Rabu, 09 Oktober 2013

Amsterdam : Mimpi di Musim Semi



By Christie Damayanti


1381306362510478210
urbancapture.com
Amsterdam yang cantik dan romantis …..

Sudah 1 minggu aku di Amsterdam, tetapi belum bisa duduk2 dengan santai, sambil makan siang atau minum susu hangat, di akhir musim semi. Kesibukanku sangat padat, ketika aku harus terus melaporkan hasil survey ku kepada atasanku di Jakaarta melalui email. Uh … kupikir, aku harus bisa mencuri2 waktu untuk sekedar berjalan2 sejenak dan duduk dengan santai di sekitar Amstel River, sungai yang membelah kota Amsterdam dengan kanal2nya.

Hari kedelapan disana, sambil aku menunggu jemputanku untuk segera pergi ke Brussel, Belgia sekitar jam 5 sore, segera jam 7 pagi itu, aku bergegas ke downtown. Hotel kecilku tidak jauh dari pusat kota Amsterdam, tepat berada di ujung De Wallen, sebuah tempat prostitusi legal di sana ( lihat tulisanku  ‘Prostitusi Legal?’ Buat Aku, Sangat Menjijikkan ….. Tetapi aku tidak tertarik! Selain sudah pernah kesana dengan teman2ku waktu itu, aku lebih suka untuk mengamati kehidupan urban masyarakat Belanda di kota secantik Amsterdam ……

Koper dan tas cabinku sudah siap untuk jemputanku, di kamarku, sehingga akan akan tidak terburu2 jika segera mobil jemputanku datang. So, aku hanya membawa tas tangan kecil lengkap dengan kamera kesayanganku. Tidak lupa aku tetap membawa mantel, karena bisa hujan sewaktu2 dan udaranya pun masih cukup dingin, di pertengahan bulan Maret itu.

Aku berjalan sendiri, di Amsterdam yang cantik itu. Sedikit kedinginan, aku merapatkan mantelku, mantel cantik berwarna abu2 tua, dari papaku ketika beliau sempat bertugas ke sebuah negara dingin dengan syal besar dan panjang berwarna merah kotak2 khas Scotlandia. 

Aku menyusuri Amstel River. Memang masih pagi, tetapi sudah banyak wisatawan yang mengantri untuk naik ke kapal wisata, menyusuri sungai ini. Burung2 merpati berterbangan. Beberapa hinggap di pohon2 sepanjang jalanku. Kadang2 aku berhenti, sambil menatap burung2 itu.

“Untung aku sempat membawa roti bagelen, yang disediakan di kamar hotelku”, pikirku.

Aku meremas roti bagelen mentega Belanda yang terkenal lezat. Sambil bersiul2, aku tadahkan kedua tanganku keatas, sambil memanggil burung2 itu. Segera puluhan burung menghampiriku, dan mereka dengan lembut mematoki remahan roti bagelen tersebut. Geli2 nikmat, yang aku rasakan di telapak tanganku, dan aku tertawa2 kegelian. Mereka sama sekali tidak takut manusia, dan kami memang bersahabat dalam kasih Tuhan …..

13813068771081052209

Aku menebarkan banyak remahan roti bagelen-ku, jika burung2 itu tidak sabar untuk mengambilnya dari tanganku …..

Aku berjalan lagi, perutku keroncongan karena tadi aku tidak sarapan dulu, ingin cepat2 pergi. Aku mencari pedagang hotdog di ujung sana. Bergegas aku datangi dan memesan hotdog hangat dengan segelas susu hangat. Hotdog itu aku lumuri dengan saos Thousand Island, Mayonaisse, serta saos tomat. Sedikit jamur dan chillie meat, pasti menambah semangat sarapanku. Lalu aku duduk di ‘bench’ kayu cantik, bersebelahan dengan perempuan muda Belanda, yang  juga sedang melahap hotdog. Dia sepertinya seorang eksekutif muda, berpakaian modern dengan mantel coklat panjang serta syal yang dililitkan di lehernya, guna menepis hawa dingin Amsterdam.

Mataku tetap memancarkan keyakinan sebagai perempuan mandiri dari Indonesia, ketika wanita muda tersebut menyapaku. Aku tersenyum, sambil mengatakan bahwa aku tidak bisa berbahasa Belanda tetapi aku bisa berbahasa Inggris. Lalu, setelah selesai sarapan, kami terlibat sebuah pembicaraan asyk, tentang Amsterdam. Dan perempuan itu ternyata seorang pekerja sosial dalam bidang konservasi kota. 

Wah … kebetulan sekali, mendapat teman yang cocok …..

Karena Marie, nama perempuan Belanda itu, tergesa2 untuk meeting di kantornya yang berjarak 2 jam perjalanan, maka kami masing2 mengundurkan diri untuk pergi. Dan aku tersenyum sambil bernyanyi2, memberi makan sisa2 roti hotdog kepada burung2 tersebut. Menyenangkan sekali, sampai tidak sadar bahwa dihadapanku ada sebuah restauran kecil yang cantik, dengan pohon2 dan bunga2 bermekanan. Dan aku sudah memutuskan untuk makan siang sendiri disana, sekitar jam 1 siang nanti. Dan aku pun menandai peta Amsterdam, untuk kesana lagi, tepat jam1 siang.

***
Semakin siang, semakin banyak wisatawan datang kesana. Aku mengikuti arus mereka, dan duduk dimana aku suka, memperhatikan hidup mereka, khususnya warga kota Amsterdam. Sedikit sedih, karena aku hanya sendiri disana waktu itu. Anak2ku masih terlalu kecil untuk kubawa kesana dan (bekas) suamiku pun tidak mau ikut kesana. Aku sedih karena aku berada di sebuah kota cantik di musim semi yang cantik juga, dalam suasana hati yang bisa membuat semangat serta untuk membangun mimpi2 setelahnya.

Agak lama aku duduk selonjor di  Damrak, sekitaran Centraal Station Amsterdam. Hanya mengamati sambil merenung. Sambil memainkan kameraku dan membidik apa pun yang aku suka, juga sambil menulis ‘laporan’ selayang pandang untuk buku harianku. 

Waktu itu balum ada iPad, jadi aku harus mempunyai buku kecil untuk mencatat apa yang aku butuhkan untuk dicatat. Roti bagelenku masih ada. Aku meremasnya di telapak tanganku, dan aku habiskan semuanya. Lalu aku letakkan di sebuah tissue tepat di depan aku duduk, dan segera puluhan burung merpati datang untuk mematuk remahan roti kering itu …. hmmmmm, senang rasanya berbagi walau hanya untuk burung2 …..
1381306619293031647

Rasanya, aku semakin iri melihat ssepasang kekasih bercumbu di depan mataku. Hanya sekedar berada di ‘bench’ dekat sepeda mereka di tepi kanal kota Amsterdam, pun hatiku bergetar hebat!

“Biasanya tidak begini, toh aku sering melihat yang beginian ada apa denganku? Ah, mungkin aku benar2 kangen dengan orang2 yang mengasihiku …”, pikirku. Dan aku tersenyum sambil melengos, menatap arah yang lain dan hatiku sedikit terkoyak …..

Sekitar jam 1 kurang siang itu, perutku sudah kelaparan, ditambah aku ingin menikmati sebuah restauran romantis, mahalpun tidak masalah, untuk membuang jauh2 kegelisahanku untuk ingin berbagi bahagia dengan orang2 yang mengasihiku, yang berada di Jakarta. Bergegas aku berjalan kembali menyusri kanal2 pecahan Amstel River. Sambil melihat petaku, kadang2 aku binging karena jalan2 kecil disana hampir sama. Kalau tidak salah daerah tersebut bernama Walterlooplein (?), tempat restauran cantik itu berada.  

Hari memang sudah siang, tetapi disana tetap saja dingin, sampai wajahku kemerah2an ( atau pink? ) karena dingin. Anginpun cukup kencang di pertengahan musim semi itu.

1381306708123667408

Ketika aku sampai disana, aku benar2 terpana, dengan adanya sebuah pohon Sakura yang sedang berbunga, berwarna pink. Besar sekali, menaungi tempat2 makan itu. Restauran itu, entah apa namanya aku sudah lupa, ternyata berada di sebuah hotel kecil. Banyak wisatawan tua disana. Akududuk tepat di bawah pohon sakura tersebut. Indah sekali! Sesaat sebelum aku memesn makan siangku, aku hanya ingin sekedar duduk santai menikmati apa yang ada di depanku dan menikmati mimpi2ku, seorang diri dalam kerinduan untuk bisa bersama dengan orang2 yang mengasihiku.

Pelayanan itu mengundurkan diri untuk menyiapkan makan siangku. Aku memesan ‘Steak with Hollandise Sauce’, dengan segelas jus buah. Sambil menanti makananku, aku benar2 menikmati apa yang aku punya sekarang, yaitu sebuah kenangan dan sebuah masa depan. Mimipku saat itu adalah mengajak anak2ku kesana, segera jika Tuhan berkenan.

Aku menatap keatas, sebuah pohon Sakura besar yang sangat cantik! Jika mungkin, aku mau membawa Sakura itu ke rumahku! Matahari siang diatas sana, hanya melirik enggan, membelai ramah dalam pancaran sinarnya ke tubuhku. Suasananya memang sangat bersahabat. Dingin yang bersemu hangat siang itu, serta angin sepoi2 membuat dadaku terus bergetar untuk bersabar dalam penantian mimpi2ku. Sebuah senyum bahagia terus mematriku dalam hatiku …..

1381306792309981693

Makan siangkupun tiba, dan dengan ditemani beberapa ekor burung merpati, aku mulai memotong steak-ku, setelah melepas syal merahku agar tidak terkena ‘Hollandise Sauce’, yang memang sangat enak itu ……

Amsterdam, segera aku akan datang lagi, bersama orang2 yang aku kasihi …..

Tags:

0 Responses to “Amsterdam : Mimpi di Musim Semi”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks