Rabu, 27 Februari 2013

‘Hare Geneeee?’ Memilih Jurusan dan Pekerjaan Berdasarkan Gender? How Come?



By Christie Damayanti


13617756851102019757
Dokumen Pribadi

Hare geneeeeee????? Memilih jurusan dan pekerjaan karena gender????? How come????

Jujur, benci sekali aku sempat membacanya! Jika artikel itu tidak ada di depan artikelku di kolom Kompasiana, aku pasti tidak melihatnya dan tidak membacanya. Tetapi karena aku ada di belakang artielnya, sungguh, aku sangat tersinggung dengan konsep pemikirannya.

Bahwa memilih jurusan, itu adalah memilih masa depan. Sesuatu yang sangat di inginkannya dalam menggapai masa depan. Jelas, memilih jurusan itu harus ssesuai dengan keinginannya, sesuai dengan bakatnya, ( mungkin ) sesuai dengan dananya, atau juga sesuai dengan konsep pikirnya.

Ketika kita terpaku dengan masa depan, mau tidak mau kita harus benar2 memilih, apa yang ahrus kita kakukan dan inginkan sesuai dengan masa depan kita. Seperti di tulisanku di  Dari Cita-cita Sebagai Diplomat, Berakhir Sebagai Pegawai Biasa ….., Tigor sepertinya tujuan hidupnya tidak jelas, sehingga pemilihan jurusan kuliahnya dan pemilihan jenis pekerjaannya, menjadi berantakan. Dan ketika sekarang hidupnya tidak menentu, dai seharusnya akan mencoba memberikan motivasi bagi generasi muda agak berhati2 untuk memilih jurusn untuk masa depannya …..

Memilih jurusan juga harus bukan karena gengsi, bukan juga karena ‘takut’ seperti yang aku katakan di awal artikel ini. Semua jurusan adalah baik. Semua jurusan adalah untuk menjamin masa depan. Tetapi sekarang masalahnya, jurusan yang mana yang bisa kita ambil, ketika masa depan adalah hanya kita sendiri yang akan melakukannya?

Aku dibesarkan dari keluarga insinyur. Sebagian besar keluargaku adalah insinyru, termasuk papa dan mama ku, sehingga tidak aneh ketika sejak aku mengerti tentang ‘cita-cita’ pikiranku terfokus untuk belajar dan menjadi seorang arsitek ( Fakultas Teknik jurusan Arsitektur ). Dan setelah terjun dalam dunia bekerja, ternyata aku benar2 jatuh cinta pada pekerjaan sebagai seorang arsitek, bahkan lebih fokus lagi, aku adalah seorang arsitek lapangan!

Aku memang hidup di dunia laki2, setelah aku benar2 terjun dalam dunia konstruksi. Tidak banyak memang, perempuan yang mengambil pekerjaan lapangan ( walau jurusan tekniik, perempuannya sebanding dengan lai2nya ). Karena memang pekerjaan lapangan sangat menyita fisik dan waktu, sehinggga jika seorang perempuan tidak berkenan bergumul dengan peerja kasar atau sinar matahari kapanpun, atau juga hujan deras serta makan tidur di manapun, lebih baik jangan melakukannya. Tetapi jika bersedia, lah monggo …..

Tetapi jangan pernah mengatakan bahwa gender adalah salah satu alasan untuk memilih jurusan dan pekerjaan untuk masa depan. Sejak jaman dulu, gender memang sudah digembar-gemborkan, bahwasanya, perempuan ‘kalah’ dengan laki2. Tetapi Ibu Kartini sudah ‘mematahkan’nya. Apalagi di jaman modern sekarang ini. 

Memang, walau sejak jaman dulu perempuan sudah nyata dengan ‘kekuatan’ fisik dan pemikirannya, mungkin masih banyak dari antara kita yang melihat dengan sini, bahwa perempuan tidak kayak bekerja di lapangan atau lebih khususnya lagi, bekerja di dunia teknik …..

Coba lihat, sejam dahulu kala bahkan sampai sekarang, bamyak saudara kita dari Bali, kaum perempuannya bekerja keras mengaangkat batu2 dan kaum laki2nya menyabung ayam. Banyak juga kaum ibu bekerja keras memanting tulang, tetapi suami2nya enak2an berjudi …..

Aku juga seorang dosen di 2 universitas terkenal di Jakarta, sebagai Dosen Jurusan Teknik Sipil dan Arsitektur, yang mengajar dalam 8 mata kuliah teknik. Perempuan dan laki2ya seimbang, bahkan menurut risetku, perempuannya lebih baik dari yang laki2. Juga aku selalu bekerja pada perusahaan developer properti, sebagai arsitek lapangan, dan hasilnya, pekerja lapangan perempuan, bisa mengalahkan laki2! Memang buka hal fisik, karena Tuhan sudah memberikan fisik perempuan sesuai dengan keinginan NYA. Tetapi dengan hal pemikiran, kekuatan konsep serta kelembutan hati!

Walau bekerja pada dunia kostruksi di lapangan, seperti pekerjaanku, keras dan kasar, tetapi, bisa kah ada yang tahu, bahwa kelembutan hati seorang perempuan, mampu mengalahkan ekasaran pekerja2 kasar ( tukang ) yang pernah tim praoyek kami, aku alami?

Bahwa suatu saat, tim proyek kami beberapa tahun lalu, berselisih paham dengan pekerja kasar apangan ( tukang ). Bos kami marah2 besar, sampai bukan hanya adu mulut saja, tetapi  gerombolan pekerja kasar mengancam tim kami, akan memboikot proyek dan membunuh seseorang dari kami! Sungguh, itu terjadi! Tim kami menjadi ketakutan karena mereka adalah pekerja kasar, yang lebih baik ‘mati’ dan tidak memikirkan akibatnya, dari pada berdebat terus dengan tim kami.

Negosiasi pun alot dengan pemimpin mereka. Dan aku terjun dengan sedikit ketakutan. Tetapi, memang sejak awal aku bekerja, aku jarang memarahi tukang, aku lebih mementingkan ‘persahabatan’ dengan mereka, sehingga apapun yang terjadi, aku selalu mengajak mereka dengan berdiskusi untuk menyelesaikan suatu masalah, sehingga, sungguh aku sangat dihormati oleh mereka, sebagai perempuan dan mereka selalu menjagaku, jika aku sendirian di lapangan …..

Dan negosiasi itu selesai dengan baik, ketika banyak tukang2 itu mengenal aku, sehingga mereka mau mendengarkan penjelasanku, tanpa aku marah2 seperti yang dilakukan oleh teman2ku, yang laki2 ….. 

Bukti bahwa kekuatan bukan berasal dari fisik, yang selalu di banggakan oleh laki2, tetapi kekuatan berasal dari pemikiran dan hati …..

 Sekali lagi, sebaiknya untuk memilih jurusan dan pekerjaan untuk masa depan, janganlah berbicara tentang gender. 

Tetapi paling baik, bicaralah tentang keinginan dan apa yang ingin dicapan untuk masa depan. Setelah itu, cari apa yang terbaik, sehingga kita merasakan ‘pendidikan yang manusiawi’. Dan dalam mencari pekerjaan, gunakanlah konsep pemikiran strategis serta juga memulai untuk menggunakan ‘hati’ dalam kerangka berpikir serta ketulusan dan ‘kelembutan’ hati, dan sebagai contoh, khususnya ‘hati perempuan’ …..

1361775823459777279

Tidak ada komentar:

Posting Komentar