Senin, 24 Januari 2011
Manajemen Fsik Kota Jakarta (8)
Senin, 24 Januari 2011 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Di Jakarta ( mungkin bisa dianggap di
seluruh daerah bahkan di seluruh dunia, yg mempunyai masalah permukiman )
, masalah perumahan dapat dibagi :
1. Perumahan sebenarnya cepat berkembang, tetapi perumahan untuk warga golongan bawah, kekurangan.
Tidak setiap warga golongan bawah memiliki rumah dan banyak satu rumah untuk beberapa keluarga
2. Kualitas rumah golongan bawah jelek, sehingga sering harus dilakukan perbaikan
3. Laju pertambahan penduduk
Perumahan bukan sekedar sarah fisik bagi
kehidupan manusia, tetapi lebih dari sekedar itu, perumahan merupakan
bagian dari proses bermukimnya manusia, yaitu kehadiran manusia dalam
mnciptakan ruang hidup di lingkungan masyarakat dan alam sekitarnya.
Mengurangi dan akhirnya meniadakan
pemukiman2 kumuh dan bibit2nya merupakan upaya2 yg selalu terys
dilakukan . Meningkatnya megiatan2 ekonomi dalam satu wilayah akan
mendorong proses urbanisasi dan perkembangan kawasan2 perkotaan dengan
pemukiman berkepadatan tinggi. Dan semakin tterbatasnya lahan / tanah yg
tersedia, kita dihadapkan kepada permasalahan tentang effisiensi penggunaan tanah dalam pembangunan permukiman.
Dan langkah yg dapat ditempuh adalah
pembangunan unit2 rumah dengan ukuran kaveling yg semakin kecil dengan
kepadatan yg semakin tinggi dan pembangunan rumah susun / apartemen di
kota2 besar. Ciri masyarakat perkotaan yg menonjol adalah :
1. lebih rasional,
2. mementingkan effisiensi,
3. mobilitas tinggi,
4. individualis,
5. membina hubungan antara manusia dan ‘lobby’ dengan sesame teman lebih bermakna,
6. keluarga yg masing2 juga lebih indiviualis,
7. serta ’system’ yg semakin rapuh
Ciri2 tersebut mempengaruhi pilihan
seseorang tentang lokasi dan jenis tempat pemukiman di perkotaan. Lokasi
tempat kerja, tempat anak2 bersekolah dan kemudahan sarana angkutan
umum menjadi pilihan utama. Dan yg terakhir maslah yg dihadapi adalah
tentang kemacetan.
Pilihan perumahan sederhana biasanya di
daeah peremajaan atau di lokasi baru. Dibangun oleh developer swasta
atau pemerintah daerah. Dan biasanya didukung dengan kredit kepemilikan
rumah dengan suku bunga rendah. Kebikjaksanaan pemerintah dalam
pembangunan perumahan dan pemukiman untuk memenuhi kebutuhan bagi
seluruh rakyat harus berimbang antara golongan masyarakat dengan
berbagai tingkat ekonomi dan status sosialnya.
Tetapi sekarang, developer swaste cenderung
‘melupakan’ kebijaksanaan itu. Kawasan pemukiman yg besar mengutamakan
pembangunan perumahan tingkat menengah sampai mewh dan dilengkapi dengan
prasarana dan fasilitas lingkungannya, tanpa diimbangi dengan perumahan
sederhana dan sangat sederhana bagi golongan masyarakat berpenghasilan
rendah dalam satu lokasi, karena rumah sederhana apalagi rumah sangat
sederhana tidak menguntungkan. Pemerintah memang mengatur untuk
perimbangan antara pembangunan adalah rumah mewah : rumah menengah : rumah mewah adalah 1 : 3 : 6.
Rumah2 sederhana harusnya menempati lokasi tertentu di perumahan2 golongan menengah keatas, sebagai syarat developer.
Kebijaksanaan itu tentu perlu adanya
pengaturan untuk memperoleh ijin lokasi dan pembebasan tanah agar
pembangunan rumah sangat sederhana bisa tercapai.
Seperti ditulis diatas, membangun rumah harus dilingkupi pola interaki antara anggota rumah tangga :
1. Pembagian ruangan
2. Apa akibat dari pembagian terhadap kehidupan nasing2 anggota keluarga
3. Keserasian hubungan suami istri
4. Rasa betah di rumah
5. Kegiatan di luar rumah
6. Lamanya tiap anggota keluarga di luar rumah
7. Pola keserasian hubungan antar tetangga
Kalau hubungam antara anggota keluarga
serta antar tetangga mengalami gangguan tentu akan mengganggu masyarakat
luas, misalnya terjadi kenakalan remaja, menigkatnya kejahatan dan
sebagainya.
Pada saat saya masih kuliah dan mendapat
tugas tentang membangun rumah susun di daerah warga golongan
berperdapatan rendah pada mata kuliah Perkotaan dan Lingkungan, saya
sampai banyak berpikir, bahwa untuk mebangun suatu rumah susun di
daerah golongan rendah memang tidak mudah. Bila mendapat tugas untuk
perumahan / rumah susun mewah itu tidak jadi soal. Ternyata memang
pemerintah sudah berusaha untuk ‘menempatkan’ warga itu disana tetapi
banyak yg tidak mau tinggal di rumah susun sederhana. Warga lebih
memilih rumah di lahan tanah disbanding rumah susun sederhana.
Pendapat warga :
1. Tetap tidak mampu mencicil dan membiayayai pengeluaran dan perawatan
2. Tidak bisa bejualan ( biasanya berjualan gado2, rokok atau warung sederhana )
3. Susah bagi anak2 dan orang tua,
karena untuk rumah susun sederhana adalah bangunan diatas 5 lantai dan
tidak menggunakan lift, jadi hanya menggunakan tangga biasa
4. Tidak layak untuk anggota keluarga
berjumlah lebih dari 5 orang ( biasanya mereka berdesak2an dengan
seluruh keluarga besarnya yg sering datang dari ‘kampung’ untuk mengadu
nasib ke Jakarta )
5. Tidak biasa hidup vertical
Pendapat tokoh2 masyarakat :
1. Ganti rugi tidak akan cukup untuk membeli / menyicil rumah susun
2. Kemampuan warga tidak cukup untuk membiayayai sebuanya : perawatan gedung, air, listrik, dll
3. Pembangunan rusun sederhana tidak mengurangi kepadatan penduduk dan kekumuhan lingkungan
4. Pembangunan rusun akan mengundang lebih banyak pendatang dari luar ( karena mereka lebih melihat
bahwa ‘tinggal di rusun lebih ‘bergengsi’ ketimbang di gubuk reyot’.
5. Tempat usaha yg ada sekarang bagi warga, akan hilang ( warung2 sederhana )
6. Merepotkan anak2 dan orang tua
Lalu bagaimana caranya untuk membuat warga
Jakarta bisa menempati rumah yg dialokasikan untuk semua warga dan tidak
hanya rumah2 untuk golongan menengah dan golongan mewah?
Mungkin ada beberapa pemikiran seperti berikut :
1. Golongan menengah dan golongan
atas biasanya sudah mempunyai rumah, bahkan ada yg sampai masing2
keluarga mempunyai beberapa rumah dan apartemen. Mereka memang banak
menabung / invest ke tanah / apartemen. Itu tidak masalah. Yg bermasalah
adalah banyak diantara mereka yg memang ’serakah’ dan ‘mengambil
keuntungan sebanyak2nya’. Rusun yg notebene diarahkan ke golongan bawah,
beberapa dibeli mereka dan dijadikan investasi.
Seharusnya, rusun sederhana tetap
diperuntukkan bagi golongan rendah. Mungkin bisa dipikirkan untuk
kredit lunak sekali untuk mereka.
Rusunami yg menjadi ‘incaran’ warga berpenghasilan menengah atas. Desainnya yg lebih baik, itu yg diincar.
2. Ada beberapa rusun sederhana untuk
golongan bawah dan cukup berhasil. Misalnya di Kemayoran, Pejompongan
dan daerah Tebet. Konsep bangunan rusun sederhana yang ditata apik,
menambah semangat warga untuk memilikinya. Jangan hanya rusun yg
‘ekonomis’. Rusun2 ini terdapat taman dan pedestrian ( walau kecil ),
dan sedikit tempat usaha bagi warganya.
Disain adalah sesuatu yang bisa
‘dimanfaatkan’ untuk menambah ‘integritas diri’. Jika hanya rusun tanpa
didisain dengan benar, tidak ada manfaatnya karena pembangunan sia2.
Disain tidak menjadi momok untuk menjadi mahal, banyak perencana2 muda
yg juga memikirkan idealism Jakarta.
3. Sekarang beberapa development
swasta dengan pemerintah daerah membuat rusun sederhana bersubsidi.
Misalnya di Rusun Bersubsidi Pejaten, di Kelapa Gading, dan di Pulo
Gebang. Memang tidak telalu murah, walau tidak mahal. Untuk gongan
berpenghasilan menengah bawah ( dengan gaji sampai dengan 4 juta /
bulan. Luasnya sekitar type 21 lebih ( tipe ini dipeuntukkan rumah
tanah, tetapi bila di rusun harus dipertimbangkan yg lain ).
Rusunami Kalibata. Konsep yg berwawasan lingkungan dan ada ’surga burung’. Desainya adalah yg optimal untuk kesejahteraan warga.
Bila diatas itu, tidak diperbolehkan
membelinya ). Setiap lokasi sampai beberapa tower. Sarana dan fasilitas
rusun tersebut didesain baik untuk kesejahteraan warga.
Rusunami Kemayoran 2, desainnya lebih ‘berani’ dan konsepnya lebih baik.
Konsep ini, membuat warga mulai memikirkan
untuk mempunyai unit dan berusaha menjadi warga vertical. Memang tidak
mudah, tetapi tetap harus berusaha. Karena bila tidak warga hanya ingin
berumah tinggal dia atas tanah, makanya mereka harus tingal di daerah2
baru, seperti di Bogor, Depok atau Tangerang, padahal tempat kerja
mereka di Jakarta.
Terakhir, warga Jakarta ( khususnya
bergolongan pendapat rendah ),siapa yg tidak butuh rumah? Semuanya pasti
masih membutuhkan rumah, tetapi di bawah ini ada yang tidak mau rumah (
bukan tidak butuh ). Sedikit analisa SWOT bisa membantu, supaya
golongan yang di atas kiri lebih banyak ( bahkan diharapkan semuanya )
dibandingkan golongan2 lain :
Catatan :
Butuh : tentang perumahan / pemukiman
Suka : maunya punya rumah atau rusun di kota Jakarta
Semuanya ada resiko dan konsekwensinya,
tetapi ini yg harus dijalani untuk kesejahteraan warga Jakarta yg harus
siap dengan keadaan yg semakin kompleks.
Gambar2 beberapa diambil dari Google
Tags:
Jakarta
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Manajemen Fsik Kota Jakarta (8)”
Posting Komentar