Senin, 07 Maret 2011
Manajemen Fisik Kota Jakarta (22)
Senin, 07 Maret 2011 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Kota Batavia Lama sebagai ciri khas kota Jakarta serta implementasi penerapannya (3)
Pada Bagian 21 tentang beberapa area di
Kota Batavia Lama, ada beberapa area lagi yg sangat bisa untuk dijadikan
obyeak wisata untuk wisatawan lokal / asing :
Kali Besar ( de Groote Rivier )
Adalah area sungai Kali besar, yang
lebar dan diapit oleh 2 jalan raya dengan deretan bangunan tua.
Merupakan suatu kawasan yg menarik dengan suasana masa lalu ( Batava
Lama ). Kegiatan yang ada yaitu perkantoran. Dan landmarknya : Jembatan Kota Intan.
Buat saya, adalah sangat menarik
bila Jembatan Kota Intan ini di promosikan sebagai salah satu landmark
akota Batavia Lama. Ini mengandung nilai historis tinggi dan tidak
banyak tempat2 seperti ini.
Dengan menambah fasilitas2 wisata,
dan promosi yg gencar, Jembatan ini dengan wisata air Kali Besar bisa
menambah asset wisata Jakarta.
Apalagi dengan konsep desaim
’spsecial lighting’ seperti ini ( colourfull ), bisa menambah area ini
menjadi ‘hidup’ di malam hari.
Bangunan2 tua di sepanjang Kali Besar
ini, kondisinya masih terawat dengan baik, karena perkantoran disini
masih aktif dan mereka memang berusaha merawatnya.
Siapa tidak tertarik, bila sungai Kali Besar ini di rapihkan dan dibersihkan dan membuat wisata berperahu / sampan di area ini ?
Dengan bangunan2 tua yg terawatt
baik dengan fasilitas2 wisata yg mumpuni, kita pasti bisa membuat daerah
ini menjadi ‘landmark’ baru untuk wisata air Kota Batavia Lama.
Bagaimana dengan malah hari ? Sangat menawan, bukan ? Seperti di Amsterdam, kita membuka wisata air malam hari …..
Sungai Kali Besar ini dapat digunakan
sebagai wisata air dan utilitas kota. Sehingga secara garis besar, area
dan suasana Kali Besar ini bisa dan sangat bisa dijadikan obyek wisata. Dengan adanya Hotel Omni Batavia, menambah deretan fasilitas untuk area ini. Hotel ini memang didesain untuk Kota Batavia Lama, dengan interior yg khas Jakarta Tempo Dulu.
Beberapa bangunan tua yg tetap
terawat baik di kanan kiri sungai, menjadikan Jakarta Kota sangat
menawan, bukan ? Dan wisatawan2 khususnya asing, sangat tertarik melihat
‘kota tua’ di seluruh dunia.
Mengapa Jakarta tidak ambil bagian didalamnya untuk menjadikan Kota Batavia Lama bagian dari ‘kota tua dunia ?’
Hotel Omni Batavia menjadikan area
Kali Besar ‘tempat’ wisatawan untuk sekedar duduk2 untuk menikmati
tempat ini, di ‘Coffee Shop’nya, sebelum mereka berjalan2 mesururi
Jakarta Tua.
Tetapi memang kondisi sungainya kotor
dan banyak bangunan liar. Penghijauannya kurang, jaringan utilitasnya (
terutama listrik ) tidak teratur dan mengganggu tampak bangunan.
Bangunan2 baru, banyak yg tidak sesuai denaglingkungan. Dan sub-terminal
yg merusak lingkungan ( polusi dan bising ), serta pemasangan billboard
dirasa mengganggu penampilan bangunan.
Ini di Jl. Kali Besar Timur. Banyak
pedagang kaki lima yg ‘merusak’ pandangan terhadap bangunan2 tua
disekelilingnya. Sayang sekali.
Yang bisa kita lakukan ialah dengan
memanfaatkan sungai sebagai wisata air dengan berperahu atau sampan (
misalnya seperti di San Antonio River Walk: Pedestrian yang Sangat Romantis dan Berwawasan Lingkungan di Tepi Sungai San Antonio, di Venesia atau di Amsterdam Mengamati Arsitektur dan Lingkungan di Amsterdam ). Dan bangunan2 di tepi sungai yg liar.
Bisa dipindahkan dan membuat penanpungan pegadang kaki lima serta
dibuat gedung parkir ( seperti di banyak negara sehingga tidak terlihat
parkir yg saling silang ).
Jl. Pintu Besar Utara
Dulu, jalannya tidak terlalu besar,
digunakan 1 arah diapit dengan bangunan2 tua dengan pedestrian yg sempit
padahal jalan ini ramai sekali. Tetapi sekarang , dijadikan khusus
pedestrian. Juga tanpa penghijauan khusus ( ruang terbuka hijau ), walau
beberapa tempat dibuat ‘kumpulan hijau’. Kegiatannya adalah perkantoran
dan banyak bank.
Sangat menarik, bila wisatawan
bersepeda di area ini. Dengan menambah penghijauan dan fasilitas2
wisata, akan menambah asset kota. Ini di daerah / dekat Museum wayang.
Bangunan2 ini jaman Belanda, seperti ‘Amsterdam Jakarta’, sangat menarik
!
Bangunan2 tuanya masih banyak yg terawat
dengan baik. Arus lalu lintasnya teratur, membuat pandangan / view
menarik bagi pengendara mobil yang berkeliling di area ini. Dan karena
tidak ada penghijauan sama sekali dan tidak ada area untuk berjalan
enak, daerah ini ‘mati’ jika malam hari.
Paling tidak kita bisa membuat
pedestrian yg lebih besar dengan daerah terbuka hijau yg - paling tidak -
bisa membuat area ini lebih ‘hijau’ serta sedikit menambah fungsi
bangunan sehingga bila malam tidak menjadi daerah ‘mati’.
Jl. Pos Kota - Jl. Lada
Jalan ini merupakahn jalan satu arah yg diapit dengan bangunan tua yg terletak agak jauh dari tepi jalan sehingga memberikan ruang pandang yg baik bagi yg melewati daerah ini.
Jalan ini lebar dengan hanya 1 arah.
Di sebelah kanan kirinya adalah bangunan2 tua, sangat ekspresif. Tetpai
jalanan ini tidak ada pedestrian besar, hanya 1 orang, itupun banyak
area yg dipakai pedagang kaki lima dan ruang terbuka hijau tidak ada
sama sekali …..
Aliran jalan ini memberikan ’surprise’ di ujungnya berupa Taman Fatahillah dan Stasiun Kota. Bangunan dengan gaya arsitektur yg khas masih terawat dengan baik.
Stasiun Kota menjadi ‘landmark’ dan
‘titik fokus’ dari Jalan ini. Konsepnya bagus tetapi tidak dibarengi
dengan fasilitas2 yg diperuntukkan bagi warga, apalagi fasiititas2
wisatawan. Sayang sekali …..
Tetapi ternyata walau jalanya besar dan
bagus untuk ‘memandang’, ternyata jalan ini tidak terdapat tempat khusus
untuk menyeberang. Area ini menjadi daerah ‘mati’ kecuali Stasiun Kota
dan Gedung BNI. Bentuk jalan ‘leher botol’ sering membuat kemacetan dan
dengan jalan yg terllu lebar, tanpa pembatas hijau, sehingga skala manusia menjadi ’samar’.
Coba kita lihat foto diatas. Karena
jalan yg besar, maka skala manusia menjadi ’samar’. Apa artinya ?
Menurut saya, dengan adanya skala manusia menjadi ’samar’ adalah itu
untuk membuat desainer2 kota ‘care’ bahwa mereka harus membuat
fasilitas2 dengan skala manusia untuk menjadikan manusia2 di sekeliling
jalan ini menjadi ‘hidup’.
Dengan banyak fasilitas2
ber-skala manusia, membuat manusia2 itu melakukan aktifitas2 yg santai
atau ‘membelalakan matanya’ dan mereka bisa ‘mengekspresikan dirinya’.
Misalnya, sambil berjalan di
pedestrian yg nyaman, mungkin ada ‘orang yg berpantomim atau bermusik’.
Dan walau sekedar melihat sebentar, mereka bisa tertawa sejenak atau
hanya tersenyum bahkan bisa membelalakan matanya …. Seperti di banyak
negara2 di dunia …..
Kita bisa membuat jalur penyeberangan
khusus, jalur pedestrian bagi wisatawan sehingga pemanfaatan Taman
Fatahillah menjadi optimal. Bisa juga penambahan fungsi bangunan untuk
menghidupkan suasana malam serta penataan pedestrian yg lebih atraktif
dan menarik.
Sumber gambar : beberapa dari www.google.com
Tags:
Jakarta ,
manajemen
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Manajemen Fisik Kota Jakarta (22)”
Posting Komentar