Selasa, 24 April 2012

Berdandan ala Mama …..



By Christie Damayanti

13352538441341495452
gresnews.com
Beberapa minggu belakangan ini, ada seorang teman waktu sekolah, menghubungiku lewat telpon rumah. Rupanya, temanku itu masih menyimpan nomor rumahku, secara aku memang dibesarkan di rumah ini oleh orang tuaku. Pertama, dia berbasa basi jaman kami masih di sekolah dasar, dan kami baru mempunyai telpon rumah, dan dia sering menelponku dari rumahnya. 

Telpon kedua, meningkat, dia, sebutkan saja Amie, mencurahkan hatinya tentang keluarganya, bahwa dia sudah angkat tangan dengan seorang putrinya, yang baru duduk di kelas 2 SMP, dengan kenakalannya sebagai remaja putrid yang sangat senang berdandan …..

Cerita itu meningkat lagi, lagi tentang putrinya yang senang berdandan, sebut saja Ashley, yang katanya adalah seorang putri yang sangat ‘mendandani’ dirinya sebagai ‘ratu kecantikan’. Maksudnya adalah, Ashley, yang memang sudah cantik ( aku melihat foto dirinya di FB ), selalu berdandan dengan heboh, yang sebenarnya juga seheboh mamanya. Tetapi Ashley kan masih SMP? Tidak pada tempatnya, dia berdandan seperti itu. Ya, dengan penampilannya, aku melihat sebagai wanita berumur akhir 20an, bukan sebagai remaja berumur 14 tahun! Ashley seumur dengan Michelle, yang hampir 14 tahun! Hmmmm …..

Lalu aku tercenung. Aku buka FB teman2 anak2ku dan lebih jauh lagi, foto2 remaja putrid di tempat yang lain. Beberapa memang seperti remaja pada umumnya, seperti anakku yang mulai genit, tetapi sangat memancarkan khas ke-remaja-annya. Tetapi ada beberapa yang benar2 aku katagorikan sebagai ‘remaja kebablasan!’. Banyak remaja2 putri yang sudah bermake up tebal, setebal mamanya, atau berdandan heboh seheboh mamanya!

Aku tersenyum sendiri. Ya, aku sangat menyadari, bahwa orang tua adalah cerminan anak2nya. Sekelebat, aku mengingat, anak2 temanku, adalah cerminan dari orang tuanya, juga anak2ku. Ada temanku yang memang cantik. Kulitnya putih, berdandan menarik. Ketika dia membawa anaknya berjalan2 di mal dan bertemu denganku, aku juga melihat anaknya berdandan minimalis ala mamanya, tetapi sangat menawan, sampai aku menatapnya terus. Pasti mereka melihat bahwa aku koq ga berdandan? Hehehe …..

Lalu, ketika aku melihat teman yang lain di sebuah mal, 2 bulan lalu, berjalan dengan putrinya, kehebohan terjadi di sebuah mal. Dengan gayanya ‘bak seorang model’, si putri itu melenggang didepan mamanya, yang memang juga berlenggok seperti dayang2nya. Sambil tertawa, aku memeluk temanku itu ( yang memang sudah lama tidak bertemu ), seraya meledek karena anaknya meninggalkannya …..

Cerita yang terakhir adalah aku, yang sangat berbeda dengan teman2ku, yang memang suka berdandan, sebagai wanita dewasa. Karena anakku, Michelle, di didik sebagai anak ‘preman proyek’ sejak kecil, diapun mengikuti ke-tomboy-anku. 

Sampai sekarang pun, aku sebagai mama, tetap memakai celana panjang, bahkan celana pendek dan kaos, untuk keseharian kami. Bahkan, aku tidak pernah berdandan sendiri, kecuali pengantin saudara, itupun ada yang mendandani. Alat2 make up ku hanya bedak bayi, lipstik tipis dan parfum yang segar, tanpa yang lain, seperti eye shadow atau pemulas pipi ( karena kulitku putih dan aku mempunyai ‘alergi’ di kulit wajahku, pipiku pasti memerah jika panas, dingin, marah dan sedih, jadi ga usah memakai pemulas pipi, hihihi … ).

Sebenarnya,  sebagai seorang wanita ( apalagi sudah dewasa ), berdandan sih, sah-sah saja, untuk menambah ‘nilai’ kecantikan diri, juga untuk penampilan dan percaya diri. Apalagi sudah bisa mencari uang sendiri, karena alat2 berdandan cukup mahal. Tetapi jika anak2 kita? Jangankan alat2 bedandan yang mahal, untuk makanpun mereka masih mengikuti orang tuanya, bukan?

Sebelum aku sakit, aku pernah ke rumah temanku dengan putrinya, yang seumur dengan Michelle. Rumahnya biasa2 saja, cenderung kecil dan aku melihat kehidupannya juga biasa2 saja. Tetapi begitu aku melihat kamar putrinya, aku tertegun. Sebuah kamar remaja putri, khas dengan cat putih dan pernak-pernik pink nya, dan boneka2 bertumpuk, serta alat2 berdandan yang lengkap, dengan barang2 bermerk! Kontras dengan keadaan rumahnya! 

Ada yang aneh ….. Dan ketika temanku mengajak ke kamarnya, tidak ada peralatan berdandan yang menonjol …..

Sedikit bingung aku melihatnya, ketika aku duduk di tempat tidurnya,

“Lin, aku lihat kamu berdandan cantik dan pasti selalu begitu, kan? Koq kamu ‘kalah’ dengan anakmu?”

Dia hanya tersenyum. Dia memang tetap berdandan cantik, tetapi karena anaknya juga suka berdandan ala mamanya, dia ‘mengalah’ demi anaknya. Dia membelikan banyak barang dan alat2 berdandan bermerek untuk anaknya, dan dia juga bisa memakainya. Astagaaaa …..

Aku tertegun lagi! Berarti, dia dan remaja putrinya, atau banyak putri2 yang lain yang memang suka berdandan, dibelikan material dandan bermerek tetapi ‘TIDAK’ sesuai dengan umurnya? ( karena mana ada irang yang berdandan memakai bedak bayi? Pastliah bedak yang professional ). 

Wah … Apakah memang bisa? Kulit seorang remaja sangat berbeda dengan kulit seorang mama! Justru aku saja, sejak dulu sampai sekarang, selalu memakai bedak bayi! Apakah kulit remaja bisa ‘menikmati’ material2 mamanya? Bukankah nantinya kulit wajah si remaja akan ‘menikmati’ getahnya? Dan sewaktu mereka sudah dewasa, mungkin kulit wajahnya akan rusak ……

Minggu lalu, Michelle ikut ke salon, karena dia minta di luruskan ( smoothing ). Aku sudah katakan bahwa,

“Nanti rambutmu rusak, sayang. Ujungnya bercabang2 dan patah2, tunggu jika kamu sudah kuliah, ya”, 
kataku.

Benar saja, si pemilik salon juga setuju bahwa rambut remaja, juga kulit remaja, jangan diotak-atik dengan segala macam obat pelurus atau pengkrting rambut, juga peralatan make up profesional. Padahal, kata Michelle, banyak teman2nya yang rambutnya diluruskan! Syukurlah, anak2ku, termasuk Michelle, memang seorang anak yang baik dan sangat mencintai ibunya. Dia tidak ngambek, dan akan mengikuti nasehatku untuk tidak meluruskan rambutnya, hingga dewasa …..

Hmmmmm ….. globalisasi memang membuat anak2 kita menjadi lebih dewasa, bahkan sangat dewasa. Bukan hanya otak mereka yang lebih maju dibandingkan kita, tetapi fisik mereka juga lebih mandiri, termasuk berdandan ala orang tuanya.

Kita tidak boleh melarang, tetapi kita bisa dan harus mengontrolnya. Dengan lemah lembut, anak2 kita pasti bisa dan mau mendengarkan kita. Karena jika di paksa atau diperintah, percayalah, mereka akan memberontak. 

Cinta dan kasih sayang kita harus disederhanakan, bukan untuk memanjakan mereka dengan barang2 yang belum waktunya mereka pergunakan, tetapi lebih untuk selalu tersenyum dan melihat mereka dengan ‘hati’ kita …..

Salamku …..



Tags:

0 Responses to “Berdandan ala Mama …..”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks