Senin, 01 Oktober 2012
‘Green Building’: Konsep untuk Kualitas Hidup Jakarta yang Lebih Baik
Senin, 01 Oktober 2012 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Memang sudah seharusnyalah pemda
Jakaarta menerapkan ‘Green Building, seperti yang aku sering katakan
pada artikel2ku di ‘Penghijauan’. Apalagi kota Jakarta, dengan beban
besar sebagai kota metropolitan yang belum bisa mengatasi berbagai
masalah perkotaan, apalagi yang berhubungan dengan alam …..
Kriteria2 ‘Green Building’ memang sesuai
dengan standard internasional, tetapi apapun itu, ‘Green Building’
memang sangat bisa menjadikan Jakarta lebih manusiawi dengan lingkungan
yang asri dan kota yang hemat energi. Karena kriteria ‘Green Building’
sangat jelas dengan persyaratan penggunaan dan efisiensi penggunaan
energi, air, kualitas udara serta persyaratan pengelolaan lahan dan
limbah. Dan yang paling penting adalah tata laksana ‘Green Building’
adalah bersamaan dengan pelaksanaan masa konstruksi.
Perushaan tempat aku bekerja atau semua
perusahaan yang berhubungan dengan dunia konstruksi, memang sudah
mengerti bahwa ‘Green Building’ harus mulai diterapkan terhitung 23
April 2013, sehingga kami berencana untuk terus mulai berbuat yang
terbaik dalam konsistensi untuk konsep ini. Apalagi, tempat aku bekerja
selalu berhubungan dengan mall, perkantoran, apartemen, hotel atau
gedung2 yang lain di atas 20.000 meter persegi sampai 50.000 meter
persegi.
Aku memang bekerja di salah satu
perusahaan developer terbesar di Indonesia. Tetapi bukan hanya developer
saja. Di perbankan dan industripun tetap diminta bahkan diharuskan
setelah 23 April 2013 memakai konsep ‘Green Building’. Gedung2 hijau
tersebut akan mendapat sertifikat dari Badan Sertifikasi dengan konsep
‘Green Building’ yang mana menjadikan gedung itu memang layak sebagai
‘gedung hijau’.
Bangunan2 eksisting pun bukan berarti
‘bebas’ sebagai bangunan hijau. Bangunan2 eksisting beruaha untuk ’sama’
dengan bangunan2 baru. Misalnya, mengaudit energi awal, membuat
proposal rencana kerja penghematan energi dengan melihat konsumsi energi
eksisting.
Setelah itu, disesuaikan dengan instansi2 terkait untuk
mencapai konsep ‘Green Building’ seperti bangunan2 baru. Karena untuk
bangunan2 baru, tata pelaksanaannya sudah mulai dari Ijin Mendirikan
Bangunan ( IMB ). Jika konsep ‘Green Building’ tidak dilaksnakan, IMB
nya tidak bisa di tanda tangani.
Untuk bangunan2 baru, efisiensi energi
dan air, kualitas udara, pengelolaan limbah serta pelaksanaan
konstruksi, membentuk sebuah kriteria dengan nilai acuan, metode
pengukuran dan alat uji sebagai bagian dari standard ‘Green Building’
itu sendiri. Untuk bangunan2 eksisiting, konservasi dan efisiensi energi
dan air, kualitas udara dan kenyamanan thermal serta manajemen
operasional dan pemeliharaan, merupakan konsep ‘Green Building’ sesuai
dengan kriteria, metode pengukuran serta alat uji.
Efisiensi energi sendiri, yang pertama
adalah sistim selubung bangunan. Yaitu semua tampak bangunan, ssesuai
dengan kriteria. Misalnya, apakah haarus kaca semua? Karena jika semua
kaca berarti sinar matahari akan masuk lebih banyak sehingga AC nya
harus lebih dari bangunan2 yang tidak terlalu memakai banyak kaca. Dan
AC memproses zat2 yang dapat membuat polusi udara kita.
Di Jakarta, bangunan dengan kaca
penuh seperti ini ajan memboroskan energi. Sehingga bisa memakai
‘eco-wall’, yaitu konsep tetap kaca tetapi dibuat sedemikian dengan
stiker2 yang membuat sianr matahari lebih terpantul.
Tetapi ketika di negara 4 musim, konsep selubung kaca teidak bermasalah karena mereka justru ‘mencari’ matahari.
Yang kedua sistim ventilasi dan
pencahayaan alami. Bahwa sebaiknya bangunan2 tinggipun harus melihat
istim ventilasi. Misalnya, jangan membuat gedung tinggi tanpa ventilasi.
Kita bisa membuat beberapa jendela untuk udara bebas masuk serta
pencahayaan asli, walau tetap bangunan2 itu memakai AC. Karena jika
semua tertutup, bangunan itu tidak sehat.
Pencahayaan alami, semaksimal
mungkin bisa menggantikan pencahayaa buatan. Ventilasi2 dan jendela2
untuk sinar matahari diperbanyak untuk penghematan energi.
Begitu juga dengan ventilasi2 udara
untuk bisa pendingin udara serta kipas angin lebih tidak digunakan,
walau jujur saja, udara Jakarta diatas 30 derajat memang panas …..
Yang ketiga, sistim pengkondisian udara
dalam bangunan dan sitim kelistrikkan. Bahwa temperaktur ruang
serendah2nya 25 derajat celsius dengagn kelembabab 60% serta
kelistrikkan yang aman sesuai standard aman internasional.
Begitu juga yang terakhir, adalah sistim
transportasi dalam gedung. Dengan konsep ‘Traffic Management System’
sesuai standard internasional.
Sistim transportasi dalam bangunan
juga harus di atur, sehingga tidak bertabrakkan. Misalnya, untuk jarak
antara 25 meter sampai 30 meter, harus di desain tangga kebakaran dan
tiap gedung berlantai 4, harus memakai elevator sehingga hemat energi
bagi pengguna.
Seperti desain kantor tempat aku
bekerja, memakai elevator ( lift ), menggunakan konsep ‘meminta’ lift
untuk lantai kemana kita ingin diturunkan, tidak lewat di masing2 lift
tetapi ada di luar lift. Ini sangat menghemat sistim kontrol juga
menhhemat si pengguna …..
Efisiensi air untuk bangunan baru,
adalah dengan peralatan saniter hemat air sesuai dengan ketersediaan.
Dan untuk bangunan eksisiting adalah daur ulang untuk air sekunder dan
air PAM tidak boleh untuk menyiram tanaman.
Untuk kualitas udara dan kenyamanan
thermal, adalah melihat laju pergantian udara dalam ruangan, memonitor
CO dan CO2, menggunakan refrigeran non-CFC dan yang terakhir adalah
kelembaban udara minimal 25 derajat celcius serta kelembaban 60%.
Bagaimana dengan pengolahan limbah
bangunan? Yang utama adalah persyaratan tata ruang, dengan perencanaan
landscape serta sistim penampungan air hujan. Untuk fasilitas pendukung
adalah aksesibilitas para pedestrian serta parkir sepeda dan kamar mandi
khusus yang bersepeda. Sedangkan pengolahan limbah padat dan cair,
seperti biasa.
Pelaksanaan konstruksi, merupakan hal
yang justru sedikit ‘terlupakan’. Keselamatan, kesehatan kerja dan
lingkungan ( K3L ) seakan2 sedikit terabaikan karena banyak yang tidak
mengerti bahwa K3L bisa membuat sebuah bangunan aman dan sehat.
Kebisingan tidak melebihi aturan serta ‘full safety net’.
Pada masa
konstruksi, juga ada konservasi air yaitu dengan perencanaan dan
pelaksanaan de-watering yang terkontrol. Dan pengolahan limbah
konstruksi, yaitu pemilihan sampah organik, non-organik dan limbah
kimiawi. Juga bagaimana pengelolaan limbah kimiai sesuatu dengan
ketentuan.
Jaring2 penyelamat dan tong besar limbah konstruksi, dipisahkan dengan cairan serta yang mengandung kimiawi.
Terakhir, dengan konsep ‘Green Building’
di Jakarta, tahun 2030, gadung2 di Jakarta bisa menyerap energi sampai
50% sehingga Jakarta akan lebih nyaman untuk ditinggali …..
Disarikan dari Peraturan Gubernur No.38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “‘Green Building’: Konsep untuk Kualitas Hidup Jakarta yang Lebih Baik”
Posting Komentar