Jumat, 12 Juli 2013

Memangnya, Nyawa Kita Mau Ditukar dengan Uang?



By Christie Damayanti


1373604618389705143
foto.news.viva.co.id

Sebelumnya :




Tahu tidak, mengapa seringkali jika kebakaran melanda sebuah area di Jakarta tetapi tidak gampang untuk meredakan api? Bukan hanya karena pemadam kebakaran susah dihubungi, atau karena kemacetan melanda atau juga karena ketidak-tahuan warga di are itu untuk memadamkan api, tetapi ada sebuah cara ‘P3K’ ( pertolongan pertama ) yang tidak banyak warga yang tahu tentang ini.

Aku juga tidak tahu, apakah pemda sudah pernah untuk mensosialisasikannya, atau apakah memang pemda belum pernah melakukannya. Atau malah sebenarnya pemda justru tidak pernah mengadakan ‘P3K’ ini, sungguh aku tidak tahu. Tetapi ketika aku kuliah di urusan arsitektur, ada mata kuliah penting yaitu ‘Utilitas’. Semua yang berhubungan kebutuhan2 kita, bangunan dan ligkungan, tentang listrik, air atau api. Dan juga berhubungan dengan pengadaannya serta menghindari serta penyelamatannya.

Api untuk manusia bisa sebagai teman dan sahabat, tetapi juiga bisa sebagai musuh utama. Cara pengadaan api, aku tidak mau membahasnya, tetapi bagaimana cara untuk memadamkannya jika terjadi kebakara? Satu2nya ‘musuh’ api adalah air, dan air juga sebenarnya bisa menjadi tema  dan sahabat tetapi juga bisa sebagai musuh utama jika terjadi banjir, bukan?

Konsep memadamkan api pun tidak sembarangan. Bahkan di Amerika, ada jurusan khusus untuk belajar untuk memadamkan api jika mau menjadi seorang ‘pemadam’. Karena api mempunyai sifat2 yang yang memang khusus, begitu juga air.

Bagaimana ‘P3K’ untuk pemadaman api? Baik di lingkungan rumah, pekerjaan, perkantoran atau di mall? Bagaimana dengan jika kebakaran di tingkat pemukiman, kompleks atau tempat2 padat warga kota? Apalagi bagaimana jika kebakaran terjadi di pemukiman2 kumuh atau daerah ’slum?’

Jika dibaca di link ku di atas, itu salah satu jawabannya. Bahwa setiap area lingkungan, bangunan bahkan di setiap rumah, kami di jurusan teknik arsitektur belajar bahwa kita harus bisa mengantisipasi sedetail mungkin untuk mengamankan semua orang, jika terjadi sesuatu, salah satunya jika terjadi kebakaran.

***

Konsep sebuah bangunan umum ( perkantoran, mall atau auditorim ), baik didalam atau di lingkungan bangunan itu, kiya harus mmberikan fasilias umum untuk antisipasi pemadaman kebakaran, SEBELUM ‘branweer’ datang. Jika di dalam bangunan, di setiap ceiling ada sebuah ’springkler’ tiap sekitar 25 m2. Jadi jika bangunan umum seluas 1000 m2, harus terdapat springkler sekitar 40 springkler.  Letaknya berjarak diameter 5 meter. 

Karena springkler akan membuka kran air jika terjadi kebakaran di bawahnya dan air akan memadamkan, walau jika api bertambah besar memang harus ada bantuan lain, seperti pemadam portable yang harus ada di sekitar selasar bangunan umum berjarak tiap 5 meter.

Jika springkler dan pemadam portable tetap belum bisa memadamkan api, kita juga harus memberikan fasilitas hydrant dengan slang sekitar sampai 50 meter. Dan hydrant di dalam bangunan ini berjarak antara 25 meter sampai 30 meter. Jika sampai hydrant dalam bangunan belum juga mampu memadamkan api, kita memnag harus menunggu petugas pemadam kebakaran dari pemda. Tetapi karena jalanan Jakarta selalu macet, pasti akan lama menunggu petugas pemadam kebakaran. 

Alhasil, jika kita tidak melakukan ‘pertolongan pertama’ dalam memadamka api, api akan melalap semuanya, sampai habis, SEBELUM petugas pemadam kebakaran datang …..

Itu memang untuk bangunan umum diatas 1000 meter2. Tetapi bangunan umu dibawah 1000 meter2 termasuk rumah2 kita, memang peraturan tidak mengharuskan menyediakan sprngkler ( karena springkler berhubungan dengan sumber air yang cukup banyak dengan pipa2 air dalam plafond yang tidak sedikit dan berbiaya cukup mahal ). 

Tetapi ada baiknya di bangunan2 umum dibawah 1000 meter2 dan rumah2 penduduk, mempunyai 1 atau 2 pemadam portable yang selalu di isi dan di maintenance setiap periodik sekali, guna antisipasi.

Bagaimana dengan di pemukiman menegah keatas? Yang jelas, aku sudah bekerja lebih dari 20 tahun sebagai arsitek dan sering mendesain bangunan2 umum dan besar, juga mendesain kompleks perumahan dengan ratusan bahkan ribuan rumah. Dan perumahan2 menegah keatas, konsep ‘P3K’ untuk pemadam kebakaran, semuanya sesuai dengan aturan pemda. Tiap rumah disediakan pemadam portable, tiap jarak 25 meter sampai 30 meter, terdapat hidrant besar. 

Jarak antara hydrant dengan jalan, harus dekat supaya jika terjadi kebakaran dan hydrant sudah terpakai, serta petugas pemadam sudah datang, semua bekerja sama untuk memadamkan api. Tetapi jika air dalam hydrant perumahan habis, petugas pemadam akan membantu mengisikan air baru untuk mulai memadamkan api lagi ……

Sekarang, bagaimana dengan pemukiman padat bahkan pemukiman daerah ’slum?’. Nah, itu susahnya! Aku mengamati perumahan2 murah. Bahkan yang juga disediakan oleh developer2 besar, sebagian besar antisipasi hydrant lingkungan, tidak disediakan. 

Wajar! 

Karena untuk menyediakan ‘P3K’ kebakaran ini, biayanya memang tidak sedikit. Dan calon pembeli akan tidak pedli jika developer memberikan fasilitas ini, tetapi dengan harga rumah yang lebih mahal. Calom pembeli lebih memilih untuk membeli rumah dengan harga serendah2nya, walau demi antisipasi ini.

Apalagi di pemukiman kumuh. Jangankan pemukiman ( walau kumuh, tetapi seharusnya setiap area lingkungan mempunyai hydrant ), area umum seperti taman umum pun, hydrant tetap dibutuhkan! Apalagi dengan keadaan Jakarta yang selalu macet, SANGAT DIBUTUHKAN ‘PERTOLONGAN PERTAMA’ UNTUK PEMADAMAN API!

Aku pernah mengamati di sebuah pemukiman padat di Manggarai, dekat dengan sebuh stasiun kereta api dan pasar lingkungan ( yang sebenarnya bukan untuk pasar ). Ada sebuah hydrant lingkungan dari pemda. Warnyanya merah. Aku juga meneliti bahwa hydrant itu belum pernah tersentuh oleh maintenance, terbukti kran2nya sudah karatan serta hydrantnya sendiri sudah tidak lengkap. Bahkan hydrant tersebut sering kali untuk menjemur lap-lap atau kain pel, karena berada di pasar. Anak2 sering duduk2 disana. Seperti bukan 
sebuah hydrant, mungkin mereka pikir itu adalah ‘patung’ dan hanya sebuah hiasan ……


13736046661834389269
www.antarafoto.com

Contoh foto diatas, truk ‘branweer’ tidak bisa masuk ke titik kebakarang karena sempit dan susah, serta tidak adanya hydrant lingkungan …..

Ditambah lagi, di pemukiman pada, truk2 ‘branweer’ susah untuk masuk dalam pemadaman api dan selang hydrant di truk berjarak tidak sampai untuk menjangkau api ….. Bisa dibayangkan, bukan?

Jadi, tidak heran jika di Jakarta yang sering terjadi kebakaran, dan yang terbakar sudah habis karena banyak hal :

1.       Ketidakpedulian aparat yang bertanggung jawab untuk mensosialisasikan tentang antisipasi jika terjadi kebakaran

2.       Ketidakpedulian yang berwenang dan yang bertanggung jawab tentang sebuah aera tentang keselamatan dan keamanan warga

3.       ‘Kurang keras’ nya semua developer atau pemda untuk mendesain fasilitas antisipasi terjadinya kebakaran, dengan tidak membangun fasilitas2 tersebut, dengan alasan ‘mahal’ dan tidak memikirkan tentang keselamatan warga

4.       Kurangnya edukasi kepada warga tentang keselamatan keluarga. Mereka lebih memilih ‘murah’ dibandingan dengan ’selamat’, untuk menengah kebawah

5.       Kurang peduli nya desainer atau ketidaktahuan dalam desain, walau sebenarnya semua persyaratan keselamatan warga sudah ada dalam peraturan2 dalam ‘Mendirikan Bangunan Gedung’

6.       Dan sebagainya

Jadi bagaimana? Apakah keselamatan kita aru ditukar dengan dengan yang namanya ‘uang?’ Karena semuanya, termasuk ‘P3K’ pemadam kebakaran ini sudah ada di banyak peraturan2 untuk mendesain dan membangun bangunan. Tetapi seringkali, peraturan2 ini dilanggar sendiri oleh si pemilik rumah, dan mungkin jika di bangunan2 umum biaya terlalu besar, fasilitas2 ini ‘disunat’ sehingga tidak sesuai dengan standard operasional sebuah pekerjaan ……

Tags:

0 Responses to “Memangnya, Nyawa Kita Mau Ditukar dengan Uang?”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks