahwa mendendam adaah tidak baik. Selalu bersyukur dan tetap berbuat baik kepada semua orang, walau kita disakiti. Pun jaman penjajahan adalah jaman eyang-eyang kita dulu, bukan jaman kita sekarang. Jadi mengapa harus mendendam? Apalagi banyak barang2 berasal dari jepang yang negara kita sendiri belum mampu membuatnya, dan kitapun memakai barang2 dari mereka, bukan? Seperti alat2 elektronik, mobil2 Jepang ( keduanya adalah yang terbanyak ) dan sebagainya.

Bagiku, nasionalisme itu bukan nasionalisme fanatik. Dalam jaman sekarang ini, era globalisasi, kita harus terbuka dengan bangsa lain. Dan dengan keterbukaan, kita mampu untuk menjalin kerja sama demi kita sendiri, juga demi negara kita. Jika kita fanatik dan nasionalis kita sangat tertutup, warga dunia lama kelamaan akan menjauhi kita. Alih2 untuk nasionalisme, tetapi akhirnya menjadi fanatik dan munafik! Alih2 katanya nasionalisme, tetapi pada akhirnya kita tetap memakai barang2 yang katanya diciptakan oleh penjajah ……

‘Penjajah’ yang sebenarnya adalah ketika hati kita tertutup untuk persahabatan yang ditawarkan siapapun. ‘Penjajah’ yang sebenarnya adalah ketetutupan hati untuk mampu dan mau menerima keterbukaan dalam hal apapun. 

Tentu semuanya harus dikaji lagi, sebagai orang dewasa. Sehingga jika kita mau dam mampu menerima keterbukaan, ‘penjajah’ hati kita perlahan akan sirna …..

Begitu juga tentang nasionalisme. Nasionalisme yang kebablasan, menurutku akan berdampak kepada fanatisme searah dengan kemunafikan. Karena jika kita atau negara kita belum mampu untuk mandiri dalam era globalisasi ini, seharusnyalah kita ‘baik2′ dengan negara lain, sehingga mita tidak di cap munafik karena fanatisme yang berlebihan dalam nasionalisme …..

Aaaahhhh ….. aku memang bukan seorang sosiolog, bukan juga seorang politikus. Aku hanya seorang arsitek, preman proyek, dan aku juga hanya seorang perempuan ‘disabled’ biasa, yang hanya mampu untuk menulis. Mungkin artikelku ‘nyeleneh’ dan membuat banyak Kompasianer mengerutkan kening …..

“Berbuatlah yang terbaik, untuk semua orang, dan tetap jangan pernah mendendam, karena dengan terus berbuat baik, hati kita akan terus dipenuhi oleh bunga2 bermekaran sepanjang masa …..”

Tags:

0 Responses to “Penjajah? Nasionalisme? Banyak Orang yang ‘Kebablasan’”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks