Rabu, 13 Februari 2013
Lagi, tentang Banjir, Pak Jokowi….
Rabu, 13 Februari 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Tags:
Jakarta
Melanjut tulisanku tentang Puncak Terus Menjadi Obyek Bisnis, Lalu Bagaimana dengan Hutan Lindung dan Banjir Jakarta? dan Pak Jokowi, Bagaimana dengan Peraturan Daerah Hulu Sebagai ‘Kota Pendamping’ Jakarta? kemarin,
coba lihat! Ketika Jakarta tidak hujan, ketika Jakarta panas terik,
tetapi Bogor hujan, mereka yang tinggal disepanjang Sungai Citarum
sampai Sungai Ciliwung, harus siaga untuk kebanjiran lagi. Karena hujan
di Bogor, akan membawa banjir ke Jakarta …..
Benar kan? Di daerah hulu, sudah tidak
banyak tanah dan pepohonan yang sedianya untuk penyerapan, sehingga air
hujan, tidak terserap bumi ( yang seharusnya bisa menjadi cadangan air
tanah dan menyuburkan bumi ), tetapi air terus mengalir, menuju Jakarta,
tempat yang lebih rendah dari Puncak-Bogor sebagai daerah hulu.
Tetapi, coba saja jika hujan di Jakarta.
Hujan di Jakarta hanya sebentar saja, air akan menggenangi di beberapa
daerah yang mempunyai problem desain lingkungan. Misalnya, tidak
terdapat atau saluran air dan got tertutup sesuatu, seperti sampah atau
diatasnya di bangun lapak, sehingga air tidak bisa masuk ke saluran
sehingga menggenangi daerah tersebut.
Daerah2 yang selalu tergenang air,
bahkan di jalan2 protokol yang relatif masih baru. Seperti di depan
Citraland atau di depan Untar. Juga di beberapa titik di sepanjang jalan
Bypass, Sunter serta Kelapa Gading.
Mungkin daerah2 tersebut sudah didesain
sedemikian, dan seharusnya tidak akan tergenang air, tetapi pada
kenyataannya, hanya hujan sebentar saja, air akan menggenanginya, bahkan
jika hujan sedikit lama, bertambah tinggilah air, dan air ‘merambat’ ke
tempat2 lain. Jadi, sungguh, jika mendung tebal, warga Jakarta akan
trauma, karena kemacetan akan semakin parah jika ada gewnangan air di
jalan.
Kejadian ini adalah SALAH SATU tidak adanya Peta Contour 3 Dimensi Kota Jakarta, seperti yang pernah aku tuliskan pada artikelku Jakarta Butuh Peta Contour 3 Dimensi untuk Kebijakkan Banjir.
Bahwa konseptor2 urban planner Jakarta belum melihat peta contour
Jakarta. Bahwa Jakarta adalah kota yang ‘datar’ tidak berbukit2, itu
sangat benar! Tetapi, bumi sudah membentuk Jakarta tetap mempunyai
beberapa gundukkan, yang tidak terlihat.
Coba kita lihat. Di daerah Pejaten, atau
di daerah Menteng. Jika kita kesana, apalagi kita setir mobil sendiri,
akan terasa bahwa dataran Jakarta berbukit2. Apalagi di Pejaten, Pasar
Minggu dan Kemang. Akan terasa sekali bahwa ternyata Jakarta mempunyai
bukit2 kecil.
Memang, tidak semua daerah di Jakarta, tetapi sebagai seorang
urban planner, untuk mendesain sebuah kota, kita harus melihat dari
semua sisi! Sisi kotanya, arsitekturnya, sosio masyarakatnya, atau yang
lain, APALAGI tentang kondisi fisik Jakarta-nya! Bahwa
ketika si urban planner tidak melihat ke semua sisi, pasti akan ada
resiko dan dampaknya, walau mungin tidak langsung terlihat. Bisa
bertahun2 mendatang.
Dan sejak aku ‘melek’ tentang Jakarta dan papaku
yang pensiunan pemda Jaarta dengan kepeduliannya tentang Jakarta, selalu
bercerita dan memberikan konsep2, bahwa ita belum mempunyai peta
contour 3 dimensi, bahkan sejak beliau pertama kali bekerja di pemda, di
akhir tahun 1960-an …..
Ketika pak Jokowi datang di acara MODIS
Kompasiana, aku sangat2 berharap bisa bertanya tentang ini, tentang Peta
Contour 3 Dimensi Kota Jakarta. Tetapi dengan banyaknya pertanyaan
serta beliau waktunya sangat terbatas, aku mengurungkan niatku. Tetapi,
sungguh, aku sangat ingin berdiskusi dengan beliau tentang penerapan
kasus ini serta konsep2 Jakarta secara umum untuk mulai memperbaiki
Jakarta, secara sisi uban planner dan arsitektural ….
***
Banyak sekali permasalahan Jakarta.
Tetapi pak Jokowi sudah banyak memberikan putusan2 strategis angkan
pendek, untuk mulai memperbaiki Jakarta. Salah satunya, tentang banjir.
Kemarin, pulang kantor aku melihat Kali
di depan Citraland ( aku memutar dari Central Park ke arah Tebet menuju
rumahku ), terlihat bersih dari sampah. Aku tidak tahu, kapan sampah2
itu dikeruk ( pasti malam hari ), tetapi air Kali itu terlihat mengalir
dengan lancar. Juga ketika aku memutar di bawah kolong fly-over Kampung
Melayu, aku melihat Sungai Ciliwung yang memisahkan antara Kelulahan
Kampung Melayu dengan Kelurahan Kebon Baru, ternyata juga sudah bersih
dari sampah ……
Tetapi tadi pagi ketika aku berangkat ke
kantor lewat Bukit Duri Manggarai ke arah Jatinegara, dan ketika kami
berada di atas jembatan, aku melihat seorang bapak penduduk disana
memakai celana pendek dengan kaos singlet, membuang potongan2 ksyu dari
pohon yang baru ditebang ke ….. sungai Ciliwung!
Astagaaaaaa ……
potongan2 kayu tersebut, masih dengan ujung2 daunnya, banyak sekali, dan
dia dengan enaknya membuang di sungai tanpa terlihat perasaan bersalah
sama sekali, santai sambil merokok …… ckckckck …..
Aku sangat mengerti, bahwa sangat susah
pemerintah untuk ‘mengubah’ karakter warga Jakaarta, untuk ( setidaknya )
jangan membuang sampah di sungai dan jangan membuang sampah
sembarangan! Aku yakin, bapak itu adalah penduduk disana ( Bukit Duri
atau Jatinegara ) dan sering merasakan banjir Jakarta, apalagi daerah
itu sering dan selalu kebanjiran. Tetapi ternyata dia tetap tidak sadar,
bahwa kelakuannya lah yang salah satu membuat Jakarta selalu kebanjiran
…..
Pemda sudah berusaha memberi solusi
jangka pendek, dengan mengeruk sampah2 di sungai2 Jakarta. Yang jelas
yang selalu mengamati, sampah2 sungai di Jakarta bukan hanya sampah2
kecil dan hanya sampah sehari2 dan makanan saja, bahkan sampah kursi,
karpet, pintu ( di Manggarai ), atau dipan, sangat terasa memberatkan
aliran sungai.
Bahkan, ketika mobilku macet di Manggarai di samping
pintu air Manggarai, dengan menengok ke sebelah kiri, ternyata menurutku
kita bisa membangun lapak di atas sampah, karena kepadatannya ……
Astagaaaaaa ……
***
Kembali lagi tentang banjir. Bahwa
Jakarta benar2 berada di ‘SIAGA 1′ tentang banjir. Bahwa dengan hanya
beberapa menit saja, jalan2 di Jakartasudah terendam air, dan akan
ssemakin meninggi jika hujan terus tercurah.
Tidak ada lagi
‘main2′, secara kita membutuhkan kota yang nyaman dan aman untuk ‘rumah’
kita. Hanya saja, bukan hanya pemerintah untuk menyelesaikannya, tetapi
semua warga Jakarta, bahkan semua rakyat Indonesia, harus berlomba
untuk merubah karakter bangsa, untuk terus menjaga lingkungan, karena
alam mempunya batasan2nya sendiri dan jika alam sudah ‘marah’ ( lihat
tulisanku Akankah Banjir Menyadarkan Kita Tentang Alam yang ‘Marah?’ , siapa yang akan bisa menahannya?
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Lagi, tentang Banjir, Pak Jokowi….”
Posting Komentar