Minggu, 20 Februari 2011
'Volendam' : Sebuah Desa Nelayan yang Cantik
Minggu, 20 Februari 2011 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Tugasku sudah selesai, waktu itu adalah
mengamati konsep, arsitektur dan lingkungan di Amsterdam. Aku ingin
‘berkelana’ lagi, bukan di kota2 besar di Eropa, aku ingin pergi ke
sebuah desa, untuk mengamati juga, bagaimana sebuah desa di Eropa. Dan
karena aku ada di Amsterdam Belanda, tujuanku adalah sebuah desa
nelayan, yg ternyata memang cantik. Dulu, waktu masih sekolah, aku sudah
pernah kesana, tetapi aku tidak terlalu peduli, bagaimana konsep,
arsitektur dan lingkungannya, tetapi sekarang aku memang benar2 untuk
’study arsitektur’.
Pagi2 aku sudah sarapan di hotel dan
bergegas ke ‘de tur’ dekat hotelku. Bis tur ku sudah siap dan sambil
berlari aku langsung menuju busku. Aku langsung duduk di depan dan busku
meluncur pelan menuju Volendam …..
Awalnya, Volendam adalah sebuah
pelabuhan, dekat Edam, yang terletak di muara sungai. Pada 1357,
penduduk Edam menggali kanal lebih pendek ke Zuiderzee dengan pelabuhan
terpisah sendiri. Ini menghilangkan kebutuhan akan pelabuhan yang asli,
yang kemudian dibendung dan digunakan untuk rekamasi. Petani dan nelayan
lokal menetap di sana, membentuk komunitas baru Vollendam.
Mayoritas penduduk beragama Katolik Roma, yang sangat berhubungan dengan budaya desa. Secara historis, banyak misionaris dan uskup, yang dibesarkan di Volendam.
Volendam adalah objek wisata populer di
Belanda, terkenal untuk kapal tua nelayan dan pakaian tradisional masih
dipakai oleh beberapa warga. Kostum para wanita atas Volendam, dengan
tinggi, topi runcing, merupakan salah satu yang paling dikenal dari
kostum tradisional Belanda, dan sering ditampilkan di kartu pos wisata
dan poster ( walaupun ada diyakini kurang dari beberapa perempuan saja
sekarang yg memakai kostum sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari
mereka, sebagian besar dari mereka lansia ).
Beberapa perempuan Belanda dengan
anak2nya ( atau cucu2 ? ) di sebuah kapal nelayan. Mungkin itu kapal
salah seorang kenalan atau saudaranya.
Volendam juga memiliki fitur sebuah
museum kecil tentang sejarah dan gaya pakaian, dan pengunjung dapat
berfoto dalam kostum tradisional Belanda.
Duh, sebenarnya aku ingin berfoto berbaju Belanda, tetapi yg antri banyak sekali ….. Suatu saat, aku akan kesana lagi …..
Begitu aku sampai di Volendam, aku mulai
menyusuri jalan. Kami hanya diberi waktu 2 jam untuk mengelilingi
Volendam. Kalau begitu, aku tidak mau buang waktu. Aku tidak tertarik
belanja, tetapi aku sangat tertarik untuk mengamati desa nelayan itu.
Masih pagi, masih sepi ….. Duduk2 di tepi pantai seperti ini, membuat aku ber’kelana’ …..
Rumah - rumah nelayan disana sangat
terawat baik & sangat bersih. Meskipun ukurannya kecil ( mungkin
sekitar 6 m x 8 m, dan hampir semuanya berukuran sama / seragam ),
tetapi terlihat bahwa penghuninya sangat memperhatikan detail demi
kenyamanan hidup mereka. Setiap jendela rumahnya ( yang tanpa teralis
dan tanpa kaca film ), selalu diberi korden dengan desain klasik, atau
vertical blind yang bergaya modern. Selalu ada meja kecil untuk memajang
hiasan rumah seperti pot tanaman / bunga, keramik - keramik hias bahkan
tempat tidur kucing peliharaannya. Banyak kucing yang tidur di jendela
itu, sehingga sangat atraktif bagi turis, terutama bagi kami.
Rumah2 lama dengan berdandan modern, misalnya dengan membuat jendela berkorden vertical blind.
Material rumah - rumah tradisional
tersebut menggunakan kayu papan dan dicat sesuai dengan selera masing -
masing penghuni. Semua rumah tanpa pagar, berdekatan satu sama lain.
Halaman belakang, sebagian besar merupakan area bersama antar keluarga
mereka, dipenuhi oleh barang - barang yang merupakan hobby dari masing -
masing penghuni, misal tanaman, bunga, keramik , patung bahkan mainan
anak - anak & sepeda.
Lihatlah. Antara rumah2 itu tidak
berjarak sama sekali, tetapi masing2 menjaga privasinya. Tidak membuang
sampah sembarangan dan anak2pun tidak saling mengganggu.
Pada umumnya mereka tidak menggunakan /
tidak mempunyai mobil. Bagi yang mempunyai mobil, disediakan lapangan
parkir khusus agak jauh dari rumah mereka. Pedestrian & jalan mobil
tidak dibedakan, hanyak ada perbedaan ketinggian sekitar 5 cm.
Menggunakan batu dengan desain seperti paving block. Lebar jalan antar
rumah hanya sekitar 10 m.
Bila terdapat sungai, mereka membangun
jembatan khas Belanda, yaitu seperti di depan hotel Omni Batavia
Jakarta. Jembatan terbuat dari kayu papan tua. Sungai sangat terpelihara
rapi dengan banyak bebek liar berenang & mencari makan.
Jembatan kuno, tetapi cantik sekali …..
Keluar dari desa Volendam, aku menuju ke
pantai. Suasana yg disuguhkan memang benar2 kereeennnnnn ….. Dengan
hanya duduk, diam dan merenung, aku bisa ‘menyaksikan’ suasana Belanda
tempo dulu. Banyak orang2 tua yg memakai baju Belanda, dengan
‘terompahnya’ yg khas itu. Sebenarnya aku ingin berfoto memakai baju
khas Belanda seperti itu, tetapi aku tidak banyak waktu. Karena, antri,
booo …. J Buat aku, lebih merasa berguna, hunting tentang arsitektur.
Aku duduk di sebuah batang kayu, melihat
para nelayan modern. Ada yg memperbaiki jala, ada yg membersihkan
kapan, ada pula yg hanya duduk mengobrol dengan teman2nya. Mengasikkan
sekali ….. Mungkin, bila aku banyak waktu, aku ingin menginap beberapa
malam …..
Indah sekali, bukan?? Banyak
nelayan2 yg hanya duduk2 sambil bersenda gurau. Dikejauhan adalah rumah2
makan atau toko2 kolontong untuk mencari kebutuhan mereka.
Ada beberapa bapak2 nelayan yg
memakai baju tradisional mereka, juga beberapa ibu2 memakai baju
tradisional juga. Melihat ini, aku benar2 ‘terkesima’ otakku melayang2,
dan yg jelas aku merasakan damai di hati, walau aku hanya seorang diri
disini …..
Eksterior sangat ‘Belanda’ sekali. Dengan rumah2 yg khas. Jalannya dari conblok, “smart”.
Karena conblok bisa menerap hujan, jika memakai aspal, tidak bisa
menyerap air bila laut pasang.Tiang2 khusus untuk dekorasi, menambah
aksen dan estetik desa ini.
Hotel2 di Volendam hanya berupa ‘rumah
nelayan’. Berlantai satu dan tanpa pelayan seperti hotel2 pada umumnya.
Tamu diminta membawa sendiri baranf2nya, atau bila memang membutuhkan,
pemilik hotel minta tolong anak2nya / saudaranya yg membantunya.
Makan siang aku melewati di Volendam
sebelum kami kembali ke Amsterdam. Aku masuk ke sebuah ‘warung’ Belanda.
Hanya ada beberapa kursi dan menawarkan ‘Fish and Chips’ dan aneka
Hamburber serta Hotdog. Ada juga makanan seafood, tetapi karena memang
waktunya mepet, aku hanya memesan ‘Fish and Chips’ ( Ikan dengan kentang
goreng ). Ternyata, astaga ….. porsinya banyk sekali ……
Fish and Chips …. Dengan jeruk lemon
dan mayonnaise dan sedikit sayur ( kubis dan wortel ): Coleslaw, dan
tempat aku makan siang.
Setelah makan, aku masih sempat
mengamati lingkungan Volendam lagi. Aku berjalan2 lagi di desa. Sambil
keluar masuk toko / bangunan, aku mengamati detail2 arsitektur baik
eksterior maupun interior.
Jam 1 siang, kami meninggal desa
Volendam. Masih ingin berjalan2 disini, tetapi memang waktunya tidak
ada. Aku berjalan ke bus ku untuk berangkat pulang ke Amsterdam,
meninggalkan kesan yg sangat mendalam di hatiku. Dan aku janji untuk
kembali lagi kesana …..
Tags:
Jalan-Jalan
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 Responses to “'Volendam' : Sebuah Desa Nelayan yang Cantik”
18 Februari 2020 pukul 00.11
Terimakasih, artikelnya sangat menarik sekali. Jangan lupa untuk mengunjungi kami di Konveksi Seragam Drumband Surabaya
Posting Komentar