Senin, 08 Oktober 2012

Mbah Google versus ‘Mading’



By Christie Damayanti

1349617977141800306
Dokumen Pribadi

Mading? 

Sepertinya memang jadul sekali! Ketika aku bersekolah SMP sampai SMA, aku sangat mengenal ‘mading’ yaitu majalah dinding. Dulu, kami harus membuat mading tiap periodik sekali. Per periodik masing2 kelas 1 sampai kelas 3 paralel masing2 untuk 5 kelas, membuat kami selalu memperhatikan apa yang kami ingin buat di mading berikutnya. 

Walau, dulu tema mading memang ditetapkan oleh guru BP atau Osis, tetapi kami bisa untuk membuat tema sendiri, misalnya, jaman ‘class meeting’, kami membuat tema ‘class meeting’ dan mewawancarai bintang2 class meeting tersebut, dan kami berlomba untuk mewawancarai karena kami sepakat untuk tidak dobel wawancara, sehingga tidak saling bersaing.

Itu dulu, jaman aku sekolah. Bagaimana mading jaman sekarang?

Ternyata mading masih lumayan diminati oleh siswa siswi di sekolah2 SMP maupun SMA. Eh … tidak tahu untuk SMA ya, tetapi minggu lalu, anakku, Michelle yang sekarang kelas 8 atau kelas 2 SMP, mengikuti lomba mading atau tepatnya ‘kording’ ( koran dinding ) pada Bulan Bahasa se Jakarta Timur. Dan sekolah Michelle medapat juara ke-2 dan melanjutkan se Kotamadya, minggu depan.

Dalam kording tim sekolah Michelle, katanya selalu ada bagian reportase. Dimana reportase ini merupakan bagian yag menarik, karena selalu baru. Maksudnya, orang yang diwawancarai boleh sama, tetapi tergantung apa temanya, seperti bulan bahasa, bulan Natal atau Paskah. Termasuk, mereka harus membuat ‘tajuk’, sebuah opini remaja dalam suatu suasana. 

Yang pasti, selalu ada Berita Utama, Berita Hangat, Info ( artikel ), Pengantar Redaksi, Tajuk ( opini ), Tim Redaksi, Fiksi ( puisi, cerpen, humordan sebagainya ) dan Wawancara. Dan harus disetujui oleh guru Bahasa Indonesia. Dan yang menarik adalah, SEMUA DI TULIS DENGAN TANGAN / TIDAK BOLEH DI KETIK. Dan ini membuat mereka tetap bisa mengekspresikan talentanya secara maksimal TANPA bantuan teknologi modern …..

1349618065400521135
‘Kording’ karya Michelle dan tim redaksi sekolahnya.

Begitu juga dengan IDKita Kompasiana. Hari Jumat dan Sabtu kemarin, tanggal 5 dan 6 Oktober 2012, SMP Tunas Harapan Nusantara di Bekasi mengundang IDKita Kompasiana untuk berdialog tentang ‘Internet Sehat dan Aman’ serta workshop untuk membuat mading dalam rangka remaja beraktifitas, bukan hanya berinternet saja. Bahwa, mading pun tetap bisa berjaya, ketika mbah Google berjaya di dunia maya untuk banyak informasi.

Semuanya memang ada di internet, apapun! Mbah Google menyediakannya semua, dengan banyak cara. Bahkan anak2 SD pun mudah untuk mendapatkan informasi lewat mbah Google. Tetapi toh informasi tersebut tetap di posting oleh seseorang atau banyak orang. Mereka mem-posting kadang2 tidak ‘melihat’ konsumen, sehingga semuanya campur aduk tanpa sensor.

Tetapi jika kita ingin membuat informasi yang baik dan menarik, ternyata bukan dengan membuat reportase tentang hal2 yang sering kita dengarkan atau yang sering diutarakan oleh banyak orang terkenal, tetapi banyak orang2 yang justru tidak terkenal, membuat inspirasi banyak orang dalam berkegiatan. Contohnya ketika IDKita meminta remaja2 di SMP Tunas Harapan Nusantara untuk mewawancarai orang2 di sekitar mereka untuk dibuat reportase.

Sekitar 50an remaja terbentuk dalam 9 kelompok, masing2 harus mewawancarai 1 orang di lingkungan mereka. Ada yang mewawancarai ibunya, gurunya, kakak kelasnya karena merupakan idolanya atau ketua osisnya dan lainnya. Dan kami membimbing merrka untuk membuat reportase. 

Bahwa sebuah mading bisa menjadi menarik, ketika kita memberi ’sentuhan’ cantik, bukan hanya menulis tentang keindahan Indonesia atau tentang apapun atau reportase tentang sesuatu tetapi tempat atau orang yang sering di dengar ( karena itu semua ada di internet dan mudah untuk didapatkan ), tetapi kita bisa memberi sentuhan dengan mewawancarai warga biasa atau tempat biasa dan belum pernah orang lain tahu, tetapi meninspirasi banyak orang.

1349618151202963233
1349618245564412105

Mba Sita berkeliling untuk membimbing remaja2 pintar itu untuk membuat reportase bagi masing sekolahnya …..

Misalnnya, salah satu kelompok mewawancarai salah satu gurunya, pak Eko yang ternyata sudah 7 tahun cacat stroke, seperti aku, dan beliau tetap mengajar dengan penuh semangat untuk masa depan bangsa! Ada juga yang mewawancarai temannya yang dipandang sebagai ‘idola’. Mading dengan sentuhan seperti ini, akan membuat sentuhan khas seorang remaja yang peduli dengan lingkungannya …..

13496183021215138823
13496183622106858265

Masing2 ke-9 kelompok kecil itu berhasil membuat reportase di bimbing oleh tim IDKita Kompasiana.

Lain lagi dengan konsep penulisannya. Kami memberi motivasi menulis. Bahwa remaja sekarang, bukan hanya malas membaca tetapi juga malas menulis. Mereka lebih memilih berinteraksi lewat dunia maya. Kami memotivasi, mengapa kami memilih ‘profesi’ sebagai penulis. Memang bukan penulis profesional tetapi penulis amatiran. Yang jelas, manusia mati meninggalkan nama dan tulisan, bukan?

1349618443541507157
13496184941373211674

Tim IDKita Kompasiana yang bertugas hari itu : Valentino tentang ‘Inyernet Sehat dan Aman’, mba Lintang tentang cara2 menulis, aku tentang motivasi dalam menulis, mba Sita dan mba Chia terus beerkeliling untuk memantau langsung mereka membuat tulisan mereka sendiri …..

Sangat menarik, ketika mereka saling berdiskusi membuat rencana mading sekolah. Dengan Valentino sebagai moderator dalam berdiskusi, mba Lintang, mba Sita serta mba Chia membantu jika mereka ada yang bertanya, aku mengamati dengan seksama, setelah aku memotivasi dalam menulis. Mereka terlihat kompak dalam masing2 kelompok dan sangat menarik ketika mereka tidak malu2 ( walau sebelumnya agak kaku ) menjawab pertanyaan2 Valentino seputar mading. 

Dan setelah kami melihat lokasi dan desain mading sekolah tersebut, kami membantunya untuk lebih baik dalam mengelolanya, seperi mencari lokasi yang lebih enak untuk membaca, desian fisik mading serta ide2 yang lain. Kami memang benar2 ingin, mereka bisa membuat mading sebagai motivasi mereka dalam menulis.

13496185521616085505
1349618607924830293
Mereka yang pintar dan aktif menjawab semua pertanyaan dari tim IDKita Kompasiana …..

Anak2 dan remaja memang harus dididik untuk terus peduli tentang apapun. Karena memang mereka adalah ‘pemilik’ masa depan, dengan kemajuan teknologinya, tetapi mereka tetap harus bisa melihat bahwa teknologi merupakan buatan manusia, dan alam serta lingkungan beserta segala isinya merupakan ciptaan Tuhan. Dan ciptaan Tuhan adalah yang seharusnya tetap dijaga dan terus kita bisa menghayatinya sebagai keahlian kita sebagai manusia …..

1349618694491834528
13496187301715498588

Remaja yang mendapat kenang2an dari Kominfo dan tim IDKita Kompasiana. Dan Kepala Sekolah 
SMP Tunas Harapan Nusantara memberikan kenangan2an kepada Tim IDKita Kompasiana ….. Puji Tuhan, terima kasih …..

2 hari bersama remaja2 penerus bangsa, membuat aku berpikir sejenak. Bagaimana cara kita bisa terus ‘mengawasi’ mereka menuju masa depan. Dengan workshop bersama mereka, sungguh, kita bisa melihat bahwa mereka tetap bisa dibina untuk menjadi lebih baik, asalkan kita sebagai orang tua, mau peduli dan terus mendidiknya.

13496191892016584868
Mading SMP Tunas Harapan Nusantara, Bekasi.

Jadi, menurut kalian, mencari berita dan cerita di mading, atau berita dan cerita di internet bagi mereka? 

Masing2 ada bagiannya …..

13496188401232003404

Reportase dari mba Lintang : Pelatihan Mading yang Cukup Padat

Salam IDKita Kompasiana …..

13496194991943449463

Tags: ,

0 Responses to “Mbah Google versus ‘Mading’”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks