Kamis, 27 Januari 2011
Manajemen Fisik Kota Jakarta (9)
Kamis, 27 Januari 2011 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Padatnya sarana-sarana penunjang ‘yang tidak terlalu penting’
Dengan makin bertambahnya penduduk,
otomatis para developer mulai mencari peluang2 bisnis yg menguntungkan
bagi mereka maupun bila ditinjau dari kebutuhan masyarakat memang mutlak
dibutuhkan, yaitu perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan, olah
raga, hiburan serta fasilitas-fasilitas penunjang lainnya.
Awal tahun 1990-an terjadi booming
mengenai masalah perumahan dan perkantoran, dimana developer berusaha
mendirikan fasilitas-fasilitas tersebut sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan akibat-akibatnya selanjutnya dimasa yang akan datang.
Real estate berkembang dari Timur ke Barat, dari Utara ke Selatan
wilayang Jakarta, tanpa memikirkan aturan-aturan pemerintah daerah yang
tercantum pada RUTR tentang pembangunan. Banyak aturan yang dilanggar sehingga mengakibatkan kekisruhan dalam pembangunan.
CBD Jakarta, perkantoran / apartemen
/ perbelanjaan mewah yg tidak sesuai dengan kebutuhan warga Jakarta.
Banyak perkantoran / apartemen mewah yg kosong, perbelanjaan yg sepi.
Kenyataannya bahwa penduduk Jakarta memang masih banyak membutuhkan tempat tinngal, tetapi developer tidak membedakan, bahwa yang membutuhkan adalah masyarakat dari golongan bawah,
bukan dari golongan atas. Tetapi yang terus dibangun adalah perumahan
dan fasiitas untuk golongan menengah atas, sehingga pada waktu tertentu
ternyata fasilitas-fasilitas yang sudah dibangun tersebut mengalami kelesuan pasar.
Banyak perumahan baru yang kosong karena
pembelinya (yang kebanyakan membeli hanya untuk investasi) tidak ada,
dan lagi kenyataannya bahwa suku bunga yang terus naik menyebabkan harga
rumah juga melambung tinggi, ternyata mengganggu keinginan masyarakat
golongan menengah atas untuk terus menginvestasikan uangnya dalam bentuk
rumah karena berpikir akan sulitnya menjual dikemudian hari.
Selain itu ternyata juga bahwa
keberadaan apartemen golongan atas yang terus dibangun serta
fasilitas-fasilitas perkantoran yg masih saja bermunculan mengaibatkan
menurunnya tingkat penjualan. Sedangkan pembangunan gedung-gedung diatas
ternyata tidak memikirkan hubungannya dengan kebutuhan prasarana,
seperti jalan-jalan raya serta perhitungan kebutuhan fasilitas2 tersebut
dengan penduduk yang ada dan perhitungan kebutuhan tempat tinggal dari
seluruh golongan dengan perumahan/apartemen yang dibangun.
Kelesuan yang terjadi sekarang membuktikan bahwa perencanaan yang ada ternyata kurang matang.
Efisiensi kebutuhan ruang akan kebutuhan perumahan, perkantoran, pusat
perbelanjaan terhadap perbandingan jumlah penduduk memerlukan penlitian
lebih lanjut serta perubahan manajemen kota untuk mengendalikan yang
sekarang ini ternyata kurang memenuhi keinginan seluruh masyarat
Jakarta.
Perencanaan memerlukan analisa yang
matang tetang baik buruknya atau membuat feasibility study yang benar.
Setelah itu kita harus mendisain konsep-konsep yang dibutuhkan yang
tepat. Dibutuhkan ‘kejelian’ untuk membuat konsep yang ‘pas’. Setelah
itu mulai meng’implementasi’kannya. Dan sesuai waktunya, tetap diadakan
maintenance.
Kurangnya koordinasi
Contoh kurangnya koordinasi dalam hal
pembangunan, misalnya ; banyaknya galian-galian disepanjang jalan
dimanapun di Jakarta. Selalu mengalami galian-galian yang menurut saya
merupakan hasil ketidak-adanya koosdinasi antar instansi di Pemda.
Mereka menggali untuk memperbaiki gorong-gorong, misalnya, tetapi tidak
sekalian memperbaiki system per’kabel’an atau pemipaan. Setelah ditutup,
galian itu dibuka lagi sering tidak sampai beberapa bulan …..
Coba lihat, sebenarnya bila ada
perencanaan yang matang, tidak seharusnya baru dipasang gorong-gorong.
Sebelum embangan jalan / perumahan atau apa saja, seharusnyalah infrastruktur sudah di siapkan bahkan harus sudah dibangun sebelum membangun jalanan dan perumahan.
Memang galian untuk memperbaiki kondisi
tertentu, memang dibututhkan, tetapi melihat pola galian yang terjadi di
Jakarta, kelihatannya galian yang dilakukan tidak semata-mata untuk
memperbaiki sesuatu saja, tetapi juga hanya sekedar ‘menambahkan’ sesuat
yang kurang pada galian sebelumnya atau hanya sekedar lihat-lihat saja.
Koordinasi yang tidak sesuai ini juga
banyak terjadi di lingkungan pembangunan bidang lain, seperti di atas,
yaitu ketidak-sesuaian perhitungan akan tempat tinggal untuk semua
golongan dan kebutuhan akan perumahan, perkantoran, perbelanjaan serta
fasilitas2 lainnya.
Koordinasi menejemen pembangunan
Jakarta adalah adanya hubungan antar instansi untuk melakukan kegiatan
bersama sama untuk kesejahteraan warga Jakarta. Bila koordinasi antara
instansi tidak ada/ kurang, maka yang terjadi adalah seperti yang sudah
ditulis di atas …..
Tags:
Jakarta ,
manajemen
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Manajemen Fisik Kota Jakarta (9)”
Posting Komentar