Kamis, 03 Januari 2013

Kisah Sepatu yang Bisa Merubah Kehidupan Kaum Buruh



By Christie Damayanti


13571897921602988134
mulledvine.com

Ketika aku masih sehat, namanya juga perempuan, wajar jika aku masih mau dianggap cantik secara fisik. Dengan tinggi hanya 155 cm, aku adalah seorang perempuan mungil dan pendek, sehingga aku ingin terlihat lebih tinggi, paling tidak bisa mendekati anakku, Michelle yang sekarang tingginya lebih dari 167 cm padahal umurnya baru 13 tahun. 

Sehingga aku selalu mencari dan membeli sepatu hak tinggi yang nyaman untuk penampilanku dalam momen2 resmi, bukan penampilanku dalam keseharianku sebagai pegawai. Jadi jika hanya bekerja, seperti biasa aku hanya mengenakan sepatu kets atau sneaker, secara aku memang seorang pekerja lapangan, dan jika berpenampilan resmi aku memakai sepatu hak tinggi ( sampai 7 cm ) atau wedges setinggi 5 cm. Lumayan kan, tinggiku bertambah 5 cm sampai 7 cm …..

Tetapi ketika setelah aku sakit, bukan karena tidak boleh, aku tidan bisa memakai sepatu dengan hak sama sekali ( harus rata dan datar ) karena kaki kananku akan selalu ‘terpeleset’ jika aku memakai sepatu atau sandal yang tidak rata, atau yang ada hak. Sepatu atau sandal yang aku bisa pakaipun, tidak sembarangan. Bukan karena tidak mau, tetapi tidak bisa atau belum bisa, karena kaki kananku belum 100% berasa, sehingga jika sepatu atau sandalnya harus mempunyai ‘pegangan’ yang melitang dari sisi kanan ke sisi kiri, sehingga tidak lepas jika aku melangkah.

13571898862119695265

Sepatu dengan silang yang harus aku pakai, jika tidak ingin terlepas, dengan kaki kananku yang dalam keterbatasan …..

Tidak banyak toko yang menjual sepatu atau sandal jenis ini. Dalam kurun waktu 3 tahun sejak aku sakit, aku mengamati bahwa sepatu2 atau sandal yang bisa aku gunakan untuk keterbatasan kaki kananku adalah Charles & Keith ( bukan promosi lho ) untuk sepatu2 serta sandal2 resmi untuk acara2 khusus yang tanpa hak, dan sepatu2 Bata serta Sketchers untuk sepatu kerja dan santai, selain sepatu kets dalam segala merk. Dan sandal santai enak aku pakai Crocks.

Aku tidak memusingkan mereknya, sungguh, dari dulu sampai sekarangpun, aku tidak peduli merek. Tetapi, kemarin ketika aku mrncari sepatu kerja di Bata, mataku tertuju dengan sebuah label stiker yang mengatakan bahwa,

“Sepatu Bata ini dibuat di China” …..

13571899371541964346

Agak terkejut, karena setahuku, sepatu Bata sudah diproduksi di Indonesia. Sepatu Bata memang berasal dari Cekoslowakia dan sudah hadir di lebih dari 50 negara, termasuk di Indonesia, PT Sepatu Bata, sejak tahun 1939, dimana di Indonesia menghasilkan 7 juta pasang sepatu dan sandal setiap tahun. Jadi Indonesia sudah membuat sepatu dan sandal Bata dari kulit, atau plastik untuk konsumsi lokal, dan semakin kemari, produk dan desain Sepatu Bata semakin berkembang, sehingga tidak diragukan lagi, bahwa Sepatu Bata sudah bisa menyerap permintaan pasar lokal.

Tetapi ketika aku melihat dan membeli sebuah Sepatu Bata beberapa hari lalu untuk aku pakai sendiri, iseng aku melepas stiker yang ada di bawah sepatuku dan menemukan kata2 diatas, lalu aku langsung mencari informasi di internet. Dan benar saja, ternyata justru Sepatu Bata ingin ‘hengkang’ dari Indonesia karena demo buruh yang terus menerus …..

Bagaimana ‘nasib’ bangsa Indonesia? Jangankan tenaga2 kerja Indonesia mampu untuk diserap oleh pasar dunia, pasar lokalpun tidak mampu dilakoninya. Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh kita?

Beberapa sumber berita mengatakan bahwa sejak Oktober 2012 lalu, demo buruh Sepatu Bata selalu ‘merecoki’ produksi sepatu2 Bata, sehingga perusahaan berpotensi merugi sampai 6,7 milyard ( sumber Didemo Buruh, Sepatu Bata Pertimbangkan Hengkang dari RI …). Dimana sekitar 3 bulan produksi Sepatu Bata berhenti. Tuntutan buruh pabrik adalah penghapusan sistem kerja outsourcing dan kontrak di perusahaan. Serikat buruh menginginkan agar perubahan sistem kerja karyawan di pabrik Bata dalam 1×24 jam. Padahal, manajemen Sepatu Bata membutuhkan waktu 2-3 bulan untuk mengubah sistem kerja karyawan.

Dan sangat disayangkan, justru ketika sebagian lagi buruh yang masih mau bekerja, tidak diijinkan bekerja oleh buruh2 yang ingin tuntutannya dituruti, dan menintimidasi mereka serta menteror untuk melarang bekerja lagi. Para demonstran melarang bahan baku produksi masuk dari luar pabrik serta barang produksi dilarang keluar pabrik untuk diekspor. Kondisi ini, membuat perusahaan terancam terkena penalti akibat tidak bisa mengirim barang untuk ekspor.

***

Ketika sebuah negara sebesar Indonesia dengan tenaga kerja salah satu yang terbanyak di dunia justru tidak mengerti betapa banyaknya mereka2 yang sangat membutuhkan pekerjaan, maka mereka sangat menyia2kan untuk bisa menjadikan hidup mereka lebih baik. Maksudnya, ketika jaman resesi diseluruh dunia ini, seharusnya mereka berusaha untuk melakukan apa yang terbaik dengan bekerja untuk keluarga mereka. Bukan hanya menuntut saja …..

Aku memang tidak mengerti tentang buruh. Aku juga tidak mengerti tentang tuntutan2 mereka, tetapi aku mengerti tentang kebutuhan hidup, aku mengerti tentang prioritas.

Jika buruh tahu bahwa jaman resesi ini sangat sulit mendapat pekerjaan, mengapa mereka tidak mau bersabar? Karena jangankan Indonesia, Amerikapun sedang dilanda resesi. Jangankan buruh, lulusan S1 dan S2 pun susah untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan cita2 dan keinginan mereka.

Coba bayangkan dengan cerita ini :

Seorang temanku sejak lulus S1, sampai sekarang belum mampu mempunyai pekerjaan yang dia inginkan, sehingga dia bekerja serabutan dan sekarang dia harus cukup puas untuk menjadi tenaga pengajar les privat, padahal cita2 dan keinginannya adalah bekerja di sebuah perusahaan besar.

Ada lagi, supir kantorku. Dia lulusan D3, tetapi tidak dapat pekerjaan sebagai yang dia inginkan. Ketika kantor tempat aku bekerja mencari supir, dia melamar dan diterima dan di sampai sekarang bekerja sebagai supir. Dan sebagai supir, dia pintar serta disayang oleh kami, yang selalu dia antar …..

Jika buruh2 itu menyadari bahwa tidak mudah mendapatkan peerjaan, mereka seharusnya tetap bekerja, mereka harusnya tetap BERSYUKUR bahwa mereka masih bisa bekerja. Dan aku sangat yakin, bahwa jika mereka bekerja dengan sebaik2nya, tidak adan yang mustahil bahwa mereka akan dipromosikan di tempat mereka bekerja …..

Ditambah lagi tentang demo buruh Sepatu Bata, bahwa manajemen sepertinya para demonstran menuntut dalam 1×24 jam sistim kerja dirubah, tetapi menejemen butuh waktu antara 2 - 3 bulan. Sangat wajar, jika Sepatu Bata hengkang dari Indonesia, dan aku sangat sayangkan, dengan hengkangnya Sepatu Bata, ratusan bahkan ribuan buruh dan karyawan Sepatu Bata benar2 harus mencari pekerjaan baru lagi, dan itu sangat tidak mudah ……

Bagaimana dengan buruh yang sebenarnya tetap ingin bekerja? Menurutku, merekalah yang mempunyai pikiran yang peduli dengan keluaarganya. Mereka yang tahu dan tetap bersyukur dengan apapun yang ada, dan mereka pasti tetap yakin bahwa semuanya yang dilakukan adalah pilihan yang terbaik untuk mereka semua ….. Bukan malah di intimidasi dan tidak boleh bekerja lagi oleh para demontran …..

Aku bukan melarang demo, tetapi pikirkan matang2. Apa hasil demo? Apa resiko2nya untuk mereka dan keluarga mereka? Bagaimana kelanjutan hidup mereka? Sebagai bangsa yang besar, jika kita mau ‘bersaing’ menjadikan bangsa yang besar, karakter bangsa memang harus dirubah …..

Sepasang sepatu Bata yang aku beli, mampu membuat aku merenung beberapa hari, bagaimana nasib para buruh yang sebentar lagi harus mencari pekerjaan baru, dan bagaimana nasib keluarga mereka …..

Sebuah perenungan yang dalam untuk kita semua …..

Tags: ,

0 Responses to “Kisah Sepatu yang Bisa Merubah Kehidupan Kaum Buruh”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks