Minggu, 13 Maret 2011
Pasar Seni - Ancol : Yang Ditinggalkan Para Senimannya
Minggu, 13 Maret 2011 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Tempat yg sangat aku suka kalau aku ke
Ancol sejak aku masuh kecil ( mulai pertengahan tahun 70-an ) adalah
Pasar Seni. Aku sangan2 suka. Mengapa ? Karena sejak dulu pun aku memang
menyukai seni : melihat pelukis2 yg membuat coretan2 tangannya
membentuk wajah atau binatang atau pemandangan, lalu melihat pematung
dan pemahat menyelesaikan pesanan ukiran dan pahatannya, juga melihat
mereka bermusik berkeliling area itu.
Lalu bukan hanya seniman2 yg mendiami
area Pasar Seni, tetapi, konsep Pasar Seni memang cantik. Streetscape /
street furniture yg melengkapinya : seperti bench kayu atau tiang lampu
dan bin / tempat sampah, sangat artistic. Belum lagi asesoris2nya selalu
berganti rupa, mungkin 1 bulan sekali ( karena kami memang sering
kesana, dulu, dan aku memang masih kecil sekali ).
Setelah aku kuliah di Fakultas Teknik
Arsitektur, dosenku sering memberi tugan untuk mengamati bangunan2 dan
streetscape di Ancol dan Pasar Seni, dan kami harus membuat sketsa
bangunan2 itu atau membuat konsep2 bangunan dan wahana seperti di Ancol.
Ya, tidak heran, konseptor Ancol adalah arsitek senior kawakan, bekas
‘the bigboss’ ku dulu yg aku sangat hormati dan kagumi, adalah Ir.
Ciputra.
Itu dulu. Sekarang ? Aku memang sudah
lama sekali tidak ke Pasar Seni. Terakhir sebelum kemarin, aku kesana
adalah 2 tahun lalu. Kesibukanku membuat aku benar2 tidak sempat
mengunjunginya. Dan aku merasakan Pasar Seni sangat ‘muram dan suram’
…..
1. Kios dan bengkel seni
Adalah ratusan kios yang merupakan arena
untuk menggelar hasil seni tradisional dan komteporer, dengan seniman2
khas dari daerah2 masing2. Ada lukisan, ukiran, kuningan, rotan, batik,
tenun, mutiara, dan sebagainya.
Dulu, kios2 ini penuh sekali, dan banyak
sekali pengunjungnya, termasuk wisatawan2 asing. Mereka minta dilukis
wajah, lukis keluarga yg berhari2 sampai melukis yg hanya beberapa jam
atau menik saja. Pengunjung membludak.
2. Ajang pameran
Pameran untuk menyelenggarakan pameran fotografi, tanaman hias, buah bahkan pameran bahan bangunan.
Aku jaman kuliah, sering ke ajang
pameran untuk melihat2 pameran foto dan hasil karya seni yang memang
kami butuhkan untuk bahan kuliah kami.
3. Studio seni
Dulu sering ada pameran bersama, pemutaran film bersama, pementasan drama serta berdiskusi antar seniman atau yang lainnya.
4. Panggung kesenian
Di tengah Pasar Seni adalah arena
terbuka berupa plaza dan panggung kesenian. Sering dipakai untuk
mementaskan aneka kesenian klasik sampai komtemporer dari dalam negeri
sampai dari luar negeri, misalnya pagelaran wayang kulit atau pementasan
balet.
Kemarin sore, ketika kami capai dan
ingin bersantai di Pasar Seni membeli jus dan kelapa muda, aku melihat
suasana muram dan suram. Sebelum kami duduk di sebuah kios di depan,
kami sedikit berjalan dari ‘main entrance’ sampai plaza tengah. Sedikit
memasuki kios2 seni yang sekarang hampir semua kosong ditinggalkan para
seniman2nya …..
Dulu ini adalah ‘main entrance’.
Batu ini dulu ada di atas kolam, dan disemprot air, smpai bertahun2 dan
waktu itu, seingat aku, batu ini sedikit menipis ( betul ?? ). Jika
malam hari, dengan semprotan air dan bayangan lampu memang sangat
artistic.
Tetapi sekarang, batu ini
‘bertengger diatas conblok, tanpa asesoris yang memadahi sebagai
area seni ( Pasar Seni ). Sayang sekali …..
Ini adalah 2 kios terdepan. Aku
ingat sekali, kios ini sangat ramai. Masakan laut dan bakar2an dengan
sate, sangat menggugah selera dengan asap dan baunya yg sedap. Tetapi
sekarang, yang ada hanya kios mie dan sedikit jus tanpa hidangan laut.
Dan seberangnya adanya hanya bank yang tidak ‘mengundang’ seni ….
Beberapa kios seni yang ditinggalkan
senimannya. Sangat disayangkan ….. Aku tidak tahu, dulu begeimana
mengundang para seniman2 itu. Apakah memang mereka mau menyewa bersama
untuk memang bisa berdiskusi ? Atau Ancol yang ‘menyewa’ mereka untuk
menampung seniman2 ini sekalian untuk menarik minat wisatawan lokal dan
asing ?
Tapi, menurut aku, bila
memang seniman2 itu sekarang sudah meninggalkan Pasar Seni, mengapa
tidak mencoba : Ancol men-subsidi untuk tembalinya para seniman
sekaligus mengembalikan ’sinar’ dari Pasar Seni ?
Dulu, detail2 di Pasar Seni seperti
ini, mengundang pada desainer urban untuk berlomba menciptakan
streetscape dan asesoris yang sangat astristrik. Tetapi sekarang,
lihatlah, menurut aku sangat ‘kosong’ dan tidak bisa menumbuhkan bahwa :
“Kita ini ada di Pasar seni Ancol, lhoooo ….. “.
Misalnya, ada tempat sampah di
tenganh2 ‘bench’ batu. Tempat sampahnya sih bagus, tetapi mengapa
ditelakan disana ? Mengapa tidak diletakan di samping ‘bench?’.
Foto di atas, ada tenda. Walau tenda ini dibuat ’semi permanen’, tetap tenta itu menghalangi pandangan, bukan?. Sayang sekali !
Terlihat, ini konsep pedestrian dari
‘main entrance’ ke plaza tengah. Mengapa tenda itu ‘menghalang2i
pengunjung ? Mungkin tenda itu untuk berjualan ( mungkin minuman dan
snack ringan ). Kalau begitu, mengapa mereka tidak berjualan menempati
salah satu kios yg kosong ?
Lalu yang ini : adalah kios tempat
aku sering bersantai, dulu. Dulu, meja kursi ini dibuat dari kayu,
berwarna coklat. Dan ber’gaul’ dengan area seni seperti ini.
Tetapi, bagaimana yg ini? Deainnya
tidak menyatu dengan symbol2 reklame. Bukan tidak boleh beriklan, tetapi
bisa disesuaikan, bukan ? Apakah tidak ada yg mengaturnya ? Bukankah
sayang sekali ?
Suasana yg semula aku inginkan, ternyata
tidak ada. Mata dan hatiku semuram wajah Pasar Seni sekarang. Aku
memikirkan, bagaimana supaya Pasar Seni ‘bersinar’ kembali. Aku hanya
menyayangkan, bahwa ’sesuatu yg sudah baik dan bersinar, tetapi sekarang
sangat suram dan muram’. Pasar seni merupakan saksi hidup para seniman2
sejak tahun70-an. Dan saksi hidup ini, harus di ‘maintance’, harus di
kembalikan lagi seperti awal.
Dan dengan semangat ‘orang muda’, maukah
kita memperbaiki salah satu asset wisata yang memang sudah menjadi buah
bibir dari tahun70-an ini ?
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Pasar Seni - Ancol : Yang Ditinggalkan Para Senimannya”
Posting Komentar