Kamis, 06 Februari 2014

Sketsa Kehidupan si Ibu Tua : ‘Orang Miskin Dilarang Sakit’



By Christie Damayanti

13916786201222514349
www.kupastuntas.co.id

Sebelumnya : Mama, JPK, Askes dan BPJS

Ibu tua itu menundukkan kepalanya, ketika petugas puskesmas di tempat dia selalu berobat lewat fasilitas Askes mengatakan bahwa penyakitnya sekarang tidak bisa dibayar oleh Askes tetapi tetap bisa dibayar sendiri. Matanya mengerjap dan sedikit air mulai menggenang di pelupuknya …..

“Mba, tolonglah ….. mengapa hal ini bisa terjadi? Sudah puluhan tahun saya memakai Askes untuk berobat, mengapa sekarang tidak bisa?”, kata ibu tua itu.

Petugas puskesmas mulai terganggu dengan rengekan ibu tua itu. Dia mengabaikan saja rengekan itu dan meneruskan mengerjakan tugas2nya lagi. Sementara si ibu tua semaki terpuruk, meninggalkan tangisan yang semakin lama semakin menggugu.

Sementara di belakang ibu tua itu, mengular orang2 yang antri untuk mendapatkan rujukan untuk berobat lewat Askes. Banyak sekali! Mereka menanti, apa yang dikatakan petugas itu tentang masalah si ibu tua itu. Mereka gelisah. Mereka bingung. Ada yang mulai ‘panas’ dan marah2, arena si ibu tua mulai menangis tergugu. Ada yang pasrah dengan keadaan itu dan mundur teratur dari antrian yang mengular, tetapi ada juga yang berkeras merebut antrian untuk mencari tahu, bagaimana penyelesaiannya.

Si ibu tua mundur dari meja petugas. Dia mengambil tongkatnya dan berjalan tertatih untuk mencari tempat duduk. Umur ibu tua itu mungkin sudah 80 tahun labih. Matanya sudah lamur dan memakai kacamata tebal. Dia memakai baju tebal, terlihat sakit dengan batuk2 yang membuat orang2 disekitarnya merinding, karena batuknya tidak berhenti …..

Dia juga memakai syal tebal, membawa tas besar untuk bekal karena rumahnya cukup jauh untuk cepat pulang dan tidak mau membeli makanan untuk mengirit. Wajahnya sendu, matanya redup dan tidak bersinar. Hatinya tersayat2, entah bagaimana dia harus menyemangati diri. Suaminya sudah berpulang beberapa tahun lalu dan dia pun hanya sendiri, sementara anak2nya entah dimana. Ya, si ibu tua benar2 sebatang kara di Jakarta sekarang ini …..

Sementara disekelilingnya, semakin banyak orang yang marah dan tidak terima karena mereka tidak bisa berobat. Bagaimana bisa? Mereka tidak mempunyai uang koq. Berunutnng mereka sempat merasakan berat dari Askes untuk berobat selama ini. Tetapi sejak awal Februari ini, ternyata Askes ‘membatasi’ penyakit2 yang seharusnya sudah menjadi kewajiban Askes untuk ditalangi.

Puskesmas itu menjadi ribut, banyak orang berteriak2 dan semakin siang,semakin gerah. Dan ibu tua itu menyingir ke halaman puskesmas untuk menyegarkan kepalanya.

“Duh … bagaimana nanti aku berobat? Penyakitku adalah penyakit tua. Diabetes. Hipertensi. Harus minum obat. Bagaimana aku harus membeli obatnya? Pendiunan almarhum suamiku tidak akan bisa untuk membeli obat. Aku harus bisa hidup juga, kan?”

Sambil merenung, sayup2 teriakan2 orang2 yang tadi marah2 tentang Askes, mereda. Ada apa?

Tetapi si ibu tua tidak peduli. Tangannya yang sudah keriput, kakinya yang juga sudah susah berjalan, membuat dia lebih memilih duduk dan beristirahat ketimbang ikut2an marah. Angin sepoi2 membuat mata si ibu tua mengantuk. Tetapi purutnya berbunyi, tanda harus makan. Apalagi si ibu menderita penyakit diabetes, yang membuat dia tidak boleh menahan lapar, karena jika begitu, kadar gula darahnya akan drip dan dia bisa pingsan.

Lalu dia mengambil bekalnya. Membuka tutupnya dan mulai memakannya. Sedikit nasi dengan sayurnya, sepotong tempe dan tahu, serta sambal. Dibuka juga sebotol air untuk melegakan tenggorokannya. Kadar gula darahnya sedikit drop dan dia buru2 melahap makanannya sambil gemetaran ……

***

Aku membayangkan seorang ibu tua dengan penyakit diabetes dan hipertensi yang sekarang kebingungan untuk berobat. Uangnya tidak banyak dan dia hidup sebatang kara di Jakarta, dengan penyakitnya. Mulanya, dia cukup berbesar hati untuk berobat baik melalui Askes. Tetapi ketika pagi itu dia tidak lagi mendapatkan dana talangan untuk berobat, hati tua yang lembut itu oun bergetar …..

Bingung. Bagaimana dia mau berobat. Dan siapa yang bisa menolongnya? Akupun membayangkan, masih banyak orang2 seperti ibu tua itu, dengan kebingungan yang sama. Tidak tahu bagaimana lagi untuk berobat. Bahkan yang lebih buruk lagi dari si ibu tua itupun masih banyak. Jangankan berobat, untuk makan sehari2 saja tidak bisa …..

Sketsa kehidupan warga Jakarta itupun demikian adanya. Ada yang mengatakan,

“Untuk orang miskin dilarang sakit”

Sinis. 

Hiperbola. 

Apapun sebutannya, itu sepertinya mendekati kebenaran. Jika tidak ada uang, jangan sakit. Karena sait itu mahal. Lebih ‘mahal’ dari kehidupan itu sendiri …..

Tetapi, siapa yang mau sakit? Kita semua berharap selalu sehat, kuat dan bahagia. Dan ketika Tuhan memberi kita sakit, terus mau apa? Itu rencana Tuhan. Dan tidak ada yang sanggup untuk menepisnya!

Mengatur negara memang tidak gampang, bahkan sangat susah! Bukan hanya secara fisik kenegaraan saja yang harus dipikirkan untuk di desain, tetapi secara sosial kemasyarakatan. Soal pendidikan. Soal keluarga. Soal pertanian, peternakan atau perkebunan sebagai bagian kehidupan. Apalagi soal kesehatan. Semua pengaturan itu sangatlah susah!

Ketika negara sudah mendesain dengan konsep2 yang biasanya sangat bagus dan ideal, untuk melaksakannya pun tidak gampang. Ada orang2 yang harus melakukannya, sehingga konsep fisik serta sosial kemasyarakatan negara tersebut bisa dinikmati oleh semua warganya.

Mungkinkan konsep2 idealis yang sudah didesain oleh negara, bisa direalisasikan dengan baik untuk semua warga negara? Bisa ya, bisa tidak. Tergantung niatnya, apalagi niat orang2 yang melakukannya. Karena jika mereka niat untuk peduli dengan banngsanya, itu tidak terlalu susah. 

Mereka hanya tinggal mengatur orang2 yang melaksanakannya, toh mereka memang benar2 peduli dengan bangsanya.

Tetapi ketika yang melaksanakan itu orang2 yang benar2 mau mengambil keuntungan bagi diri sendiri dan egoisme ada di ujung tombak hidupnya, sampai kapanpun konsep idealis negara tidak akan sampai untuk bisa di nikmati semua warga negara …..

Aku adalah warga negara biasa. Perempuan biasa, kecil mungil dan cacat karena stroke. Tetapi aku mencintai negaraku. Aku mencintai kotaku. Aku mencintai sesama. Dan terlebih lagi, aku mencintai mamaku dan seluruh keluarga dan sahabat2ku.

Aku ingin terus peduli kepada negaraku, kepada kotaku dan kepada sesamaku. Walau aku cacat dan mungkin tidak bisa melakukan banyak hal dengan fisikku, paling tudak aku ngin tetap dan terus berkarya. 

Dengan apa? 

DENGAN APA SAJA! 

Termasuk dengan menulis untuk menumbuhkan kepedulian bagi negara, bagi kota dan bagi sesamaku ……

Sahabat,
Mari kita terus berkarya. Berbuat apa saja untuk sesama. Kota. Dan Negara. Karena hidup kita akan terus berlanjut, sesuai dengan keinginan Tuhan. Dan ketika kita tidak bisa atau tidak mau berkarya bagi sesama, mau kapan lagi?  Karena kita tidak tahu, kapan Tuhan akan memanggil kita.

Seperti untuk si ibu tua itu dan orang2 yang jauh lebih tidak beruntung lagi, yang mempunyai masalah untuk berobat. Jika aku bisa, aku akan melakukan yang terbaik bagi kesejahteraan negaraku ini, bagaimana pun caranya. 

Setidaknya, hanya sedikit tulisan ini akan bisa mengetuk pimpinan tertinggi untuk mulai peduli bagi sesama, kota dan negara Indonesia …..

Salamku untuk Indonesiaku ……

Tags: , ,

0 Responses to “Sketsa Kehidupan si Ibu Tua : ‘Orang Miskin Dilarang Sakit’”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks