Kamis, 06 Februari 2014

Dalam Ketakutanku, ‘Doa Bapa Kami’ Terus Berkumandang di Hati



By Christie Damayanti

13916832941102504314
dianasihotang.wordpress.com

Sebelumnya :









Ketika aku masih benar2 beristirahat ‘bed-rest’ di ruang VIP ku pun, aku sudah merasakan kesakitan yang luar biasa jika aku bergerak, karena perutku menegang, sampai tanganku hanya mampu mencengkeram railing tempat tidurku dengan urat2 serta pembuluh2 darah tanganku. Bayangkan, ketika waktu itu aku harus duduk dengan membungkuk seperti mau senam dengan mencium lututku! Perutku yang buncit tertekan sedemikian yang membuat perut dan tubuhku sakit bukan kepalang!

Juga tidak sebentar aku di posisi seperti itu. Duduk membungkuk dan perut buncitku tertekan sedemikian rupa, karena dokter anastesi menyuntikkan obat bius lewat rongga ruas2 tulang belakangku! Suatu penderitaan yang luar biasa berat! Semata2 untuk menghasilkan yang terbaik untuk aku dan bayiku! Tuhanku! Seberapa banyak dan seberapa besar lagi, pengalaman2 yang
‘mengerikan’ yang akan aku alami ??

Suasana di ruang operasi, tidak sama denga suasa di ruang2 lainnya. Suhu udara disana pasti dingin jika memang akan diadakannya operasi. Dindingnya berbalut keramik putih, karena berkonsep ‘mudah dibersihkan’ dan tidak ada debu menempel disana. Ruang operasi memang harus selalu bersih, bahkan steril.

Ruang operasi di Rumah Sakit Cikini, tempat dimana aku selalu dirawat, cukup besar. Dibagi bilik2, bisa ada beberapa operasi dalam waktu yang bersamaan. Di satu bagian ruang itu terdapat beberapa wastafel untuk mencuci tangan. Karena memang harus mencuci tangan jika mau beranjar keluar masuk. Dibagian yang lain, terdapt seperti locker untuk dokter2 dan para asistennyta membuka dan melepas baju operasi serta cadar2 yang mereka gunakan.

Antara ruang operasi dan ‘dunia luar’, pasti terdapat ruang perantara. Baik baru masuk, seperti aku didorong dari luar, maupun keluar dari ruang operasi. Fungsinya untuk adaptasi dan untuk ‘menunggu’ pelayanan operasi, jika memang penuh …..

Sewaktu sensorik dan ‘rasa’ itu sudah hilang, berarti aku siap di’sembelih’. Aku ditidurkan lagi, dan rasa diperut buncitku menghilang. Aku sadar, bahwa obat bius itu sudah bekerja dengan baik. Dan persiapan pertama adalah menutup cadar di atas perutku. Aku tidak bisa merasakan kesakitan lagi pada perut buncitku, bahkan aku sama sekali tidak bisa merasakan apa2 lagi! Walau hatiku tetap berdebar ‘apa yang terjadi selanjutnya’, aku sudah pasrah kepada Tuhan, apa yang akan DIA lakukan lagi untukku …..

Agak aneh memang, ketika seharusnya aku tidak merasakan apa2 untuk ‘dibedah’, tetapi daerah yang tidak terkena obat bius adalah dari ulu hati sampai ujung kaki. Dan ternyata ‘hati’ku berkata lain. Bahwa ‘hati’ ini termasuk yang tidak terkena obat bius, sehingga aku tetap merasakan ketakutan, kesedihan bercampur dengan kebahagiaan karena aku akan melahirkan anakku yang kedua! Kuasa Tuhan memang luar biasa! 

Ketika hati dan fisikku semuanya sangat ‘tertekan’ karena stres dan ketakutan, ‘hati’ itu tetap dapat merasakan kebahagiaan serta tetap bersykur pada NYA untuk menyambut anakku, kelak …..

Aku melihat keatas. Ada lampu khusus operasi, menyala, tersorot ke perutku. Armatur lampu tersebut sepertinya terbuat dari material seperti stainless steel atau aluminium. Ketika aku mengernyikan mataku, ternyata aku bisa melihat cerminan dokter2 itu mulai operasi untuk melahirkan bayiku! Ya, aku bisa melihat jalan operasi itu lewat lampu operasi! Astagaaaa …..

Semua bergerak, serius untuk mempersiapkan operasi Caesarku. Suster2 mondar mandir di sekeliling tubuhku untuk membantu dokter2 itu. Pikiranku terfokus di lampu operasi itu,

“Apa yang akan terjadi?”

Semua wajah dokter tersebut terlihat serius dan tegang. Dr Eriyono memulai operasi. Dia menyayat perutku. Darah mulai mengalir, terlihat jelas. Aku kembali menangis ….. 

Aku ingat bahwa kemungkinan aku tidak akan selamat sekeluarnya dari ruang operasi ini. Dan aku terus menangis, ketika kedua Pendeta di sisi kanan dan kiriku mulai mendoakan aku. Aku terus menangis. Terus menangis …… 

Hanya Doa Bapa Kami yang terus aku lafalkan dalam hati, karena aku sangat lelah dan terus menangis ….. 

Kebahagiaan yang sempat aku rasakan tadi, pupus sudah, berganti dengan keinginan untuk cepat keluar dari permasalahan ini,

“Aku hidup dengan bayi ditanganku atau aku mati menuju sisi Allah Bapa di Surga?”

Doa Bapa Kami terus berkumandang di hatiku …..

Bapa kami yang ada di surga
Dimuliakanlah nama-Mu
Datanglah Kerajaan-Mu
Jadilah kehendak-Mu
Di atas bumi seperti di dalam Surga
Berilah kami rejeki pada hari ini
Dan ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami
Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan
Tetapi bebaskan kami dari yang jahat
[Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya

Tuhanku, Tuhanku ….. Hidupku kuserahkan semuanya kepada Mu …..

***

Dari buku ke-3 : “Ketika Tuhan Masih Memberikan Aku Hidup”

1391683345448313874

Tags: ,

0 Responses to “Dalam Ketakutanku, ‘Doa Bapa Kami’ Terus Berkumandang di Hati”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks