Jumat, 10 Januari 2014

Perbaiki Furniture Bekas, Sampahnya Dibuang ke… Sungai! Ckckck….



By Christie Damayanti

13893356251132151156
properti.kompas.com

Depo kereta Bukit Duri pun, terendam banjir. Jalan kecil disebelahnya adalah jalan yang aku sering lalui, dan sering juga terdendam banjir ……

Siapa yang tidak ‘kenal’ daerah Bukit Duri? ‘Tetangga’ Tebet yang selalu kebanjiran, walau hanya hujan ringan karena dikirim oleh Bogor? Ya, Bukit Duri adalah salah satu daerah rawan banjir, rawan kemiskinan dan banyak daerah ’slum’.

Secara geografis, Bukit Duri memang dilalui  sungai Ciliwung, satu jalur dengan Kampung Melayu, juga tetangga Tebet. Luas Bukit Duri besarnya sekitar 1,08 km2  dengan penduduk sekitar 40 ribu jiwa. Sebuah pemukiman padat sekali, menurutku. 

Dan seperti yang kita tahu juga, sepanjang aliran sungai, di bantaran sungai merupakan pemukiman mereka ( aku tidak mau membahas tentang ini, akan ada artikel lainnya tentang pemukiman bantaran sungai atau puluhan artikel2 yang sudah aku buat di Kompasiana ) …..

Sekarang, aku memang tidak bisa survey ‘blusukan’ dengan keterbatasanku. Tetapi sebelum aku sakit, aku beberapa kali blusukan, sekedar survey dan melakukan sedikit pengamatan dan penelitian sebagai seorang urban planner. Penyebaran questioner pun pernah aku lakukan, mekipun hasilnya tidak sesuai yang aku harapkan, karena mereka tidak mau atau tidak sempat menjawabnya. Sehingga akhirnya aku sendiri sedikit wawancara apa yang mereka inginkan dan apa yang kami pedulikan untuk mereka.

Aku sekarang bukan mau membahas tentang pemukiman di bantara sungai di sepanjang daerah Bukit Duri, tetapi aku ingin sedikit membahas perjalananku dengan mengendarai mobilku, melihat kenyataan sekitar Bukit Duri dan penyebab mengapa daerah itu benar2 merupakan daerah yang rawan banjir serta tingkat ‘kecelakaan’ yang tinggi.

Dari kompleks ku ke RS Cikini untuk terapi aku biasanya melewat Bukit Duri Tanjakan lalu belok kanan menyurusi depo kereta dan sungai Ciliwung, menyeberang sungai sampai Jatinegara. Mulai Bukit Duri Tanjakan, adalah daerah padat penduduk. Pemukiman disana sebagian besar ’slum’, sebagian besar juga dari papan, jika blusukan ke gang2 nya. Walau melewati jalan ke arah SMA 8 ( Smandel ) yang favorite itu, rumah2nya sukup representative dan banyak toko2 kelontong.

Jalanannya adalah 2 jalur dengan masing2 jalur 1 mobil tetapi banyak yang parkir di tepi jalan, sehingga jalanan itu sering macet karena antri untuk melewati mobil2 yang parkir. Tetapi jalan ini menjadi favorite ( seperti aku ), karena lebih baik lewat jalan ini dibanding melewat Kampung Melayu dan pasar Jatinegara yang benar2 crowded dengan ratusan orang2 penjual dan pembeli serta pejalan kaki yang dengan seenaknya berjalan dan menyeberang!

Setelah sampai Smandel, mobilku belok kiri menuju persimpangan Jatinegara dan Gereja Koinonia. Di jalan tersebut, penuh dengan bisnis pembuat kusen dan pintu-jendela. Sepanjang jalan tersebut!
Sebenarnya, tempat bisnis itu tidak semestinya berada disana. Karena areal tersebut adalah daerah untuk ruang terbuka, bebas dari pemukiman.

1389335679279457705

Sebenarnya, bisnis pembuatan kusen serta pintu dan jendela kayu ini tidak semestinya berada disana. Sebelah kanan adalah jalur bebas kereta ( walau ini adalah depo ), dan sebelah kiri sharusnya adalah tampak depan rumah2 dibelakang bengkel2 kusan ini, dan dibelakannya lagi adalah sungai Ciliwung …..
Sebelah kanan adalah ruang terbuka untuk depo kereta. Ruang terbuka itu bisa di isi dengan ruang terbuka hijau ( RTH ) atau hanya sekedar ruang terbuka yang bebas dari bangunan. Begitu juga dengan disebelah kiriku. Bisnis itu menutupi rumah2 permanen di belakangnya …..

13893357201813876767
1389335759284301277

Tumpukan2 sampah dalam karung yang sekalian untuk meresapkan air jika hujan. Ya, dengan hujan sebentar saja, jalan ini sudah tergenang ( karena saluran air sudah tertutup sampah material ). Kusen2 dan pintu-jendela pasti terkena ai dan kualitasnya akan menurut jauh sekali karena lembab.

Oya, sedikit di daerah Bukit Duri sampai Manggarai, ini terdapat pemukiman permanen yang sebenarnya cukup baik. Rumah2 tersebut sudah berada disana sejak jaman kolonial. Dengan desainnya yang khas seperti di Menteng, sebenarnya bisa menjadi daerah cantik dan indah seperti di Menteng.

Dari sepanjang tempat bisnis pembuat kusen serta pintu dan jendela, kita harus menyeberangi jembatan Kali Ciliwung. Nah, di jembatan inilah yang aku selalu geleng2 kepala …..

Ujung sebelum jembatan, terdapat terminal banyangan angkot2 biru. Padat dan membuat kendaraan susah melewatinya. Bahkan mereka bukan hanya sekedar ngetem saja, tetapi mereka selalu berputar, secara jalannya sudah kecil ( 2 jalur ), banyak pedagang kaki lima dan mereka berputar. Ckckck …..

1389335803475602454
Terminal angkot bayangan di ujung jembatan

Diatas jembatan, disebelah kanan kiri mobil, adalah ‘gudang’ furniture! Dahulu sih kita masih bisa melihat sungai-nya, dan bisa memantau apakah sungai itu ‘naik’ dan melihat pemukiman bantaran sungai. Tetapi sekarang, kita tidak bisa melihatnya lagi karena tertutup dengan furniture rusak! 

Mungkin furniture2 itu berasal dari orang2 yang kebanjiran di Bukit Duri. Tetapi pagi ini aku melihat, furniture2 itu di poles lagi, dicat dan dijual! Penjualannya tetap di tempat yang sama, sehingga jambatan itu menjadi ajang bisnis penjualan furniture …..

13893358581789580599
13893359021642519663
Jualan furniture bekas di atas jembatan …..

1389335947375446220
Ada sedikit celah untuk melihat sungai Ciliwung …..

*Eh, sepertinya jualan furniture bekas di jembatan ini sekarang menjadi ‘permanen’ deh. Secara sepertinya juga tidak ada petugas yang menegur atau merapihkannya. Padahal, pos polisi Bukit Duri, tetap di ujung jembatan itu ….. 

13893359931337914189
news.liputan6.com




Jika terjadi banjir, kayu2 kusen terendam dan menjadi lembab …..

Bahkan beberapa kali aku melihat, disana orang2 yang sedang memperbaiki furniture2 tersebut membuang sampah2 material keras langsung ke sungai! Astaga ….. apakah mereka sama sekali tidak mengerti bahwa ini SEBAGIAN KECIL yang membuat Bukit Duri terus kebanjiran???  

Apa sih susahnya, jika mereka memasukan sampah material mereka ke dalam plastik dan membuangnya di tempat2 sampah yang benar2 disediakan dengan baik? Bukan membuang ke sungai ……

Apakah mereka ’salah’, dengan kegiatan seperti itu? Berusaha untuk ‘membangun’ hidupnya dengan berjualan barang2 bekas? Atau berusaha berbisnis dalam pengerjaan sebagai tukang membuat kusen serta pintu dan jendela? Kupikir, mereka tidak salah ……

Tetapi yang salah adalah KETIDAK-PEDULIAN mereka dalam membangun sebuah kehidupan yang layak, dan KETIDAK-PEDULIAN mereka untuk tetap tidak peduli dengan kebersihan lingkungan mereka, sehingga hidup mereka tetap ‘terancam’ banjir dan banyak permasalahan dalam sebuah lingkungan Bukit Duri ……

Jujur, aku tidak tahu bagaimana ‘menyelami’ cara pikir mereka. Dengan hidup di bantaran sungai yang terus kebanjiran. Serta berusaha menghidupi hidup mereka dengan bisnis furniture dan membuat kusen pintu jendela, dengan aturan2 yang benar. Karena, toh jika mereka tidak peduli dengan lingkungan mereka sendiri, mereka juga yang merasakannya, seperti banjir setiap saat …..

Aku mengerti dengan kehidupan yang keras. Sangat mengerti. Tetapi hidup keras yang tidak dilandasi dengan kepedulian, adalah sama saja dengan ‘bohong’. Karena jika mereka semua peduli dengan lingkungan mereka sendiri ( paling tidak ), swadaya masyarakat bisa membantu pemda untuk beramai2 ‘mengurus’ sungai untuk air bisa ‘bersahabat’ dengan kita.

Tidak gampang dan tidak sebentar. Karena sudah puluhan tahun dari generasi2 sebelumnya, kehidupan keras memang membuat hati kita membatu, walau pada kenyataannya, kita sendirilah yang akan menanggung akibatnya …..

Tags:

0 Responses to “Perbaiki Furniture Bekas, Sampahnya Dibuang ke… Sungai! Ckckck….”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks