Selasa, 12 Juni 2012
“Aku Ga Mau Mama Ada di Facebook-ku,” kata Mereka
Selasa, 12 Juni 2012 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Pernah tidak, pertemanan kita di delete bahkan di blog dan dilaporkan di media sosial dunia maya? Adakah kita diasingkan dalam grup2 teman2 kita karena suatu hal? Dan apakah terpikir bahwa kita, sebagai orang tua, pertemanan kita dengan anak2 kita di delete dan di block karena sesuatu? Hehehe ….. Pertanyaan nomor 1, nomor 2 dan nomor 3, aku pernah mengalaminya …..
Pertama, aku pernah memdelete pertemanan di FB. Dan juga melaporkan ke FB karena ‘teman’ itu justru ‘mencuri’ dokumen2ku, sehingga dia menjadikan aku seperti tertuduh tentang keadaan yang akupun tidak mengerti, mengapa dia melakukannya kepadaku. Dan akunnya di semua contactku, aku delete, walau aku tidak bisa terbebas darinya, secara aku sangat mengerti bahwa jika kita sudah bergumul dengan dunia maya lewat internet, data kita tidak akan terhapus selamanya ( Benar ga sih? Aku memang gaptek ) . Dan dia justru terus memusuhiku dan terus mencari2 tahu tentang aku bahkan menguntit ( cyberstalking ) aku di dunia maya! Ahhh, terserah saja ….. Ada Tuhan disampingku …..
Pertanyaan nomor 2, aku juga pernah didelete sebuah grup FB karena suatu hal. Aaahhh ….., aku tetap masa bodoh, pun aku tidak apa2 jika kita tidak ikut di grup itu, bukan? Dan aku juga pernah mendelete beberapa grup yang aku tidak tahu tentang grup2 itu. Karena sering ku mendapat undangan ke sebuah grup FB tetapi tidak tahu siapa yang mengundangnya dan mengapa aku belum meng-approved tetapi sudah masuk di dalam akunku? Biasanya yang aku delete tentang SARA atau tentang ‘politik memaki2′ tentang apapun! Grup2 itu tidak ada faedahnya untukku dan untuk semua orang.
Dan yang ketiga, wah ….. ini yang terberat. Ketika aku mendelete seseorang atau sebuah grup yang tidak bermanfaat bagiku dan justru menimbulkan masalah bagi hidupku, mereka adalah ‘orang2 lain’ dan mereka hanya berusaha berteman denganku, tetapi dengan cara yang salah. Pun ketika aku didelete dari pertemanan dan aku didelete dari grup sebuah komunitas, aku tidak berkeberatan, jika keberadaanku mengganggu banyak pihak. Tetapi, jika aku didelete oleh anakku sendiri sampai aku di block oleh anakku sendiri, orang tua mana yang tidak sedih hatinya?
Ketika anak2ku memasuki dunia FB, seperti aku dulu, mereka excited sekali dengan terus berinteraksi dengan teman2nya. Aku selaku membimbingnya sampai aku ustru tertinggal oleh mereka karena merekalah yang memang mempunyai dunia ini, bukn aku sebagai orangtuanya …..
Dan aku menjalin pertemanan dengan anak2ku. Kami sering bercanda bersama, sering meng-tag tentang kegiatan atau mengobrol bersama di dunia FB. Senang sekali, kami satu keluarga menjadikan dunia FB sebagai tempat dan media bersama, sampai pada suatu saat, seorang anakku yang sudah beranjak remaja, menjalin cinta monyet dengan teman sekolahnya …..
Dan beberapa kali aku ‘menemukan’ mereka, tidak memberi tempat aku lagi untuk mengobrol atau bercanda bersama, sebagai orang tuanya. Aku sih sangat maklum, tetapi dengan kebiasaanku selalu meng-tag anak2ku, ternyata membuat anakku yang sedang ‘jatuh cinta’ ini, sepertinya keberatan …..
Biasanya, yang aku tag adalah foto2 mereka sejak kecil atau kegiatan kami bersama. Dan masalahnya, waktu itu baru aku tahu bahwa anakku sepertinya malu dengan foto2nya sejak kecil yang aku scan dan aku tag di FBnya, sehingga aku sering mendapatkan bahwa foto2nya yang aku tag, di deletenya …..
Sebenarnya, aku sangat sedih ketika aku tahu bahwa aku tidak bisa mendapatkan anakku di FB lagi, karena aku sudah di blog. Sungguh, ketika itu aku sampai nangis ….. Aku merasa anakku malu atau benci kepadaku, karena aku belum tahu dan belum mengerti alasan apa yang menjadikan aku di blog olehnya. Setelah hatiku agak tenang, aku bicara baik2, mengapa aku tidak bisa menemukan FB nya? ( Aku pura2 tidak tahu bahwa aku di blog olehnya ). Dan anakku bilang, dia memang meng-block aku karena aku sering meng-tag foto2nya waktu kecil. Dia malu …..
Dan sewaktu aku menanyakan tentang ‘hubungan khususnya dengan teman wanita’nya, dia berterus terang bahwa karena itulah dia tidak mau aku meng-tag foto2 kecilnya …..
Astaga ….. Aku bisa mengerti tentang alasannya. Anakku sudah beranjak remaja, dan dia sudah mulai membangun privacy-nya sendiri. Aku memeluknya. Dia bukan karena marah dan benci atau malu ‘berteman’ denganku, tetapi dia sedang berkutat dengan privacy barunya, sebagai seorang remaja. Masalahnya, jika aku di blog, aku sama sekali tidak bisa memantau apa yang dia lakukan di FB, sehingga setelah aku tenang, aku bilang bahwa aku ingin dia ‘berteman’ lagi di FB, dengan janji bahwa aku tidak akan meng-tag lagi tentang apapun dan aku juga berjanji ( dalam hati ) bahwa aku akan terus mendampinginya, walau itupun tidak mudah …..
Seorang mama yang gaptek dengan seorang anak pemilik masa depan, bagaimana aku bisa memantaunya? Bukan hanya di dunia maya, juga di dunia nyata? Sangat tidak mudah …..
Anak2 dan remaja memang merupakan ‘produk’ masa depan, dan mereka mempunyai kekuatan untuk memimpin dunia. Tetapi merek masih perlu dibimbing, apapun bentuk pembimbingannya, agar mereka tahu bahwa tidak mudah untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, termasuk ‘pemimpin’ diri sendiri …..
Media sosial dunia maya, berusaha agar mereka, anak2 dan remaja dunia, berinteraksi sebagai generasi muda dunia. Permasalahannya adalah, banyak sekali orang2 dewasa yang justru memanfaatkan momen ini untuk ‘memperdaya’ kaum muda. Dan orang tua mereka, justru gaptek untuk membimbing mereka dalam berinteraksi di dunia maya.
Ketika anak2 dan remaja kita men-delete akun kita sebagai ‘teman’ dalam media sosial dunia maya, menurutku sebenarnya bukan suatu hal yang mustahil, seperti tulisanku diatas. Begitu anakku beranjak remaja, dia mulai membangun privacy-nya sendiri dan orang tua adalah beberapa tingkat dibawahnya dari apa yang dia inginkan dan apa yang dia dambakan.
Itupun sangat manusiawi. Tetapi ketika anakku yang men-delete ku sebagai ‘teman’ di media sosial, bahkan mem-block ku, tidak seharusnya kita memarahi mereka. Dengan pengertian dan kasih sebagai orang tua, kita bisa berdialog dengan mereka. Pasti sebenarnya mereka mempunyai alasan, tetapi karena kitanya sudah marah2, ( sebagai orang tua ), dia justru membungkam mulutnya, ketika kita membentaknya ……
Bermula sebagai anak2, lalu beranjak remaja, dan kemudian mulai menginjakan kaki dalam dunia dewasa, mereka di masing2 umur mampunyai ‘privacy2′ sendiri, bahwa mereka sudah memilah2 siapa yang bisa ikut ke dalam lingkaran privacy-nya, dan siapa yang tidak boleh ikut di dalamnya. Dan hampir semua, orang tua adalah di tingkat yang terakhir dalam lingkaran privacy mereka.
Tetapi dengan pengertian dan kasih yang dalam, sebagai orang tua akan bisa ‘menembus’ hati anak2 dan remaja kita, untuk selalu beerterus terang tentang permasalahannya, walaupun masalah2 kecil.
Dan aku masih terus berusaha untuk masuk dalam dunianya, untuk aku terus bisa membimbingnya dalam membuat mereka menjadi generasi muda yang tangguh sebagai anak bangsa, dalam Tuhan …..
Salamku …..
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “ “Aku Ga Mau Mama Ada di Facebook-ku,” kata Mereka”
Posting Komentar