Rabu, 24 November 2010
Banjir di Jakarta, Penyebab Serta (Sedikit) Saran Mengatasinya
Rabu, 24 November 2010 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Dengan
banyaknya pengalaman menghadapi bencana banjir bertahun-tahun, di mana
hal tersebut juga sudah terjadi pada zaman penjajahan Belanda yang
ditandai dengan sudah dibangunnya Banjir Kanal Barat (BKB) dan adanya
rencana pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) oleh pemerintah Belanda,
beberapa kesimpulan sebagai penyebabnya sudah terdeteksi. Sepertinya,
semua penyebab banjir tersebut sudah diketahui, sehingga selama ini
selalu menjadi fokus perhatian semua fphak untuk berusaha mengatasinya.
Namun, di luar semua penyebab yang sepertinya sudah diketahui tersebut, masih tertinggal penyebab mendasar lain yang tidak bisa diabaikan perannya
karena menjadi faktor penyulit dalam usaha mengatasi banjir. Sayangnya
selama ini hal tersebut belum pernah tersentuh sebagai bagian penting
dari upaya untuk mengatasi banjir.
Dalam
tulisan kami ini, untuk memberikan gambaran menyeluruh, secara singkat
kami kemukakan “semua” penyebab banjir yang sudah kita ketahui bersama,
untuk kemudian kami tambah lagi dengan adanya penyebab lain/baru yang
selama ini belum pernah diperankan, padahal merupakan faktor penyulit
penting yang ikut menentukan dalam usaha mengatasi banjir kota Jakarta,
sehingga peranannya tidak bisa diabaikan, atau mungkin malah harus
menjadi fokus perhatian utama juga.
- Penyebab banjir yang sudah diketahui.
-
- Sudah saling difahami bahwa bencana banjir Jakarta adalah akibat dari adanya banjir kiriman dari Bogor melalui 13 sungai yang membelahnya. Berlimpahnya air melalui 13 sungai tersebut juga sudah difahami, yaitu karena adanya penggundulan hutan yang terjadi di hulu sungai di wilayah Bogor di Selatan Jakarta.
-
- Belum selesainya pembangunan BKT karena sulitnya pembebasan tanah.
- Kondisi tersebut di atas diperparah oleh :
1)Terjadinya
penyempitan profil sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai) dikarenakan
banyaknya gubug-gubug liar yang menjorok ke arah dalam profil sungai.
2) Belum tuntasnya pelebaran profil sungai dengan pembongkaran gubug-gubug liar di sepanjang DAS tersebut di atas.
3) Adanya pembuangan sampah sembarangan oleh penduduk yang tidak disiplin.
4) Terjadinya tambahan hujan lokal yang cukup deras.
5) Tertutupnya lobang-lobang/saluran-saluran drainage kota.
6) Sudah
kurang sesuainya lagi demensi ukuran gorong-gorong dan atau saluran
kota yang sudah tidak seimbang lagi dengan kebutuhan kota.
7) Ketidak sesuaian kemiringan saluran drainage kota dikarenakan sudah berubahnya secara tak terkendali kemiringan permukaan tanah Jkt.
8) Sebagian wilayah DKI Jakarta berada di bawah muka air laut.
9) Adanya tambahan pasang naik air laut maupun banjir ROB.
Sudah
bertahun-tahun Pemda DKI Jakarta berusaha mengatasi “semua” penyebab
banjir tersebut di atas, namun usaha tersebut hasilnya belum pernah
memuaskan kita semua karena banyaknya kendala yang belum bisa diatasi
tuntas, terutamanya adalah menyangkut masalah biaya yang sangat
terbatas.
- Penyebab banjir lain (“baru”) yang belum diperankan.
Untuk
memahami masalah penyebab banjir yang lain (“baru”), yang selama ini
belum pernah tersentuh peranannya sebagai faktor/alat/sarana untuk ikut
menanggulangi bencana banjir Jakarta, perlu ditinjau keadaan Jakarta
dalam kurun waktu usia Master Plan DKI Jakarta yang dimulai sejak tahun
1965 sampai saat ini, sebagai berikut :
1) Seandainya
semua penyebab banjir tersebut pada butir A di atas pada akhirnya bisa
diatasi, yang pasti juga sudah akan mengurangi banjir secara signifikan,
tetapi dalam menghadapi hujan dalam kota sendiri, tampaknya kota
Jakarta tetap akan selalu kewalahan menghadapi banjir, contohnya adalah
yang sering terjadi setiap ada hujan dalam kota, padahal tidak ada
banjir kiriman dari Bogor.
2) Banjir jenis ini yang penyebabnya adalah hujan dalam kota akan tetap sulit ditanggulangi sepanjang tetap ada timbun-menimbun yang dilakukan para developer yang sepertinya tidak terkendali, ditambah peninggian jalan yang dilakukan secara tambal sulam oleh pemerintah sendiri demi mengatasi banjir pada ruas jalan tertentu yang menimbulkan banjir di tempat lain.
Jadi, usaha menyelesaikan masalah tetapi menimbulkan masalah di tempat lain.
3) Para developer yang menimbun suatu lokasi/kawasan dan tentu juga yang memberikan ijin penimbunan (maaf!), sepertinya “tidak peduli” dengan dampak terjadinya banjir pada lokasi lain yang keberadaannya lalu menjadi lebih rendah.
4) Proses
timbun-menimbun suatu kawasan/lokasi akan terus terjadi sepanjang ijin
penimbunan terus diberikan oleh pemerintah, dan hal tersebut sulit
dicegah bila pemerintah tidak memiliki landasan peraturan daerah yang orientasi penyusunannya berlandaskan pada teknik perencanaan kota berwawasan tiga demensi dengan memperhatikan peta kontur,
sehingga bila peraturan daerah itu telah dimiliki maka tanpa ragu
pemerintah bisa memberikan ijin atau menolaknya dengan tegas dan mantap.
5) Jadi,
peraturan daerah yang antara lain akan berperan sebagai pengendali
terkait dengan timbun-menimbun suatu lokasi/kawasan, hanya bisa disusun
bila didasarkan pada peta garis tinggi (kontur) yang dikombinasikan dengan peta dasar dua demensi.
6) Sebagaimana diketahui, selama ini pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas perencanaan kota hanya mendasarkannya pada peta dasar dua demensi saja yang menganggap wilayah Jakarta itu datar-datar saja.
7) Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengusulkan, kiranya peta dasar dua demensi yang dipakai sebagai landasan oleh perencana kota melaksanakan tugas merencanakan kota bisa dilengkapi dengan “peta garis tinggi (peta kontur)”, yaitu peta yang secara komprehensip mencantumkan data-data peil ketinggian seluruh bagian permukaan tanah Jakarta.
8) Dengan melengkapi peta garis tinggi/kontur di samping peta dasar dua demensi seperti yang sudah dipakai selama ini, akan bisa direncanakan Master Plan Kota Jakarta (MsPKJ) yang lebih sesuai dengan kenyataan fisik kontur kota, di mana kemudian akan bisa diturunkan atau dielaborasikan dengan pembuatan beberapa rencana induk turunannya, yaitu :
1. Rencana Induk Ketinggian Muka Tanah di DKI Jakarta (RIKMT)
2. Rencana Induk Saluran Drainage & Air Kotor kota (RISD&AK)
9) Jadi, dengan tersedianya MsPKJ, RIKMT, serta RIJS&AK tersebut di atas, di mana perencanaannya sudah didasarkan pada peta garis tinggi/kontur,
maka dengan mantap tanpa keraguan Pemda DKI akan mudah mengatur fisik
kota melalui pemberian atau penolakan permohonan ijin terkait dengan
peninggian lokasi/kawasan bagian-bagian kota, saluran-saluran, maupun
jalan-jalan kendaraan, di mana semuanya berpola pada rencana yang
terintegrasi secara tiga demensi sesuai dengan kenyataan kontur kota
Jakarta.
10) Namun, karena pada saat sekarang ini sudah terlanjur menjadi kenyataan dan kebiasaan yang hanya menggunakan peta datar dua demensi
sebagai peta dasar perencanaan kota yang sudah berlangsung lama sekali,
maka sebagai akibatnya di lapangan mudah disaksikan banyaknya kegiatan
menimbun/meninggikan lokasi/kawasan demi ego si pengembang “menghindari
banjir” di atas lokasi miliknya, seakan-akan kegiatan-kegiatan tersebut
tak terbendung.
11) Akibat
dari kenyataan timbun-menimbun apabila tidak terkendali, suatu
lingkungan yang tadinya tidak banjir akan bisa menjadi wilayah rendah
sehingga lalu mengalami banjir, bahkan dikhawatirkan bahwa wilayah elit
Menteng (sebagai contoh) yang sebelumnya tidak pernah banjir pada suatu
saat akan menjadi wilayah rendah dan akan menjadi langganan banjir.
12) Terkait
dengan uraian di atas, kami laporkan adanya contoh “tidak bagus” di
dalam kawasan perkaplingan ex Kompleks Gudang Peluru, Tebet, Jakarta
Selatan, yang pengembangannya dilakukan sekitar tahun 1970-an, di mana
kemungkinan juga bisa ditemui di tempat lain, sebagai berikut:
13)
1. Terdapat Jalan Gudang Peluru Selatan I, yang membentang dari utara ke selatan sepanjang + 600 m, di kedua ujung jalan tersebut posisinya tinggi (istilah teknisnya disebut punggung) dan di tengahnya lebih rendah (istilah teknisnya disebut lembah)
sehingga air hujan serta air buangan rumah tangga yang ada di sepanjang
Jl.Gudang PeluruI tersebut melalui selokan di kiri-kanan jalan itu
pasti akan mengalir menuju ke posisi yang lebih rendah (lembah) di
pertengahan jalan.
2. Namun,
karena pada saat perencanaan hanya didasarkan pada peta dasar dua
demensi yang menganggap keseluruhan permukaan tanah datar, si perencana
tentu tidak mengetahui kondisi perbedaan tinggi muka tanah pada jalan
tersebut, sehingga hasil perencanaannya adalah seperti yang ada pada
saat ini, yaitu pembuatan jalan melintang pada Jl.Gudang Peluru-I ini
ditempatkan pada punggung di kedua ujung jalan Jl.Gudang Peluru-I (
sketsa).
3. Bila perencana saat itu melihat ke lapangan, yang pasti juga bisa dilihat pada peta kontur (kalau saat itu dilengkapi peta kontur),
penempatan jalan melintang tersebut lebih tepat bila ditempatkan
melintang pada posisi di tengah Jl.GPludang Peluru I (lembah), sehingga
saluran yang kemudian dibuat di kiri-kanannya akan menjadi lanjutan dari
saluran air di sepanjang Jl.Gudang Peluru-I menuju ke Kali Ciliwung di
sebelah Timur Kompleks, tidak seperti sekarang ini dengan cara membuat gorong-gorong besar di bawah perkaplingan perumahan menuju Kali Ciliwung, yang pasti merugikan/mengganggu pemilik kapling/rumah tsb.
- Saran langkah yang sebaiknya ditempuh.
Memperbaiki
suatu perencanaan kota yang sudah direalisasikan di lapangan
bertahun-tahun sejak awal Masterplan tahun 1965 tentu sangat sulit,
namun karena masalah penggunaan peta dasar yang lengkap itu sangat
mendasar, suka atau tidak suka sebaiknya dimulai secara bertahap,
sedangkan tahapan-tahapan yang kami usulkan adalah sebagai berikut :
1. Membuat Rencana Induk Ketinggian Muka Tanah (RIKMT).
Tahap – I : Membuat peta garis tinggi/kontur keadaan Jakarta saat ini, yang
mencantumkan kenyataan peil permukaan tanah Jakarta,
dengan pemotretan indera jauh satelit / foto udara.
Tahap – II : Menerbitkan SK Gubernur yang menetapkan status quo kea-
daan lapangan selama sedang dilakukan perencanaan Rencana
Induk Ketinggian Muka Tanah Jakarta (RIKMT).
Jadi, selama pembuatan RIKMT tidak diijinkan untuk melaku-
kan timbun-mrnimbun suatu lokasi/kawasan.
Tahap – III : Membuat konsep RIKMT bersama para ahli multi disiplin ilmu,
lalu disosialisasikan kepada masyarakat umum maupun professional untuk memperoleh masukan penyempurnaan.
Tahap – IV : Konsep RIKMT dijadikan Perda sesuai prosedur yang berlaku.
2. Pengaruh RIKMT terhadap Masterplan eksisting.
Terhadap Masterplan Jakarta yang sudah berbentuk Perda selama ini, seyogyanya
di
review lagi dengan RIKMT sedemikina rupa sehingga hasilnya bisa
memberikan solusi yang lebih tepat atas berbagai masalah yang timbul
terkait berbagai aspek, termasuk relevansinya dengan masalah banjir.
3. Membuat Rencana Induk Saluran Drainage & Air Kotor (RISD&AK).
Dengan mendasarkannya pada RIKMT tersebut di atas bisa dibuat RISD&AK
dengan lebih mudah, karena semua rencana ketinggian muka tanah sudah dite-
tapkan,
dan perencana kota tinggal menghitung perkiraan debit air di
masing-masing jaringan saluran yang relevan posisinya, sehingga
demensi/ukuran saluran juga bisa direncanakan dengan baik, sedangkan
arah aliran berpola pada ketinggian muka tanah di mana data-data
ketinggiannya sudah dicantumkan dalam RIKMT.
4. Tim Penyusun Rencana-Rencana Induk.
Untuk menyusun rencana-rencana induk dan review masterplan yang ada terse-
but di atas, disarankan dilakukan oleh suatu Tim Ahli multi disiplin, terdiri dari
berbagai disiplin ilmu yang bisa memberikan kontribusi wawasan berbagai ilmu
perkotaan,
yaitu para City Planners dengan latar belakang pendidikan berbagai
macam ilmu mikro yang relevan setelah minimal memperoleh pendidikan
tambahan Pasca Sarjana di bidang City Planning (S-2), antara lain
Architect Planners, Civil Engineer Planners, Traffic Engineer Planners,
Geologist Planners, Economics Planners, Geotechnical Planners,
Demography Planners, Legal Planners, Industrial Planners, Regional
Planners, Earthquake Engineering Planners, dan sebagainya.
Mengingat
Jakarta sedang akan membangun sub-way untuk transportasi massal, ada
baiknya bila juga dilengkapi dengan keahlian Tunnel Enginering Planners.
Regional Planners perlu dilibatkan karena Jakarta berkait dengan Jadebotabek.
- Implementasi Rencana Induk Ketinggian Muka Tanah (RIKMT).
1. Dengan dimilikinya RIKMT, maka keinginan masyarakat dan para pengem-
bang untuk mengamankan lokasinya dari banjir dengan cara menimbun/me-
ninggikan tanah bisa dikendalikan dengan mantap tanpa ragu, karena pada
seluruh lokasi di Jakarta sudah ditetapkan rencana ketinggian muka tanah-
nya di dalam RIKMT.
Bisa terjadi bahwa pada suatu lokasi tertentu yang ditetapkan dalam RIKMT
justru harus diperdalam dengan menggali, lokasi lainnya mungkin harus di-
timbun/ditinggikan, atau yg lainnya lagi dipertahankan seperti apa adanya.
Jadi dengan sarana RIKMT tersebut peninggian tanah tidak bisa dilakukan
sembarangan seperti sekarang ini yang hanya dilihat parsial di sekitarnya,
tidak menyeluruh seluruh Jakarta.
2. Tampaknya mengenai penjagaan dan pemeliharaan permukaan tanah yang
ditetapkan dalam RIKMT ini perlu dilakukan oleh suatu instansi tersendiri setingkat Dinas.
Dinas ini bertugas menjaga dan memelihara konsistensi ketinggian muka
tanah yang sudah ditetapkan dalam RIKMT tersebut, dengan tugas/kegiatan
memberikan atau menolak ijin penimbunan/peninggian suatu area/kawasan,
juga untuk penggalian tanah, bahkan juga dimungkinkan untuk membangun
polder penampung air bila diperlukan sesuai yang dituntut dalam RISD&AK
- Keuntungan Peta Garis Tinggi/Kontur melengkapi Peta Dasar dua demensi.
-
- Dapat dibuat Rencana Induk Ketinggian Muka Tanah (RIKMT), sehingga
penimbunan tanah oleh masyarakat yang mengakibatkan banjir bisa lebih
dikendalikan dengan mantap tanpa ragu.
-
- Pengaturan kemiringan tanah yang berarti pengaturan mengalirnya air di wilayah kota Jakarta bisa direncanakan dengan baik.
- Bisa dibuat Rencana Induk Saluran Drainage & Air Kotor (RISD&AK) untuk memastikan berfungsi atau tidaknya saluran air yang ada, termasuk cukup atau tidaknya ukuran/demensi saluran tersebut.
- Suatu keinginan peninggian peil permukaan jalan yang ada dapat dikaji dengan mantap melalui RIKMT tersebut di atas, sehingga antisipasi terhadap dampak banjir yang ditimbulkannya bisa dilakukan bersamaan dengan peninggian tsb.
- Kalau perlu dapat dibuat polder penampung air bila dalam RISD&AK memang ditetapkan demikian.
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Banjir di Jakarta, Penyebab Serta (Sedikit) Saran Mengatasinya”
Posting Komentar